Liputan6.com, Jakarta - Konsumsi ikan dari perairan lokal dapat mendukung konsep blue food alias pangan biru sekaligus mengatasi stunting.
“Pangan biru adalah masa depan. Ia punya jejak karbon rendah, nilai gizi tinggi, dan bisa menjadi solusi stunting. Tapi semua itu hanya bisa terwujud kalau kita menjaga ekosistem perairan dan melibatkan komunitas lokal,” ujar Manager The Climate Reality Indonesia, Amanda Katili Niode, dalam Focus Group Discussion (FGD) bersama Departemen Sosiologi Universitas Gadjah Mada (UGM), dikutip pada Rabu, 18 Juni 2025.
Amanda menambahkan, konsep blue food atau pangan berbasis perairan lokal adalah alternatif untuk membangun sistem pangan yang lebih adil dan berkelanjutan. Sembari memperkuat ketahanan ekologi dan komunitas pesisir terhadap krisis iklim.
Di tengah model pembangunan yang eksploitatif, merusak alam, dan meminggirkan komunitas lokal, sistem pangan turut menjadi sektor terdampak serius. Terutama dengan meningkatnya monopoli rantai pasok dan marginalisasi buruh tani serta nelayan.
Potensi sumber pangan biru melalui pengelolaan sumber daya laut berkelanjutan dan perannya dalam sistem pangan dunia sudah menjadi isu global.
“Tapi di tingkat lokal, pengolahan pangan biru ini menyangkut hidup masyarakat pesisir, identitas budaya, dan kebijakan yang berpihak,” tegasnya.
Sayangnya, lanjut Amanda, perhatian negara terhadap sektor kelautan masih minim. Padahal laut memegang peranan penting bagi kedaulatan pangan dan keadilan ekologis. Oleh karena itu, kolaborasi antara pihak, baik akademisi, pembuat kebijakan, komunitas, maupun LSM dipandang sangat penting untuk membangun sistem pangan yang inklusif dan berkelanjutan.
ASI eksklusif merupakan langkah penting dalam mencegah stunting sejak dini karena memberikan nutrisi yang optimal bagi pertumbuhan bayi. Dengan menyusui secara eksklusif selama enam bulan pertama, anak mendapatkan zat gizi yang diperlukan untuk perke...