Liputan6.com, Jakarta - Indonesia adalah penyumbang sampah makanan terbesar kedua di Asia. Hal ini disampaikan Direktur Kewaspadaan Pangan dari Badan Pangan Nasional, Nita Yulianis.
“Menurut laporan FAO (Food and Agriculture Organization) pada 2023, lebih dari 1,3 miliar ton makanan terbuang setiap tahun secara global, setara dengan sepertiga produksi pangan dunia. Sehingga penting bagi pemerintah dan komunitas melakukan langkah konkret mengurangi sampah makanan,” kata Nita dalam peringatan Hari Gastronomi Berkelanjutan di Jakarta, Rabu (18/6/2025).
Dalam kesempatan yang sama, Sekjen Indonesian Gastronomy Community (IGC), dr. Ray Wagiu Basrowi, banyaknya sampah makanan menjadi sebuah ironi. Pasalnya, saat ini lebih dari 735 juta orang di dunia masih mengalami kelaparan kronis.
“Bahkan di Indonesia, kelaparan dan angka kurang gizi masih sangat tinggi. Ini ironis dengan banyaknya sampah makanan yang terbuang,” ucap pakar kedokteran komunitas itu.
Di sisi lain, limbah makanan menyumbang 8 hingga 10 persen emisi gas rumah kaca global. Itu sebabnya IGC sebagai komunitas memulai suatu gerakan agar mengedukasi dan mengontrol pengurangan sisa makanan sejak di tingkat rumah tangga.
United Nations Environment Programme (UNEP) Food Waste Index 2024 menunjukkan, 61 persen dari 931 juta ton makanan yang terbuang secara global pada tahun 2019 berasal dari rumah tangga.
Bila dilakukan intervensi di rumah tangga dengan mengurangi 50 gram limbah makanan per hari, maka dampaknya akan besar. Yakni, sekitar 470 ribu ton makanan terselamatkan, setara dengan pangan untuk 2 juta orang miskin per tahun. Angka ini tentu akan lebih besar jika pengurangannya lebih dari 50 gram per hari.
Banyak bisnis boga di AS setiap malam menjual kelebihan makanan yang tidak terjual ke tempat sampah. Kini ada aplikasi ponsel yang membantu toko menjual kelebihan makanan mereka ke pelanggan yang membutuhkan dengan harga diskon. Berikut laporan Helmi...