Liputan6.com, Jakarta - Media massa mengabarkan tentang Perpres Nomor 81 Tahun 2025, yang diteken oleh Presiden Prabowo sekitar akhir Juli, mengatur pemberian tunjangan khusus kepada dokter spesialis, dokter subspesialis, dokter gigi spesialis, dan dokter gigi subspesialis di DTPK (daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan), khususnya mereka yang praktik di fasilitas kesehatan milik pemerintah daerah. Ada empat hal tentang hal ini.
Pertama, tentu kita amat menyambut baik Peraturan Presiden yang memberi tunjangan khusus para dokter spesialis yang bekerja di DTPK. Memang masih ada yang memberi beberapa catatan, misalnya jumlah sekitar Rp30 juta itu mungkin belum memadai, apalagi kalau daerahnya benar-benar amat terpencil dan dengan berbagai tantangannya.
Atau juga ada yang mempertanyakan bagaimana tentang tenaga kesehatan lain yang bekerja juga di tempat DTPK yang sama, apa bukannya baiknya mereka dapat tambahan tunjangan khusus juga? Apalagi kita tahu bahwa dokter spesialis tidak mungkin bekerja sendiri dan harus dalam satu tim bersama petugas lainnya.
Namun, bagaimanapun juga, saya kira kita patut amat berterima kasih atas Peraturan Presiden tentang tunjangan khusus dokter di daerah terpencil, yang menunjukkan perhatian dan keberpihakan pemerintah bagi kerja teman-teman dokter spesialis di DTPK.
Tim Harus Lengkap dan Alat Mesti Memadai
Kedua, kita tahu bahwa dalam kerja dokter/dokter gigi spesialis dan subspesialis sehari-hari, maka mereka memerlukan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Selain alat-alat yang khusus dan spesifik, maka juga perlu dukungan dan jaminan aliran listrik yang memadai.
Misalnya, beberapa alat mungkin akan rusak kalau AC tidak memadai. Bukan tidak mungkin juga akan diperlukan jaringan internet yang baik. Kalau alat ada yang perlu pemeliharaan rutin dan/atau perbaikan, maka juga perlu ada dukungan teknologi dan perusahaan pemasok sampai ke daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan ini.
Tanpa tim yang lengkap dan alat memadai, maka tugas dokter/dokter gigi spesialis dan subspesialis tidaklah akan optimal guna melayani masyarakat.
Selamanya di Sana atau Ada Rotasi?
Ketiga, memang berita menyebutkan bahwa dokter/dokter gigi spesialis dan subspesialis juga akan mendapatkan kesempatan pelatihan berjenjang dan pembinaan karier.
Tentu akan baik agar ada semacam kejelasan tentang berapa lama seorang dokter spesialis akan bekerja di DTPK, apakah akan selamanya di sana sampai pensiun atau akan ada semacam rotasi sesudah sekian tahun, misalnya.
Kalau memang ada rencana rotasi, maka akan baik kalau sistemnya sudah diatur dengan jelas, supaya para dokter spesialis/subspesialis ini sejak awal bekerja sudah lebih tenang tentang kepastian masa depannya.
Pikirkan Juga Pendidikan Anak-Anak Mereka
Keempat, harus diakui juga bahwa para dokter/dokter gigi spesialis dan subspesialis yang punya anak tentu ingin anak-anaknya mendapat sekolah dan pendidikan yang baik.
Kita tahu bahwa untuk masuk universitas, misalnya, maka diperlukan mutu pendidikan SLTA yang baik, tentu juga pendidikan SLTP dan SD-nya.
Nah, kalau orang tuanya yang menjadi dokter/dokter gigi spesialis dan subspesialis yang kerja dan tinggal di daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan, maka tentu perlu dipikirkan bagaimana pendidikan anak-anak mereka.
Prof. Tjandra Yoga Aditama Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Adjunct Professor Griffith University, Australia.