TEMPO.CO, Jakarta - Maarif Institute menyatakan keprihatinannya atas perusakan rumah doa umat Kristiani di Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Sumatera Barat, pada 27 Juli 2025. Lembaga tersebut menilai insiden ini mencederai prinsip toleransi dan kebinekaan yang menjadi dasar kehidupan berbangsa di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Perusakan rumah ibadah merupakan pelanggaran konstitusional dan hak asasi manusia,” kata Direktur Eksekutif Maarif Institute Andar Nubowo dalam keterangan tertulis pada Senin, 28 Juli 2025. Dia merujuk Pasal 28E dan 29 UUD 1945 yang menjamin kebebasan beragama, serta Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Menurut Andar, kasus ini bukanlah insiden tunggal, melainkan bagian dari pola intoleransi yang terus berulang di Sumatera Barat. Dia menyoroti berbagai kasus sebelumnya, mulai dari penolakan pembangunan rumah ibadah hingga pembatasan ekspresi keagamaan di sekolah.
Maarif Institute kemudian mengapresiasi langkah cepat Kepolisian Daerah Sumatera Barat yang telah menangkap sembilan terduga pelaku. Lembaga ini juga menghargai respons Kementerian Agama melalui Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) yang menekankan pentingnya dialog lintas iman.
Namun, Maarif Institute menilai pendekatan reaktif semata tidak cukup. “Pemerintah daerah harus menunjukkan komitmen lebih kuat dalam merawat harmoni sosial,” ujar Andar. Dia mendorong diterapkannya strategi sistemik dan kebijakan yang menanamkan nilai-nilai toleransi dalam pendidikan dan pemerintahan.
Lembaga ini juga menyampaikan solidaritas terhadap para korban, termasuk anak-anak yang terdampak langsung. Negara, menurut Maarif Institute, wajib menjamin pemulihan psikososial bagi kelompok rentan.
Andar kemudian mengingatkan bahwa dalam perspektif Islam, perusakan rumah ibadah agama lain adalah bentuk kezaliman. Dia mengutip ayat Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad SAW yang menegaskan larangan memaksa keyakinan serta pentingnya melindungi umat agama lain.
Maarif Institute juga menyerukan pentingnya keterlibatan aktif masyarakat sipil, tokoh agama, serta dunia pendidikan dalam membangun budaya damai dan toleran yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila dan konstitusi.
Menurut Andar, toleransi bukan sikap pasif, melainkan tindakan sadar dan aktif untuk menciptakan ruang hidup bersama yang damai, inklusif, dan bermartabat.
“Maarif Institute terus mengimbau seluruh elemen bangsa untuk menjaga dan memperkuat semangat keindonesiaan yang berakar pada nilai-nilai toleransi, keadilan, dan kebersamaan,” kata dia.