TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Muhammad Kholid mengingatkan rancangan Undang-Undang KUHAP (RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) perlu diarahkan pada penguatan nilai-nilai hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi. Kholid mengatakan perlindungan terhadap hak individu dan keadilan substantif harus menjadi prioritas dalam sistem hukum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Anggota Komisi III DPR ini, sebelum reformasi, orientasi penegakan hukum lebih menekankan pada ketertiban umum dan stabilitas negara. Namun setelah reformasi, telah terjadi pergeseran nilai, yaitu dari pendekatan state-centered menjadi people-centered.
“Kita perlu menyadari bahwa hukum bukan hanya soal prosedur, tapi soal menjamin rasa keadilan,” kata Kholid melalui keterangan tertulis pada Kamis, 17 Juli 2025. Dia mendorong proses yang inklusif, terbuka melibatkan para ahli, akademisi, dan masyarakat sipil dalam proses pembahasan RUU KUHAP.
Panitia Kerja Komisi Hukum DPR bersama pemerintah telah selesai membahas daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU KUHAP pada 10 Juli 2025. Pembahasan itu berlangsung selama dua hari. Sejumlah pihak menyoroti proses pembahasan RUU itu yang dinilai sangat singkat. Padahal, jumlah DIM yang dibahas 1.676 pada batang tubuh RUU itu.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaharuan KUHAP secara masif mengkritik proses pembentukan dan pembahasan KUHAP yang dilakukan DPR dan pemerintah. Mereka menilai proses tersebut minim partisipasi bermakna dari masyarakat. Koalisi juga berpendapat DIM RUU KUHAP yang selesai dibahas DPR dan pemerintah itu masih memuat pasal-pasal bermasalah.
Beberapa ketentuan yang menjadi sorotan mereka di antaranya yakni tentang mekanisme upaya paksa, judicial scrutiny, penguatan peran advokat dalam proses hukum, serta penerapan keadilan restorasi yang bermasalah.
Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menyatakan revisi UU KUHAP berpotensi batal disahkan jika penolakan RUU tersebut terus berlanjut. “Belajar dari kegagalan pembentukan KUHAP 2012 yang baru bisa berjalan lagi 2024, saya perkirakan kita akan menunggu 12 tahun lagi untuk mengganti KUHAP 1981,” ujar politikus Partai Gerindra itu melalui keterangan pers pada Rabu, 16 Juli 2025.
Habiburokhman mengklaim pasal-pasal dalam naskah RUU KUHAP yang telah dibahas di Komisi III bersama pemerintah merupakan hasil penyerapan aspirasi masyarakat. Proses pembahasannya pun, kata dia, telah dilaksanakan secara terbuka dan disiarkan secara langsung melalui kanal media milik DPR RI.
Namun, dia menyatakan mustahil naskah RUU itu dapat merepresentasikan aspirasi dari seluruh golongan. Sebab, aspirasi masyarakat tidak sepenuhnya sama satu sama lain. Dia pun menyayangkan adanya kelompok-kelompok yang menolak RUU itu. “Banyak sekali masyarakat yang menyambut gembira poin-poin yang telah disepakati, namun demikian masih ada juga yang tetap membabi buta mengecam DPR,” ujarnya.