TEMPO.CO, Jakarta - Ratusan guru yang direkrut untuk sekolah rakyat memutuskan mengundurkan diri karena penempatan lokasi mengajar yang jauh dari tempat tinggal. Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia Ubaid Matraji menilai ada pengabaian dari pemerintah perihal kebijakan penempatan guru tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pemerintah seolah menutup mata terhadap fakta bahwa penempatan guru yang jauh adalah gejala dari masalah yang lebih besar," katanya pada Ahad, 27 Juli 2025.
Dia juga mengkritik respons Menteri Sosial Saifullah Yusuf yang menyebut telah memiliki cadangan guru untuk menggantikan mereka yang mengundurkan diri. Menurut dia, bila guru bisa dengan mudah diganti justru menandakan keberlanjutan dan kualitas pengajaran di sekolah rakyat tidak menjadi prioritas utama.
"Mengandalkan sistem tanpa verifikasi lapangan, tanpa partisipasi guru dalam proses pengambilan keputusan adalah bentuk kegagalan tata kelola," ucapnya.
Ubaid khawatir program sekolah rakyat ini hanya dijadikan proyek coba-coba. Hal ini berimbas pada siswa dari kalangan miskin yang seolah menjadi kelinci percobaan proyek pemerintah.
Padahal, kata Ubaid, seharusnya anak-anak dari golongan tak mampu itu mendapatkan pendidikan terbaik. "Mereka justru kian terpinggirkan oleh kebijakan yang seharusnya mengangkat mereka. Sistem yang sekarang tidak berkeadilan," ucapnya.
Sebelumnya Mensos Saifullah Yusuf mengatakan telah ada ratusan guru yang mengundurkan diri karena ditempatkan di lokasi yang jauh. Dalam catatan kementeriannya, sebanyak 160 guru sekolah rakyat memutuskan keluar dari bagian program itu.
Namun, menurut dia, pemerintah telah memiliki solusi mengatasi permasalahan tersebut. Dia mengatakan masih ada sekitar 50 ribu guru dalam proses pendidikan profesi yang masih menunggu antrian penempatan di sekolah-sekolah, termasuk untuk Sekolah Rakyat.
"Ada banyak guru yang siap menggantikan, karena ada lebih dari 50 ribu guru yang mengikuti proses pendidikan profesi guru (PPG) yang belum ada penempatan," ujar Gus Ipul.