TEMPO.CO, Jakarta - DISKURSUS penataan sistem pemilihan kepala daerah kembali mencuat setelah dihembuskan oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar. Ide itu sebelumnya pernah disampaikan oleh Presiden Prabowo Subianto dan didukung sejumlah politikus Koalisi Indonesia Maju, kumpulan partai politik pendukung pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Muhaimin mengusulkan dua pola dalam pemilihan kepala daerah, yaitu pemilihan gubernur dan wakil gubernur dilakukan pemerintah pusat. Adapun, pemilihan bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota dipilih oleh rakyat melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten/kota.
"PKB berkesimpulan harus dicari jalan yang efektif antara kemauan rakyat dan kemauan pemerintah pusat. Selama ini pilkada secara langsung ini berbiaya tinggi, maka kami mengusulkan dua pola itu,” kata Muhaimin, yang saat ini menjabat Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, dalam peringatan Hari Lahir ke-27 PKB di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Rabu, 23 Juli 2025.
Sejumlah fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat masih mengkaji secara internal usulan itu. Misalnya Partai Demokrat. Sekretaris Jenderal Demokrat Herman Khaeron menyatakan keputusan terbaik akan dikeluarkan partai sesuai dengan harapan dan keinginan rakyat.
Herman menyatakan, jika ukurannya potensi money politik atau politik uang, penunjukan kepala daerah akan mengurangi biaya. “Namun kita harus pertimbangkan demokrasinya, sesuai dengan amanah Konstitusi UUD 1945,” katanya melalui pesan pendek pada Sabtu, 26 Juli 2025.
Menurut Herman, semua pandangan dan pendapat yang berkembang akan menjadi masukan dan bahan diskusi di internal Demokrat. Herman mengatakan, keputusan mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau perpu pada 2014 soal pilkada langsung, juga didasarkan kepada preferensi sebagian besar masyarakat.
“Keputusan kami nanti rujukanya adalah aspirasi rakyat. Kita tunggu saja sampai nanti ada pembahasan UU Pilkada secara resmi, sehingga jelas dimana standing politik Partai Demokrat untuk perihal ini,” kata dia.
Meski sudah dibicarakan sejak awal periode 2024-2029, sampai saat ini rencana Revisi UU Pilkada dan UU Pemilu belum berprogres di DPR. Kepada Tempo pada Sabtu, 26 Juli, 2025, Wakil Ketua Komisi II DPR, Dede Yusuf Macan, mengatakan fraksinya akan masukan ide gubernur dipilih presiden dan kepala daerah oleh DPRD dalam pembahasan revisi UU Pilkada. "Saat ini belum ada pembahasan mengenai RUU pilkada,” kata Politikus Partai Demokrat ini.
Mundur sepuluh tahun silam, DPR pernah mengesahkan UU Pilkada pada 26 September 2014. Aturan yang disokong oleh koalisi partai kubu Prabowo Subianto kala itu menghapus pilkada secara langsung, diganti pilkada melalui DPRD. SBY, presiden saat itu, meresponsnya dengan menerbitkan Perpu yang membatalkan pilkada melalui DPRD. Perppu itu diteken SBY pada Kamis, 2 Oktober 2014.
Perpu pertama yang ditandatanganinya adalah Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota. Perpu itu mencabut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota yang mengatur pemilihan kepala daerah secara tidak langsung oleh DPRD.
Sebagai konsekuensi dari penetapan perpu pilkada secara langsung tersebut, Presiden SBY juga menerbitkan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah untuk menghilangkan ketidakpastian hukum di masyarakat. Isi perpu ini menghapus tugas dan wewenang DPRD untuk memilih kepala daerah.
Partai Gerindra, yang dipimpin Prabowo, saat ini juga masih mengkaji ide perombakan sistem pilkada. Politikus Partai Gerindra, Bahtra Banong, mengatakan ide pemilihan kepala daerah melalui DPRD dan gubernur oleh presiden berdasarkan pada kegelisahan publik. Senada dengan Muhaimin, Bahtra menyatakan pemilihan umum kepala daerah secara langsung membutuhkan biaya yang besar sehingga dinilai tidak efektif dan efisien.
Bahtra mengatakan Partai Gerindra tetap akan melakukan kajian yang mendalam mengenai ide kepala daerah ditetapkan oleh DPRD dan gubernur dipilih oleh presiden. “Baik mudharat dan manfaatnya. Agar harapan publik terkait pelaksanaan pemilu yang baik dan berkualitas bisa terwujud,” kata Wakil Ketua Komisi II ini melalui pesan pendek pada Sabtu, 26 Juli 2025.
Ketua Komisi II DPR Muhammad Rifqinizamy Karsayuda menilai usulan presiden dapat menunjuk langsung gubernur berpotensi menyalahi konstitusi, namun masih bisa dikompromikan. Politikus Partai Nasdem ini mengatakan, dalam Pasal 18 Ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 secara tegas dinyatakan, kepala daerah – gubernur, bupati, dan wali kota, dipilih secara demokratis.
“Ide tersebut berpotensi mengangkangi konstitusi. Penunjukan gubernur oleh presiden tanpa keterlibatan DPRD bisa dikategorikan inkonstitusional,” kata Rifqi melalui keterangan tertulis, Jumat, 25 Juli 2025, dikutip dari situs DPR.
Namun, Rifqi berpendapat ide kepala daerah tidak lagi dilakukan secara langsung, masih memiliki landasan konstitusional. Dia menegaskan, Pasal 18 Ayat (4) tidak secara spesifik menyebut mekanisme direct election, melainkan hanya menyatakan bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis. Menurut penafsiran dia, ada dua pendekatan yang sah secara konstitusi. Pertama adalah direct democracy melalui UU Nomor 10 Tahun 2016. Kedua adalah indirect democracy, pemilihan melalui DPRD.
Rifqi menawarkan skema kompromi konstitusional. Presiden mengusulkan satu hingga tiga nama calon gubernur kepada DPRD provinsi. Kemudian nama-nama calon gubernur tersebut dipilih melalui mekanisme paripurna DPRD. Jika hanya satu nama, maka DPRD akan melakukan proses persetujuan.
“DPRD adalah representasi rakyat di daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilu,” kata Rifqi. Menurut dia, jika pengambilan keputusan tetap melalui DPRD, maka prinsip demokratis dalam UUD masih terjaga.
Pertentangan muncul dari Politikus Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP. Politikus Partai Golkar, Zulfikar Arse Sadikin mengatakan ide pilkada kembali dipilih oleh DPRD seakan ingin menarik politik Indonesia kembali ke masa lalu. “Secara substansi ide kepala daerah dipilih lagi oleh DPRD menjadi tidak relevan,” kata Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat itu pada Sabtu, 26 Juli 2025.
Berdasarkan catatan sejarah perpolitikan Tanah Air, sejak Indonesia merdeka hingga era Orde Baru, pemilihan kepala daerah atau pilkada diwakilkan oleh DPRD. Pilkada secara langsung baru terlaksana setelah Era Reformasi dan untuk kali pertama digelar pada Juni 2005.
Zulfikar mengatakan usangnya ide pilkada oleh DPRD dikuatkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135, yang memisahkan penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah. Menurut dia, putusan MK tersebut mengkonklusikan bahwa pengisian jabatan legislatif dan eksekutif baik di pusat maupun di daerah harus dipilih melalui pemilihan umum.
“Dan secara realitas dipilih melalui pemilu inilah yang dikehendaki rakyat,” kata Zulfikar mengutip alinea IV Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dia mengharapkan semua pemangku kepentingan berkomitmen dan konsistensi menjaga paham kedaulatan rakyat; bukan oleh kuasa, uang, senjata, aparat, maupun tipu daya.
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat sekaligus Ketua Fraksi Golkar di DPR, Sarmuji, belum merespons tanggapan Tempo soal sikap resmi partai. Pesan yang dikirim melalui nomor Whatsapp dia pada Sabtu, 26 Juli 2025, belum berbalas.
Pada kesempatan terpisah, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP Bidang Kehormatan Partai, Komarudin Watubun, menyatakan partainya menjunjung tinggi sistem demokrasi terbuka yang memberi rakyat kewenangan untuk memilih langsung kepala daerahnya. Anggota Komisi II DPR juga beranggapan demokrasi mengalami kemunduran jika pilkada dipilih kembali melalui DPRD.
"Kalau kita mengubah konstitusi untuk pemilihan langsung ya, dia harus dilaksanakan terus, jangan maju-maju (lalu) mundur. Kapan Indonesia mau maju kalau begitu caranya?" kata Komarudin di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Kamis.
Namun, Ketua DPR Puan Maharani meredam perdebatan itu. Puan, yang juga merupakan Ketua DPP PDIP Bidang Politik mengatakan bahwa usulan Cak Imin masih merupakan wacana. "Tentu saja semua partai harus berkumpul, berunding untuk mendiskusikan hal tersebut," ujar Puan di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Kamis, 24 Juli 2025.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan ini menegaskan pembahasan tentang penghapusan pemilihan kepala daerah secara langsung harus dilakukan sesuai mekanisme yang ada. Namun, ia belum memerinci apa yang dimaksud dengan mekanisme tersebut.
Benarkah Biaya Politik Pilkada Mahal
Menanggapi wacana itu, Dosen hukum tata negara Universitas Indonesia, Titi Anggraini...