INFO NASIONAL - Semangat untuk mengubah nasib dan membantu sesama terpancar dari kisah Ikhsan Fajar Susandi dan Mutiara Hanifah, dua siswa Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 20 Sleman, Yogyakarta. Keduanya memiliki cita-cita mulia yang ingin mereka wujudkan melalui pendidikan di Sekolah Rakyat.
Ikhsan Fajar Susandi, siswa berusia 16 tahun, bercita-cita menjadi bupati di masa depan. Keinginannya itu diungkapkan langsung kepada Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul saat meninjau Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) SRMA 20 Sleman, pada Rabu, 16 Juli 2025.
"Cita-citamu ingin jadi apa?" ujar Gus Ipul, di sela-sela kunjungannya.
"Ingin jadi bupati," kata Ikhsan mantap.
Jawaban Ikhsan disambut tepuk tangan meriah dari teman-teman sekelasnya. Kepemimpinan Ikhsan memang sudah terlihat sejak dini, apalagi ia dipercaya sebagai ketua kelas. Ia bercerita bahwa dorongan menjadi bupati muncul dari pengalaman pribadi di desanya, Clapar III, Kelurahan Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kulon Progo.
"Dua tahun lalu jelang hari raya (Idul Fitri), ada tetangga saya yang sakit kanker di bagian lutut, selama dua tahun itu tidak bisa jalan dan bengkak, terus waktu malam takbiran itu beliau meninggal, yang saya harapkan kalau saya jadi bupati bisa bangun rumah sakit di daerah saya," katanya.
Ia prihatin karena banyak lansia di kampungnya kesulitan mendapatkan layanan kesehatan akibat jauhnya fasilitas medis. "Jadi saya harap kalau berkesempatan jadi bupati, bisa bangun fasilitas kesehatan yang memadai," ujar Ikhsan.
Ikhsan berasal dari keluarga sederhana. Sang ayah bekerja sebagai buruh bangunan, sementara ibunya berjualan tempe benguk—makanan khas Kulon Progo yang terbuat dari biji koro benguk. "Kalau penghasilan ibu dari berjualan itu biasanya bersih per dua hari itu Rp50 ribu kalau ramai," ucapnya.
Melalui Sekolah Rakyat, Ikhsan berharap dapat memperbaiki kondisi ekonomi keluarganya sekaligus mewujudkan impiannya membantu masyarakat. "Yang saya rasakan, pertama itu saya deg-degan karena belum tahu tempatnya seperti apa, seiring berjalannya waktu jadi tahu orang-orangnya ramah, guru-gurunya ramah," katanya, menambahkan.
Tak hanya Ikhsan, Mutiara Hanifah (16) juga memiliki harapan besar. Ia ingin menjadi dokter agar bisa membantu orang-orang di sekitarnya. "Karena di sekitar itu banyak yang sakit, kebetulan ibu saya juga lagi sakit," tutur Mutiara.
Mutiara berasal dari keluarga kurang mampu. Ayahnya adalah buruh harian lepas dengan penghasilan tidak tetap. Bersama orang tua dan kedua saudaranya, ia tinggal di rumah kontrakan di Sleman, Yogyakarta.
Dengan bersekolah di SRMA 20 Sleman, Muti berharap bisa meringankan beban orang tua. "Karena kan mereka (orang tua) masih ada tanggungan adik saya yang masih kecil, ingin membanggakan orang tua, ingin membuat mereka tersenyum kembali," ucapnya.
Mutiara juga merasa nyaman dengan suasana di Sekolah Rakyat. "Teman-temannya baik bisa diajak solid, kita sudah menganggap jadi satu saudara, untuk gurunya juga baik dan perhatian, terus fasilitasnya sudah cukup baik juga," katanya.
SRMA 20 Sleman saat ini memiliki 75 siswa tingkat SMA. Untuk mendukung keseharian mereka, sekolah menyediakan 14 wali asuh yang siaga selama 24 jam, serta dua wali asrama. Proses pembelajaran difasilitasi oleh 17 guru dari berbagai bidang ilmu.
Sekolah Rakyat menjadi wadah bagi anak-anak seperti Ikhsan dan Mutiara untuk menggenggam harapan dan menciptakan masa depan yang lebih baik bagi diri sendiri, keluarga, dan lingkungan sekitarnya. (*)