Umrah Mandiri Dilegalkan, Apa Saja Persyaratannya?

1 month ago 33

UNDANG-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah memperbolehkan umrah secara mandiri. Wakil Menteri Haji dan Umrah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, undang-undang ini membuka ruang legalitas umrah mandiri supaya ada payung hukum atau mekanisme pengaturan yang jelas.

Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca

Dengan demikian, aspek keamanan, perlindungan, serta ketertiban administrasi umrah mandiri tetap terjamin. “Undang-Undang tentu menyesuaikan dengan perkembangan regulasi yang ada di Saudi Arabia,” kata Dahnil melalui keterangan video yang diterima Tempo pada Sabtu, 25 Oktober 2025.

Pada saat ini, tutur dia, pintu atau gerbang untuk pelaksanaan umrah mandiri memang sangat dibuka oleh Kementerian Haji dan Umrah Saudi Arabia.

Adapun aturan ihwal umrah mandiri termaktub dalam Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Haji dan Umrah. "Perjalanan ibadah umrah dilakukan: a. melalui PPIU (Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah); b. secara mandiri; atau c. melalui Menteri," demikian bunyi beleid itu.

Dalam undang-undang hasil revisi terbaru ini juga disisipkan Pasal 87A yang mengatur persyaratan umrah mandiri. Setiap orang yang melaksanakan umrah mandiri wajib memenuhi lima persyaratan sebagai berikut:

a. Beragama Islam;

b. Memiliki paspor yang masih berlaku paling singkat 6 (enam) bulan dari tanggal keberangkatan;

c. Memiliki tiket pesawat tujuan Arab Saudi dengan tanggal keberangkatan dan kepulangan yang jelas;

d. Memiliki surat keterangan sehat dari dokter; dan

e. Memiliki visa serta bukti pembelian paket layanan dari penyedia layanan melalui Sistem Informasi Kementerian.

Pada Selasa, 26 Agustus 2025, rapat paripurna ke-4 DPR masa sidang I tahun sidang 2025-2026 menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah menjadi undang-undang. Setelah adanya revisi Undang-Undang Haji dan Umrah, status kelembagaan Badan Penyelenggara atau BP Haji pun resmi meningkat menjadi Kementerian Haji dan Umrah.

Saat itu, Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang mengatakan bahwa RUU Haji merupakan usul inisiatif DPR sebagai respons dari berbagai kebutuhan, antara lain peningkatan pelayanan jemaah baik di tanah air maupun di tanah suci. Kemudian, RUU itu dibutuhkan untuk menyesuaikan perkembangan teknologi maupun kebijakan di Arab Saudi, serta hal-hal lainnya yang masih membutuhkan peningkatan.

Untuk itu, menurut dia, DPR dan pemerintah menyepakati kelembagaan penyelenggara berbentuk Kementerian Haji dan Umrah. Kementerian ini akan menjadi atap dari semua penyelenggara haji, sebagai koordinator. Seluruh infrastruktur dan sumber daya manusia penyelenggaraan haji yang sebelumnya berada di Kementerian Agama, kata Marwan, akan menjadi di bawah Kementerian Haji dan Umrah.

Read Entire Article