TEMPO.CO, Jakarta - Dosen hukum tata negara Universitas Indonesia Titi Anggraini menegaskan bahwa pemilihan kepala daerah (Pilkada) lewat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sudah tutup buku setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024. Putusan itu memisahkan penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah.
Titi mengatakan, pada putusan 135, MK menegaskan bahwa pemungutan suara untuk memilih Gubernur, Bupati, dan Wali Kota itu bersamaan dengan pemilihan anggota DPRD. Aktivis kepemiluan itu mengatakan konsekuensi putusan itu adalah pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota harus dipilih oleh rakyat secara langsung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jadi, di sana sebenarnya untuk diskursus Pilkada oleh DPRD, Pilkada tidak langsung, ya sudah selesai,” kata Titi dalam diskusi online Pusat Studi Hukum Tata Negara UI, pada Ahad, 27 Juli 2025.
Menurut Titi, konstitusionalitas pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat sebenarnya tidak perlu dipertanyakan. Walau ada dinamika tafsir dalam sepuluh tahun terakhir, putusan MK nomor 85 PUU 2022 mengatakan tidak relevan lagi membedakan rezim antara Pilkada dan Pemilu. Sebab pada dasarnya pilkada adalah pemilu.
Titi menjelaskan pilkada dan pemilu sama-sama diselenggarakan dengan asas langsung umum bebas, rahasia, juru dan adil. Penyelenggara pilkada dan pemilu juga sama baik untuk pemilihan presiden dan pemilu legislatif. “Masyarakat semakin terbiasa dengan praktik Pilkada langsung, tidak ada penolakan. Dan kita menuju penataan konsolidasi demokrasi yang makin baik,” kata anggota dewan pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) ini.
Bagaimana pun, kata Titi, pemilihan di luar pemilu langsung tetap dilaksanakan secara asimetris untuk daerah-daerah khusus. “Itu harus dengan argumentasi kekhususan dan keistimewaan yang valid dan diatur di dalam undang-undang khusus kira-kira begitu,” kata dia.
Berdasarkan catatan sejarah perpolitikan Tanah Air, sejak Indonesia merdeka hingga era Orde Baru, pemilihan kepala daerah atau pilkada diwakilkan oleh DPRD. Pilkada secara langsung baru terlaksana setelah Era Reformasi dan untuk kali pertama digelar pada Juni 2005.
Diskursus penataan sistem pemilihan kepala daerah kembali mencuat setelah dimunculkan oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar. Ide itu sebelumnya pernah disampaikan oleh Presiden Prabowo Subianto dan didukung sejumlah politikus Koalisi Indonesia Maju, kumpulan partai politik pendukung pemerintah.
Muhaimin mengusulkan dua pola dalam pemilihan kepala daerah, yaitu pemilihan gubernur dan wakil gubernur dilakukan pemerintah pusat. Adapun, pemilihan bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota dipilih oleh rakyat melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten/kota.
"PKB berkesimpulan harus dicari jalan yang efektif antara kemauan rakyat dengan kemauan pemerintah pusat. Selama ini pilkada secara langsung ini berbiaya tinggi, maka kami mengusulkan dua pola itu,” kata Muhaimin, yang saat ini menjabat Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, dalam peringatan Hari Lahir ke-27 PKB di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Rabu, 23 Juli 2025. Pilihan Editor: Respons Wamendagri Bima Arya soal Wacana Pilkada Lewat DPRD