INFO NASIONAL – Tri Susanti (36) sangat bersyukur dirinya telah terdaftar sebagai Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Bersama suaminya, dia telah terdaftar sebagai peserta JKN segmen Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK).
Berkat menjadi peserta JKN, seluruh biaya persalinan dan perawatan bayi kembar tiga yang jumlahnya lebih dari Rp 200 juta, dapat dijamin penuh oleh JKN. “Saya tidak tahu harus bagaimana kalau tidak ada BPJS Kesehatan,” kata Tri lirih.
Menurutnya, mustahil keluarganya mampu menanggung biaya pengobatan yang begitu besar tanpa bantuan BPJS Kesehatan. “Kami hanya keluarga sederhana. Tapi berkat JKN, semua biaya operasi, perawatan bayi, NICU, sampai obat-obatan dijamin. Kami hanya bisa bersyukur dan terus mendoakan agar program ini terus ada dan membantu masyarakat kecil seperti kami,” kata Tri.
Dia juga bersyukur mendapatkan pelayanan yang baik selama ditangani di Rumah Sakit Dr. Soedirman Kebumen. Tidak ada diskriminasi pelayanan yang dirasakan sebagai peserta JKN dengan pasien umum.
Pelayanan prima yang diberikan oleh para tenaga medis, menjadikan dirinya dan suaminya semakin kuat dalam perjuangannya menghadapi persalinan triplet. “Dari dokter, perawat, dan seluruh petugas di rumah sakit memberikan pelayanan dengan ramah dan optimal. Dukungan mereka terasa begitu nyata selama merawat saya dan buah hati saya,” kata dia.
Melahirkan Tiga Bayi Prematur
Tri Susanti sempat mengeluarkan air mata saat menceritakan kembali kisah perjuangannya melahirkan tiga buah hati tercintanya. Bagi Tri, kehamilannya merupakan anugerah besar, namun juga menjadi tantangan hidup yang luar biasa.
Dia baru mengetahui kehamilannya triplet, saat usia kandungannya memasuki bulan keempat. Hamil triplet adalah suatu kondisi saat wanita mengandung tiga janin dalam satu kehamilan.
Pada periode awal kehamilan, Tri sempat memeriksakan dirinya di Puskesmas Kebumen 3, dan bidan yang memeriksa tidak mengatakan apapun perihal kondisi kandungannya. Namun sebagai seorang ibu yang pernah hamil sebelumnya, dia merasa ada yang tidak normal. Perutnya selalu merasa kencang, dan pada usia empat bulan kehamilan perutnya sudah sangat besar, melebihi ukuran ibu hamil pada umumnya.
“Setiap jalan sedikit saja itu terasa begitu melelahkan. Berjalan ke dapur atau ke kamar mandi pun seperti mendaki gunung, terasa sesak. Karena hal itu, akhirnya saya dan suami memutuskan untuk periksa ke dokter spesialis kandungan,” kata Tri di rumahnya di Desa Jemur, Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen, Rabu, 23 Juli 2025.
Setelah diperiksa, dokter mengatakan bahwa dia mengalami kehamilan triplet. Mendengar hal tersebut, Tri dan suaminya merasa sangat kaget. Bukan tidak mau menerima kehamilan triplet, namun mereka merasa lebih khawatir dengan kondisi Tri dan ketiga bayinya. Kehamilan triplet memilki risiko yang lebih tinggi dibanding kehamilan tunggal atau bahkan kehamilan kembar dua.
“Saking shock-nya, kami belum mau memberi tahu keluarga bahkan orang tua perihal kondisi kehamilan ini. Saya tidak mau keluarga merasa khawatir,” ujar dia.
Bayang-bayang terkait biaya persalinan dan perawatan kehamilan tripletnya pun selalu menghantui Tri dan suaminya. Diketahui, kehamilan triplet membutuhkan pemantauan dan penanganan medis yang intensif dan membutuhkan biaya tinggi. Padahal, sang suami hanya bekerja sebagai buruh harian dan Tri tidak bekerja.
“Memang namanya mendapatkan anak itu rezeki yang luar biasa dari Tuhan. Saya dan suami, bersama-sama saling menguatkan satu sama lain,” kata Tri sembari mengusap-usap dengan lembut ketiga buah hatinya.
Saat kehamilannya memasuki usia tujuh bulan, kondisi fisiknya makin menurun. Dia merasa napasnya mulai tersengal-sengal. Setibanya di RS Soedirman Kebumen, Tri pun menjalani operasi caesar. Tak pernah terbayangkan oleh dirinya dan suaminya bahwa kelahiran anak-anak mereka akan menjadi begitu dramatis.
“Ketiganya lahir dalam kondisi prematur. Berat badan mereka masing-masing hanya 13 ons, 11 ons, dan 8 ons,” kata Tri. “Tangisan pertama dari bayi-bayi, kami sambut dengan penuh haru dan cemas. Haru karena mereka lahir dengan selamat, dan cemas karena mereka harus langsung dirawat intensif di ruang NICU,” tambah dia.
Selama 25 hari, bayi-bayi kecilnya berjuang di ruang NICU, ditemani alat bantu pernapasan, infus, dan pemantauan medis 24 jam. Setelah itu, mereka menjalani perawatan lanjutan selama 30 hari di ruang perawatan bayi. Total 53 hari mereka dirawat di rumah sakit. Sementara dirinya harus menjalani perawatan selama seminggu pasca operasi.
“Alhamdulillah, sekarang bayi kami menunjukkan perkembangan luar biasa. Berat mereka naik pesat. Semula hanya 13, 11, dan 8 ons, kini masing-masing sudah mencapai 2 kg, 1,7 kg, dan 1 kg,” kata dia. Tri menuturkan, saat ini, ketiga bayinya masih harus rutin kontrol ke rumah sakit untuk pemeriksaan penglihatan, pendengaran, hingga kondisi paru-parunya. (*)