Ragam Tradisi Nusantara Menyambut Tahun Baru Islam

TEMPO.CO, Jakarta - Ada berbagai tradisi dan ritual dalam menyambut Tahun Baru Islam 1 Muharram. Tradisi di berbagai daerah ini mengambarkan akulturasi budaya dan nilai keagamaan dari yang bernuansa religius hingga budaya lokal yang sarat simbol.

Berikut deretan tradisi 1 Muharram di berbagai wilayah Nusantara:

1. Tabuik (Pariaman, Sumatera Barat)
Tabuik merupakan upacara yang digelar masyarakat Pariaman untuk mengenang gugurnya Imam Husain, cucu Nabi Muhammad SAW, pada peristiwa Karbala. Patung tabuik berbentuk menyerupai buraq ini dibuat dari bambu, rotan, dan kertas, dengan bagian punggung yang dihiasi peti berisi perhiasan dan payung. Proses pembuatannya dimulai dari 1 hingga 10 Muharam. Puncak prosesi terjadi pada 10 Muharam saat tabuik diarak dan dilarung ke laut sebagai simbol pelepasan duka.

2. Tabot (Bengkulu)
Hampir serupa dengan Tabuik, tradisi Tabot di Bengkulu juga dilakukan untuk memperingati wafatnya Husein bin Ali. Perayaan ini sudah berlangsung sejak abad ke-17 oleh Syekh Burhanuddin atau Imam Senggolo. Masyarakat percaya jika upacara ini tidak dilakukan, maka bencana akan menimpa daerah mereka. Tabot menampilkan atraksi seni dan budaya yang kental dengan nuansa Islam dan tradisi lokal.

3. Nganggung (Bangka Belitung)
Masyarakat Bangka Belitung merayakan 1 Muharam dengan tradisi Nganggung, yaitu makan bersama keluarga dan tetangga. Tradisi ini juga menjadi ajang silaturahmi, serupa suasana Idul Fitri atau Idul Adha, di mana setiap keluarga berlomba menyambut tamu dengan berbagai sajian.

4. Kirab Kebo Bule (Surakarta, Jawa Tengah)
Di Keraton Surakarta, malam 1 Suro ditandai dengan kirab kebo bule. Beberapa kerbau berkulit putih keturunan Kebo Bule Kyai Slamet diarak keliling keraton dan kota. Kerbau ini dipercaya memiliki kekuatan magis dan simbol penolak bala, sehingga prosesi ini menjadi salah satu tradisi penting menyambut tahun baru Jawa yang bertepatan dengan 1 Muharam.

5. Mubeng Beteng Tapa Bisu (Yogyakarta)
Tradisi Mubeng Beteng atau Tapa Bisu dilakukan dengan berjalan kaki mengitari benteng Keraton Yogyakarta tanpa sepatah kata pun. Ritual ini dimulai tengah malam, diawali dengan pembacaan doa, tembang macapat Jawa, dan tahlilan. Peserta berjalan diam sejauh sekitar 4 km, sebagai simbol introspeksi diri atas perbuatan setahun terakhir. Tradisi ini sudah ada sejak masa Sultan Hamengku Buwono II pada 1919 dan masih lestari hingga kini.

6. Ledug Suro (Magetan, Jawa Timur)
Ledug Suro dirayakan dengan prosesi Ngalub Berkah Bolu Rahayu. Karnaval ini menampilkan kirab Bolu Rahayu yang kemudian diperebutkan warga. Mereka percaya kue yang didapat membawa berkah dan keberuntungan di tahun yang baru. Acara juga dimeriahkan dengan kesenian tradisional dan doa bersama.

7. Barikan (Pati, Jawa Tengah)
Warga Pati menggelar Barikan sebagai bentuk rasa syukur menyambut Tahun Baru Islam. Setiap keluarga membawa makanan dari rumah, kemudian berkumpul untuk berdoa bersama dan menikmati hidangan secara gotong-royong. Tradisi ini mempererat tali silaturahmi antarwarga dan memperkuat nilai kebersamaan.