INFO NASIONAL - Program Jaminan Pensiun (JP) yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan telah berjalan selama satu dekade sejak resmi diluncurkan pada 1 Juli 2015. Dalam kurun waktu itu, program ini mencatat kemajuan signifikan. Hingga kini, tercatat 14,9 juta pekerja aktif menjadi peserta. Pada 2024, lebih dari 214 ribu orang telah menerima manfaat JP, baik secara berkala maupun sekaligus, dengan total nilai mencapai Rp1,59 triliun.
Pencapaian ini menjadi bukti bahwa pemerintah serius dalam mewujudkan perlindungan sosial bagi pekerja Indonesia. Namun, di balik angka-angka tersebut, masih banyak tantangan yang harus dihadapi agar program JP dapat terus berkembang dan menjangkau lebih banyak orang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Isu-isu ini dibahas dalam seminar bertema “Menjamin Keberlanjutan Hari Tua yang Sejahtera” yang digelar di Plaza BPJamsostek pada Kamis, 24 Juli 2025. Acara ini sekaligus menjadi ajang refleksi satu dasawarsa pelaksanaan Jaminan Pensiun.
Menteri Ketenagakerjaan RI Yassierli yang membuka secara resmi kegiatan tersebut mengatakan bahwa satu dasawarsa penyelenggaraan Jaminan Pensiun telah memberikan beragam manfaat. “Program jaminan sosial ini adalah bagian dari suatu ekosistem Ketenagakerjaan yang utuh. Jadi disinilah peran dari BPJS Ketenagakerjaan untuk hadir memberikan solusi,”ungkap Menaker.
Ia menyoroti pentingnya meningkatkan kepesertaan agar program JP bisa lebih inklusif dan adil. “Satu dekade kita syukuri tentu sudah memberikan banyak kemanfaatan, tapi tetap ke depan tantangan itu semakin berat,” kata Yassierli. Ia juga membuka peluang untuk revisi regulasi bila diperlukan demi menjamin keberlanjutan program.
Menaker berharap hasil dari diskusi yang dilakukan dapat menjadi bagian dari evaluasi dan ditindaklanjuti dengan aksi yang lebih nyata. Pihaknya juga membuka kesempatan jika diperlukan regulasi baru untuk mendukung keberlanjutan program tersebut.
Salah satu tantangan utama adalah rendahnya besaran iuran JP. Saat ini, iuran peserta masih 3 persen, jauh di bawah negara-negara lain di kawasan Asia. Sebagai perbandingan, iuran pensiun di Korea Selatan mencapai 9 persen, Filipina 13 persen, dan Vietnam 22 persen. Padahal, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015, iuran JP seharusnya dievaluasi setiap tiga tahun hingga mencapai 8 persen.
Sejalan dengan hal tersebut, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Pramudya Iriawan Buntoro menyebut bahwa diperlukan kebijakan lebih lanjut dari pemerintah untuk memperkuat stabilitas program JP ke depan. Ia meyakni program tersebut berperan penting dalam mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045 melalui penguatan SDM dan pengentasan kemiskinan ekstrem.
“Kami mengucapkan apresiasi kepada Pak menteri yang sudah memberikan dukungan dan mengingatkan kami selalu untuk terus menjalankan program jaminan pensiun ini supaya bisa berikan manfaat dan menjadi solusi bagi masyarakat khususnya nanti ketika memasuki usia pensiun,” tutur Pramudya.
Menurutnya, bonus demografi yang saat ini tengah dinikmati oleh Indonesia, harus dimanfaatkan dengan baik. Pemerintah diharapkan tidak hanya memperkuat program bantuan sosial bagi masyarakat miskin dan rentan, namun juga juga mengembangkan jaminan sosial ketenagakerjaan sebagai upaya jangka panjang untuk menekan angka kemiskinan dan meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat.
Pramudya juga mendorong pemerintah berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan termasuk sektor swasta, organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan pemerintah daerah guna menciptakan sinergi dalam mempercepat pengentasan kemiskinan melalui perluasan perlindungan sosial dan penguatan sistem jaminan sosial ketenagakerjaan yang berkelanjutan.
Mengutip data BPS terdapat setidaknya 29,6 juta penduduk berusia 60 tahun ke atas. Sebanyak 41,11 persen dari jumlah tersebut merupakan penduduk yang berada di 40 persen terbawah lapisan rumah tangga nasional. Artinya, sebanyak 12,18 juta lansia yang masuk dalam kategori miskin atau rentan terhadap kemiskinan.
Fenomena ini dapat terus meningkat seiring jumlah penduduk Indonesia yang diproyeksikan menyentuh 324 juta penduduk di tahun 2045. Pada tahun tersebut diperkirakan 20,3 persen atau 65,81 juta adalah penduduk lansia di atas 60 tahun.
Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan Roswita Nilakurnia memaparkan bahwa selama ini manfaat JP berkala mayoritas diberikan kepada ahli waris peserta. Namun mulai 2030 mendatang, jumlah penerima manfaat JP berkala diprediksi akan melonjak karena peserta telah memenuhi masa iuran 15 tahun sebagai salah satu syarat untuk mendapat manfaat berkala.
Meski saat ini besaran manfaat JP masih terbatas, Roswita yakin bahwa manfaat berkala yang diberikan sangat bermakna untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup secara mandiri. “Sejauh ini manfaat berkalanya itu sudah hampir mencapai Rp400 ribu per bulan. Artinya ini akan menjadi pekerjaan rumah tersendiri untuk penyesuaian regulasi batas minimum manfaat yang didapatkan,” tuturnya.
Ia menegaskan pentingnya menjaga keberlangsungan dan peningkatan manfaat agar para pekerja dapat Kerja Keras Bebas Cemas. "Program Jaminan Pensiun bukan sekadar manfaat finansial, tetapi bentuk penghargaan atas jerih payah pekerja yang memberi rasa aman dan kepastian hidup di masa tua," kata Roswita. (*)