Liputan6.com, Jakarta Hubungan yang sehat seharusnya dibangun atas dasar kepercayaan dan keterbukaan satu sama lain. Namun, tidak semua hubungan berjalan demikian.
Ketika salah satu pihak mulai merasa dikendalikan atau ditekan untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Hal ini bisa menjadi sinyal awal bahwa hubungan tersebut sudah tidak sehat.
Perilaku tidak jujur, kasar secara emosional, atau tidak peduli terhadap perasaan pasangan merupakan tanda-tanda umum dari hubungan yang beracun atau toxic. Dalam situasi ini seseorang bisa merasa dirinya tidak dihargai.
Dilansir dari Medical News Today, berikut penjelasan secara detail tentang ciri hubungan toxic, perbedaannya dengan hubungan abusif, serta dampak emosional dan fisik yang bisa terjadi jika terus bertahan di dalamnya.
Hubungan disebut toxic ketika satu pihak mulai memiliki kontrol lebih besar dibanding pasangannya. Individu tersebut bisa mulai menunjukkan beberapa perilaku negatif, diantaranya:
- tidak jujur
- memaksa pasangannya untuk berhubungan seksual
- tidak mempertimbangkan perasaan pasangan
- menolak bertanggung jawab atas tindakan sendiri
- tidak berkomunikasi dengan baik
- mencoba mengambil keputusan secara sepihak.
Perbedaan Hubungan Toxic dan Abusif
Hubungan bisa menjadi toxic jika tidak lagi terasa setara. Seseorang mungkin merasa pasangannya mengambil banyak keputusan tanpa berdiskusi atau bersikap tidak jujur dan tidak peduli.
Bila situasi ini memburuk, hubungan bisa berubah menjadi abusif, yaitu ketika salah satu pihak benar-benar kehilangan rasa aman.
Contohnya adalah pasangan yang memaksa seseorang hanya menghabiskan waktu dengannya, melakukan manipulasi, menyalahkan secara sepihak, mengintimidasi, dan sering menuduh tanpa dasar.
Semua ciri tersebut menunjukkan bahwa dinamika kekuasaan telah berubah dan bisa membahayakan secara emosional maupun fisik. Mengenali perbedaannya penting untuk menentukan langkah penanganan yang tepat.
Ciri-Ciri Hubungan Sudah Tidak Sehat
Ada berbagai tanda yang bisa dikenali ketika hubungan berubah menjadi toxic. Salah satu yang paling umum adalah tidak adanya dukungan emosional. Seseorang mungkin merasa kebutuhannya diabaikan dan pasangan hanya fokus pada dirinya sendiri.
Kecemburuan berlebihan juga bisa menjadi pertanda. Pasangan mungkin mulai mempertanyakan ke mana seseorang pergi, siapa yang ditemui, hingga membatasi ruang gerak sosial. Komunikasi pun berubah menjadi tidak sehat, bukan lagi terbuka dan saling menghargai.
Rasa dendam dan kemarahan yang tak terselesaikan juga bisa menumpuk. Jika seseorang merasa marah terus-menerus namun tidak bisa mengekspresikannya secara sehat ini dapat memperburuk hubungan. Perilaku mengendalikan, seperti mengatur pakaian, aktivitas, atau pertemanan, termasuk dalam kategori toxic.
Tanda lainnya termasuk berbohong, meremehkan, dan tidak peduli terhadap kebutuhan pasangan. Semua pola ini menandakan hubungan yang tidak sehat dan tidak layak dipertahankan.
Dampak dan Cara Mengatasi Hubungan Toxic
Hubungan toxic bisa berdampak besar pada kesehatan mental. Seseorang bisa mengalami berbagai gangguan kesehatan mental, seperti:
- depresi
- gangguan kecemasan
- insomnia
- post-traumatic stress disorder (PTSD)
- rasa terisolasi
Jika seseorang merasa berada dalam hubungan toxic, langkah pertama adalah berbicara dengan orang terpercaya, seperti teman, keluarga, guru, rekan kerja, atau konselor. Dukungan emosional dari lingkungan sekitar bisa menjadi kekuatan awal untuk keluar dari situasi sulit.
Bila ingin mengakhiri hubungan, penting untuk merancang rencana secara matang. Misalnya, kamu bisa menemukan tempat aman untuk tinggal, memblokir pasangan di media sosial, memutus semua kontak, hingga menulis jurnal untuk mengingatkan hal baik tentang diri sendiri.
Yang terpenting, setiap orang berhak merasa aman dan dihargai dalam sebuah hubungan. Bila hal itu tidak lagi ada, maka meninggalkan hubungan tersebut adalah tindakan keberanian bukan kegagalan.