TEMPO.CO, Jakarta - Dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR , Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengungkap bahwa sebanyak 300 Badan Usaha Milik Daerah mengalami kerugian dengan total Rp 5,5 triliun. Tito memaparkan, salah satu penyebab utama BUMD tidak sehat ialah keberadaan tim sukses pendukung kepala daerah terpilih dalam struktur BUMD.
"Bapak ibu, menyampaikan lebih detail lagi, (BUMD) diisi oleh tim sukses dan tim sukses itu bukan orang profesional. Itu fakta lapangannya begitu," kata Tito di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Rabu, 16 Juli 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mantan Kapolri itu menyebut, bahwa orang dekat dari kepala daerah bisa mengisi jabatan BUMD selama memiliki kemampuan profesional. Dia mengatakan bahwa kriteria-kriteria pengelola BUMD itu perlu dirumuskan dan ditetapkan menjadi instrumen khusus.
Hal itu diperlukan agar kepala daerah terpilih mengedepankan profesionalisme dibanding relasi pribadi dalam memilih pengelola BUMD. "Tim sukses juga boleh asalkan profesional, memiliki kriteria. Tapi enggak asal taruh yang kemudian (BUMD) menjadi rugi. Setelah rugi, jadi beban dari kepala daerah berikutnya," kata Tito.
Dia juga kembali menekankan hal tersebut saat ditemui usai rapat. Tito mengatakan tak jarang para tim sukses terlibat pengelolaan BUMD. Menurut dia, tenaga kerja yang tidak memiliki kecakapan dalam manajemen BUMD hanya akan menjadi beban direksi, komisaris maupun pegawai.
Sebelumnya Tito menjelaskan, sebanyak 27,5 persen dari total 1.091 Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) mengalami kerugian. "Dari jumlah BUMD tersebut, 678 BUMD memperoleh laba, 300 BUMD rugi, 113 BUMD lainnya belum melaporkan data yang terakhir."
Adapun total aset BUMD itu Rp 1.240 triliun dengan laba Rp 29,6 triliun. Sementara laba bersih setelah dikurangi yang lain-lain yakni Rp 24,1 triliun. Di tingkat kabupaten, Tito menyebut jumlah BUMD yang paling banyak merugi ditemukan di Jawa Tengah. Di tingkat kota, Jawa Timur merupakan daerah yang menyumbang paling banyak jumlah BUMD merugi. Lalu di level provinsi, DKI Jakarta dan Sumatera Selatan merupakan dua daerah yang paling banyak memiliki BUMD merugi.
Menurut Tito, penyebab lain dari 300 BUMD merugi adalah lemahnya tata kelola terutama pengawasan. Hal itu ditandai dengan adanya ketimpangan jumlah dewan pengawas atau komisaris sebanyak 1.993 sedangkan jumlah direksinya hanya 1.911. "Dan juga terjadi kelemahan pengawasan baik internal oleh BUMD yang bersangkutan, juga eksternal karena ada 342 BUMD yang belum memiliki satuan pengawas internal," ujar mantan Kepala Polri itu.
Atas dasar hal itu, Tito mengusulkan penguatan pengawasan BUMD melalui sejumlah tahapan. Pertama, pengaturan kedudukan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) selaku pembina dan pengawas BUMD yang belum diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Kedua, Tito meminta peran pembinaan dan pengawasan Mendagri dalam seleksi, penetapan, pengangkatan, dan pemberhentian dewan pengawas, komisaris hingga direksi BUMD diatur secara khusus. "Ini terutama untuk menjamin yang terpilih adalah orang-orang profesional," ujar dia.
Ketiga, dia juga menyoroti belum adanya peran Menteri Dalam Negeri dalam pengaturan pola karier yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD. Keempat, Tito menyebut, kewenangannya dalam memberi penghargaan, menghukum hingga membubarkan BUMD belum diatur.
Menurut Tito penguatan peran Mendagri dalam pengawasan BUMD dapat diakomodasi dengan penyusunan Undang-Undang khusus. "Kami mohon kiranya kepada Komisi II DPR dapat mendukung terbentuknya undang-undang tentang BUMD agar lebih tegas untuk mengatur pengelolaan masalah BUMD atas inisiatif pemerintah," tuturnya. Ia mengatakan Kementerian Dalam Negeri akan menyiapkan draf Undang-Undang BUMD.