Tiga Kementerian Prabowo dengan Skor Kinerja Terendah Versi Indostrategi

1 month ago 17

LEMBAGA riset Indostrategi merilis survei kinerja kementerian Kabinet Merah Putih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam setahun pemerintahan. Survei ini menempatkan Kementerian Hak Asasi Manusia; Kementerian Perumahan dan Kawan Permukiman; dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada posisi terbawah.

Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca

Dalam survei ini, Indostrategi menggunakan metode penilaian dengan skala 0-5. Skala penilaian terbagi menjadi tiga, yakni kategori kinerja buruk dengan nilai 0,00-2,00; kinerja sedang 2,01-4,00; dan kiinerja baik 4,01-5,00.

“Terdapat kementerian dengan skor penilaian sedang tetapi di bawah angka 3,0, sehingga perlu meningkatkan kinerjanya,” kata Direktur Riset Indostrategi Ali Noer Zaman dalam keterangan tertulis dikutip Ahad, 19 Oktober 2025.

Berdasarkan hasil survei, Kementerian HAM mendapat skor 2,79; Kementerian PKP memperoleh nilai 2,77; dan Kementerian ESDM mendapat nilai 2,74. Sementara itu, tiga kementerian yang menempati posisi teratas adalah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dengan nilai 3,35; Kementerian Luar Negeri dengan skor 3,32; dan Kementerian Agama yang mendapat nilai 3,26.

Survei Indostrategi ini dilakukan pada awal September hingga 13 Oktober 2025 menggunakan metode purposive sampling. Jumlah narasumber 424 orang yang tersebar di 34 provinsi.

Penilaian survei dilakukan juga pada sumber-sumber berita, dokumen pemerintah, dan analisis para pengamat/akademisi. Ada sepuluh orang ahli dari berbagai latar belakang pendidikan dan pekerjaan yang memberikan informasi, pandangan, dan masukan atas data yang telah terkumpul dalam sebuah diskusi kelompok terpumpun.

Bagaimana Kinerja Kementerian yang Menempati Tiga Posisi Terendah?

Adapun laporan riset Indostrategi menyatakan kasus pelanggaran HAM masa lalu yang belum tuntas menjadi salah satu faktor negatif dalam kinerja Kementerian HAM di bawah kepemimpinan Natalius Pigai pada tahun pertama Prabowo-Gibran. Menurut laporan itu, kasus HAM yang tidak tuntas ini menunjukkan impunitas masih tinggi.

“Kebebasan berekspresi dan beragama masih sering dibatasi, sementara kriminalisasi aktivis dan intoleransi tetap terjadi,” tulis laporan riset Indostrategi.

Hasil survei ini juga menyatakan kinerja Kementerian HAM selama setahun terakhir tidak menunjukkan adanya terobosan besar, bahkan dianggap menjalankan “business as usual”. Laporan juga menyatakan bahwa persepsi publik terhadap integritas dan kompetensi Menteri Pigai cenderung negatif. “Belum ada langkah konkret menyelesaikan pelanggaran HAM struktural dan sistemik,” kata dokumen riset ini.

Di sisi lain, faktor positif dalam kinerja Kementerian HAM adalah Pigai dinilai cukup aktif menanggapi kasus pelanggaran HAM yang sedang terjadi. Lalu, hasil riset juga menilai ada indikasi penguatan demokrasi dan kebebasan sipil dalam periode awal pemerintahan Prabowo-Gibran melalui beberapa program. Program afirmatif bagi kelompok rentan mulai dijalankan.

Masih dari laporan ini, Kementerian PKP di bawah Menteri Maruarar Sirait menempati posisi kedua dari terbawah. Faktor negatif dalam kinerja Maruarar salah satunya adalah program 3 juta rumah dianggap belum jelas progres dan realisasinya. “Tidak ada data publik yang transparan,” tulis laporan Indostrategi.

Kemudian, hasil riset menyatakan belum ada strategi konkret terkait pembebasan lahan, pembiayaan rumah subsidi, dan integrasi kawasan. Selain itu, pelaksanaan program dinilai masih bersifat seremonial dan politis, tanpa kajian realistis terhadap daya beli masyarakat.

Faktor positifnya, menurut Indostrategi, adalah program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) dianggap membantu sebagian masyarakat berpenghasilan rendah untuk memperbaiki rumah menjadi layak huni. Lalu, konsep hunian vertikal di wilayah padat perkotaan juga dinilai sebagai solusi yang tepat untuk efisiensi lahan dan mengatasi backlog perumahan.

Sementara itu, kementerian dengan kinerja terendah dalam hasil survei Indostrategi adalah Kementerian ESDM di bawah kepemimpinan Bahlil Lahadalia. Laporan riset menyatakan isu lingkungan serius menjadi faktor negatif dalam kinerja Kementerian ESDM.

“Banyak tambang merusak ekosistem (misalnya kasus Raja Ampat), sementara kebijakan ESDM sering mengorbankan aspek keberlanjutan,” demikian tertulis dalam laporan.

Lalu, yang juga menjadi catatan adalah transisi energi bersih dianggap lamban, ketergantungan pada batu bara masih tinggi, hingga peta jalan atau roadmap energi hijau belum jelas. Kemudian, laporan menyatakan subsidi energi tidak tepat sasaran dan sering menyebabkan inefisiensi fiskal serta distorsi harga.

Faktor negatif lainnya adalah sistem informasi dan data sektor energi, mineral dan batu bara (minerba) lemah yang menyebabkan tumpang tindih perizinan, celah korupsi, dan lemahnya pengawasan penerimaan negara. Kasus korupsi dan oligarki pertambangan juga dianggap menurunkan kredibilitas kebijakan hilirisasi.

“Kinerja komunikasi publik Menteri ESDM dinilai retoris dan tidak diimbangi eksekusi konkret di lapangan,” tulis laporan survei.

Di sisi lain, faktor positif dalam kinerja Bahlil di Kementerian ESDM adalah program hilirisasi minerba, terutama nikel untuk industri baterai kendaraan listrik, dinilai berhasil meningkatkan nilai tambah dan posisi tawar Indonesia di pasar global. Kebijakan satu pintu impor BBM juga dianggap menjadi langkah administratif penting untuk efisiensi distribusi energi.

Faktor positif selanjutnya adalah penertiban Izin Usaha Pertambangan (IUP) mulai berjalan untuk mengurangi tambang ilegal. Kebijakan energi nasional juga disebut telah mendukung industrialisasi berbasis sumber daya alam. “Produksi minyak dan gas meningkat di beberapa blok strategis meskipun belum signifikan secara nasional,” kata laporan Indostrategi.

Read Entire Article