Liputan6.com, Jakarta Fenomena remaja hingga dewasa menghabiskan waktu berjam-jam di media sosial sudah menjadi pemandangan sehari-hari. Dari bangun tidur hingga sebelum memejamkan mata, para penggunanya selalu tergoda untuk melihat-lihat timeline dan notifikasi hingga lupa waktu. Tapi tahukah Anda, kebiasaan ini punya dampak yang lebih serius dari sekadar mata lelah? Parahnya, jika sudah masuk kategori akut, dampaknya bisa membuat penggunanya depresi.
Sejumlah penelitian, telah memetakan fenomena sosial karena terpapar revolusi digital ini. Dari sana, sejumlah fakta ditemukan bahwa penggunaan media sosial berlebihan dapat merusak kualitas tidur hingga memicu masalah kesehatan mental. Efeknya berantai cukup mengerikan, mulai dari gangguan fisik, penurunan fokus belajar atau kerja, kacaunya interaksi sosial dan etika hingga depresi berkepanjangan dengan rasa bersalah
Sebagai upaya menggugah kesadaran, Liputan6 mencoba menampilkan 7 fakta dari dampak penggunaan media sosial yang berlebihan. Lalu, kami juga menghadirkan cara sederhana untuk membantu mengendalikan diri dalam pemakaian akun-akun seperti Facebook, TikTok, Instagram dan lain sebagainya. Simak informasinya berikut, kami rangkum Sabtu (9/8).
1. Tidur Terganggu Akibat Paparan Layar Sebelum Tidur
Menurut salah satu studi berjudul "Analisis Hubungan Penggunaan Media Sosial dengan Kualitas Tidur Para Remaja" oleh Kezia Woran, Rina M Kundre dan Ferlan A Pondaag dari Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Univeristas Sam Ratulangi disebutkan bahwa penggunaan media sosial selama ini didapati intens pada malam hari. Dampaknya, bisa sangat mungkin menggeser waktu tidur ideal 8–10 jam menjadi hanya 4–5 jam per hari.
Hasil penelitian itu kemudian menunjukkan sebanyak 72,5% remaja dengan penggunaan media sosial tinggi memiliki kualitas tidur buruk. Cahaya biru dari layar gadget menekan hormon melatonin, membuat otak sulit merasa mengantuk. Gangguan tidur ini tidak hanya berdampak pada rasa kantuk di pagi hari, tetapi juga memengaruhi sistem imun tubuh. Kurang tidur kronis terbukti meningkatkan risiko gangguan metabolisme dan tekanan darah tinggi.
Paparan notifikasi atau bunyi pesan di malam hari juga mengganggu transisi otak menuju fase tidur nyenyak.Remaja yang terbiasa begadang demi menonton video, bermain gim, atau sekadar scrolling cenderung sulit kembali ke pola tidur normal. Lama-kelamaan, ini memicu insomnia, yang pada gilirannya memperburuk kesehatan mental dan fisik.
"Pertama, penggunaan media sosial akan menggantikan tidur. Misalnya, seorang tetap berkutat dengan Instagram, dengan begitu waktu tidur akan berkurang. Kedua, pengunaan media sosialdapat meningkatkan gairah emosional,kognitif dan fisiologis. Ketiga, cahaya terang yang di pancarkan oleh perangkat media sosial dapat menunda ritme sirkadian, yakni pola atau sistem yang diikuti oleh tubuh selama 24 jam," tulis studi tersebut.
2. Mata Rusak Karena Paparan Layar Berjam-jam
Menatap layar ponsel atau komputer tanpa jeda memicu digital eye strain, ditandai mata kering, penglihatan buram, dan sakit kepala. Aktivitas malam hari memperburuk kondisi karena cahaya buatan lebih kontras di lingkungan gelap, memperbesar risiko iritasi mata.
Paparan layar selama lebih dari 2 jam tanpa istirahat, akan dapat menyebabkan kelelahan otot mata. Ketika fokus terlalu lama pada objek dekat, otot siliaris bekerja ekstra keras, memicu rasa nyeri dan ketegangan.
Kondisi ini makin berisiko jika dilakukan dalam posisi berbaring atau pencahayaan minim. Selain itu, radiasi cahaya biru dalam jangka panjang dikaitkan dengan peningkatan risiko degenerasi makula, penyakit mata yang dapat mengganggu penglihatan permanen.
3. Fokus Belajar dan Kerja Anjlok
Riset menunjukkan kurang tidur akibat sosmed menyebabkan kantuk di siang hari, menurunkan konsentrasi, dan memperlambat respon otak. Dalam jangka panjang, ini berdampak pada prestasi akademik dan produktivitas kerja. Remaja yang tidur kurang dari 6 jam semalam cenderung kehilangan kemampuan fokus saat pelajaran berlangsung. Pekerja yang sering lembur karena scrolling juga lebih rentan membuat kesalahan dalam tugasnya.
Kondisi ini diperburuk dengan distraksi langsung dari notifikasi media sosial di jam belajar atau kerja. Setiap interupsi memaksa otak melakukan context switching, yang membutuhkan waktu untuk kembali ke fokus semula. Ini sesuai dengan studi berjudul "Dampak Buruk Media Sosial Terhadap Aktivitas Kesehatan Remaja di RW 09 Pekayon Pasar Rebo" oleh Laras Rahma Putri dari Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta. Di sana, disebutkan bahwa media sosial sangat berdampak terhadap seseorang untuk mencatat fokus saat belajar.
"Adapun dampak buruk tertinggi yang dialami oleh respondenberdasarkan prosentasi, 31% adalah terganggunya kegiatan belajar." tulis studi tersebut.
4. Empati dan Interaksi Sosial Menurun
Kecanduan scroll timeline mengalihkan waktu yang biasanya dipakai untuk interaksi tatap muka. Studi sosial mencatat pengguna berat cenderung lebih sulit memahami ekspresi emosi orang lain karena jarang melatih empati melalui percakapan langsung.
Komunikasi online, meski praktis, tidak mampu sepenuhnya menggantikan bahasa tubuh dan kontak mata yang penting dalam membangun kepercayaan. Kurangnya stimulasi sosial ini dapat mengikis keterampilan interpersonal secara perlahan. Efeknya, hubungan dengan teman, keluarga, bahkan rekan kerja menjadi lebih rapuh. Rasa keterhubungan pun menurun, padahal hubungan sosial yang sehat merupakan faktor pelindung terhadap stres dan depresi.
"Walaupun dinamakan media sosial, namun sejatinya dalam kondisi real media sosial membuat sebagian orang termasuk pelajar menjadi pribadi yang tidak terlalu memerhatikan lingkungan sosialnya,mereka sibuk mengakses berbagai media sosial yang dimiliki sehingga interaksi dalam lingkung...