TEMPO.CO, Jakarta -- Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Aria Bima mengatakan, sikap partainya terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menunggu kepulangan ketua umum partai, Megawati Soekarnoputri, kembali dari Tiongkok. "Keputusan MK akan disikapi setelah Ibu Mega pulang dari kunjungan ke Cina," kata Aria saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Rabu, 16 Juli 2025.
Menurut Aria, Megawati dijadwalkan kembali ke Tanah Air pada Rabu ini. Begitu tiba, Aria mengatakan Megawati akan menerima hasil kajian dari badan riset Dewan Pimpinan Pusat PDIP yang menganalisis alternatif-alternatif tindak lanjut putusan MK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MK pada Kamis, 26 Juni 2025, memutus permohonan uji materiil Undang-Undang dalam perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024. MK memutuskan memisahkan pemilu di tingkat nasional dan daerah. Pemilu nasional mencakup pemilu anggota DPR, DPD, dan presiden dan wakil presiden, sementara pemilu lokal terdiri atas pemilu anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta pemilihan kepala dan wakil kepala daerah. Dalam putusan tersebut pemilu tingkat lokal diselenggarakan paling singkat 2 tahun atau paling lama 2,5 tahun setelah pemilu nasional.
Aria menceritakan kajian itu menghasilkan beberapa skema dengan menekankan pada konsolidasi demokrasi agar supaya lebih baik daripada sebelumnya. "Ada opsi-opsi yang nantinya akan dibawa. Nah opsi-opsi ini belum bisa saya sampaikan di sini," tutur Wakil Ketua Komisi II DPR itu.
Kendati begitu, ia mengklaim, kajian yang dilakukan PDIP tidak hanya menyoroti kepentingan partai, melainkan juga praktik berdemokrasi pada masyarakat. Dia meyakini untuk menghasilkan sistem demokrasi berkualitas, regulasi perlu dibuat secara komprehensif dan bisa mengantisipasi berbagai kondisi. Namun, dengan MK memutuskan, pilkada digelar paling singkat 2 tahun atau paling lama 2,5 tahun setelah pemilu nasional maka dibutuhkan skenario baru karena tidak ada lagi pemilu 5 kotak. "Jangan sampai justru keputusan MK ini membuat satu proses kemunduran kita."
Aria menjelaskan, DPP PDIP tidak gegabah memutuskan hal-hal yang berkaitan dengan aspek konstitusi. Sebab, apa pun keputusan MK bersifat final and binding. Namun di sisi lain, implementasi dari keputusan Mahkamah itu tidak mudah. “Ada yang ngomong perlu pemilu sela, ada yang ngomong opsional bahwa masa perpanjangan DPR untuk DPRD kabupaten dan provinsi. Terus payung hukumnya apa? ucap Aria Bima di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa, 15 Juli 2025.
Adapun Ketua DPR Puan Maharani menyatakan, putusan MK yang memisahkan pemilu dan pilkada menyalahi Undang-Undang Dasar 1945. Semua fraksi partai politik, menurut Puan, mempunyai sikap yang sama. Mereka satu suara bahwa pemilu seharusnya dihelat lima tahun sekali, bila mengacu pada konstitusi. “Jadi apa yang sudah dilakukan oleh MK, menurut undang-undang, itu menyalahi Undang-Undang Dasar,” kata Puan seusai sidang paripurna di DPR, Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa, 15 Juli 2025. Politikus PDIP itu menyatakan, DPR secara resmi belum mengambil sikap. Saat ini masing-masing fraksi masih mengkaji, sehingga nantinya mereka akan menindaklanjuti sesuai kewenangan.