TEMPO.CO, Jakarta -- Indonesia dan Malaysia menyepakati penyelesaian sengketa perbatasan dan pengelolaan bersama-sama Blok Ambalat. Kesepakatan ini disampaikan Presiden Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim setelah pertemuan bilateral di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Jumat, 27 Juni 2025.
Prabowo mengatakan dua negara sepakat menyelesaikan masalah perbatasan, termasuk Ambalat. “Kami sepakat bahwa sambil menunggu penyelesaian masalah-masalah hukum, kami sudah ingin mulai dengan kerja sama ekonomi yang disebut joint development,” ujar Prabowo dalam pernyataan bersama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden Prabowo mengatakan dua negara akan bersama-sama mengelola sumber daya alam yang ada di blok perairan Ambalat untuk kepentingan kedua negara. “Apapun yang kita ketemu di laut itu, kita akan bersama-sama mengeksploitasi-nya,” ucap Prabowo.
Sengketa Ambalat adalah perselisihan wilayah maritim antara Indonesia dan Malaysia yang berfokus pada blok Ambalat. Blok ini merupakan wilayah kaya minyak dan gas yang terletak di Laut Sulawesi, tepatnya di wilayah perbatasan antara provinsi Kalimantan Utara dan negara bagian Sabah.
Indonesia sudah tegas menyatakan wilayah Ambalat masuk perbatasannya sejak tahun 1980 berdasarkan Deklarasi Djuanda tahun 1957. Belakangan, Malaysia menyebut kedua blok tersebut sebagai Blok ND6 dan ND7, sebagai wilayah lautnya yang baru. Dasarnya adalah putusan Mahkamah Internasional (International Court of Justice, ICJ) yang memetakan Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi milik Malaysia pada 2002. Kedua pulau tersebut memang ketika itu dipersengketakan Indonesia dan Malaysia.
Atas dasar putusan dua pulau oleh ICJ dan juga Peta Malaysia tahun 1979, Malaysia mengklaim Blok Ambalat masuk batas wilayah lautnya. Padahal Peta 1979 banyak diprotes sesama negara ASEAN, seperti Filipina, Singapura, dan Brunei, karena mencaplok wilayah negara lain. Bahkan, Cina ikut memprotes. Malaysia menggunakan basis landas kontinen hingga mencakup juga Pulau Karang Unarang.