Sejumlah Kebijakan Fadli Zon yang Menuai Polemik

4 weeks ago 12
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

MENTERI Kebudayaan Fadli Zon kembali mendapat sorotan dari publik. Setelah membuat sejumlah pernyataan yang menyulut kontroversi, dia kembali membuat kebijakan yang menuai kritik, yaitu menetapkan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional.

Politikus Partai Gerindra itu menjabat Menteri Kebudayaan di Kabinet Merah Putih sejak 21 Oktober 2024. Sebelumnya, Fadli Zon pernah menduduki jabatan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2014-2019.

Berikut sejumlah kebijakan dan pernyataan Fadli Zon yang memicu polemik dan mendapat sorotan publik.

Penetapan 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan

Fadli Zon menetapkan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional. Penetapan itu tertuang dalam Keputusan Menteri Kebudayaan Nomor 162/M/2025 tentang Hari Kebudayaan. Publik menyoroti penetapan 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional itu karena tanggal tersebut bertepatan dengan hari lahir Presiden Prabowo Subianto, yang lahir di Jakarta pada 17 Oktober 1951.

Menteri Kebudayaan mengatakan tanggal itu dipilih karena bertepatan dengan pengesahan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 tentang Penetapan Lambang Negara. Dia menuturkan hari itu adalah momen penting di mana Presiden Sukarno meresmikan Garuda Pancasila sebagai lambang negara, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagai bagian dari identitas bangsa.

“Bhinneka Tunggal Ika bukan sekadar semboyan, tetapi filosofi hidup bangsa Indonesia yang mencerminkan kekayaan budaya, toleransi, dan persatuan dalam keberagaman,” kata Fadli melalui keterangan tertulis pada Senin, 14 Juli 2025.

Fadli Zon menegaskan penetapan hari kebudayaan nasional penting dilakukan guna meningkatkan pemahaman publik atas nilai-nilai kebudayaan bangsa. Karena itu, dia mengajak seluruh lapisan masyarakat agar dapat sama-sama memaknai hari sakral tersebut.

Seniman Butet Kartaredjasa mengkritik keputusan Fadli Zon. Dia mengatakan pemilihan 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional seperti menjilat kekuasaan. Menurut dia, keputusan itu hanya menimbulkan banyak spekulasi buruk di masyarakat. “Sama sekali itu tidak ada urgensinya, kecuali menjadi objek untuk sarana menjilat. Itu saja," kata dia melalui sambungan telepon pada Senin, 14 Juli 2025.

Kalaupun hari kebudayaan penting untuk ada, kata dia, maka semestinya penetapannya harus ditempuh dengan proses yang layak. Pemerintah harus melakukan kajian mendalam, melibatkan para seniman dan budayawan dari berbagai daerah, serta memilih hari yang memiliki sejarah penting dalam kebudayan Indonesia. “Misalnya, hari kongres kebudayaan pertama sebelum Indonesia merdeka,” ujarnya.

Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

Kementerian Kebudayaan sedang mengerjakan proyek penulisan ulang sejarah Indonesia. Fadli Zon mengatakan pemerintah menargetkan proyek ini rampung pada Agustus nanti. Namun sejumlah kalangan menolaknya dan mendesak pemerintah menghentikan proyek tersebut.

Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas menggeruduk Fadli Zon saat sedang rapat kerja bersama Komisi X DPR pada Rabu, 2 Juni 2025. Koalisi Sipil mengatakan interupsi ini merupakan aksi simbolik.

“Untuk memprotes adanya pemutihan sejarah dan juga mengecam pernyataan Fadli Zon yang mengatakan pemerkosaan massal 1998 adalah rumor dan tidak ada buktinya," kata salah seorang perwakilan koalisi, Jane Rosalina, saat ditemui di sekitar kompleks parlemen.

Dalam rapat tersebut, KOMISI X DPR meminta klarifikasi Fadli Zon atas berbagai kekisruhan yang terjadi belakangan ini, termasuk soal penulisan ulang sejarah. Kepada anggota DPR, Fadli Zon mengatakan tujuan penulisan ulang sejarah adalah untuk memperbarui narasi sejarah yang belum pernah tersampaikan dan menghadirkan narasi positif sebagai upaya pemersatu bangsa di tengah perbedaan.

“Jadi tone-nya kita positif juga, mengembangkan termasuk pencapaian di dunia internasional yang luar biasa dengan konferensi Asia Afrika, gerakan nonblok, dan lain-lain gitu ya. Kita berharap sejarah ini sebagai pemersatu bangsa kita dari berbagai masing-masing perbedaan,” kata Fadli.

Politikus Partai Gerindra ini juga menyebutkan penulisan sejarah untuk memperbarui apa yang telah ditulis dan mengisi kekosongan tulisan sejarah sejak 26 tahun terakhir atau sejak era Presiden B.J. Habibie. Pembaruan ini termasuk mencari temuan data hukum, hingga peninggalan yang bersifat arkeologis untuk menguatkan fakta sejarah.

Pernyataan soal Pemerkosaan Massal 1998 Hanya Rumor

Sebelumnya, Fadli Zon juga menuai kecaman atas pernyataannya yang menyebutkan peristiwa pemerkosaan massal pada 1998 hanya rumor. Dia menyatakan hal itu dalam wawancara tentang proses penulisan ulang sejarah bersama jurnalis senior dari IDN Times, Uni Zulfiani Lubis.

Sejumlah kalangan mengecam pernyataan Fadli Zon itu. Koalisi Masyarakat Sipil, misalnya, menilai pernyataan Menteri Kebudayaan itu telah mencederai sejarah. Koalisi menuntut Fadli mencabut pernyataannya permintaan maaf.

“Pernyataan Fadli Zon menunjukan sikap nirempati terhadap korban dan seluruh perempuan yang berjuang bersama korban,” kata Tim Relawan untuk Kekerasan Terhadap Perempuan Ita F. Nadia dalam Konferensi Pers Masyarakat Sipil Melawan Impunitas melalui Zoom Meeting pada Jumat, 13 Juni 2025.

Nadia mengatakan Fadli Zon telah gagal memahami kekhususan dari kekerasan seksual dibandingkan dengan bentuk-bentuk kekerasan lainnya. Padahal, kata dia, dalam peristiwa tersebut terdapat pelanggaran luar biasa yakni secara sengaja menyasar, memerkosa, dan menyiksa perempuan beretnis Tionghoa. Argumen bahwa tidak ada bukti yang sah tentang peristiwa itu, kata Nadia, adalah kesalahan fatal. 

Mengenai pernyataannya yang menjadi polemik, Fadli mengatakan pernyataan itu adalah pendapat pribadi dan tidak berkorelasi dengan sejarah. Dia menuturkan pernyataan yang jadi polemik itu adalah ketika dia mempersoalkan istilah massal pada kasus sosial yang terjadi pada Mei 1998. Di mana, menurut dia, semestinya ada fakta yang jelas dan bukti akademiknya, termasuk siapa yang jadi korban dan di mana tempatnya.

“Itu pendapat saya pribadi. Ini enggak ada urusannya dengan sejarah, dan boleh kan dalam demokrasi itu berbeda pendapat. Kalau ada yang mempunyai bukti-bukti, ‘Ini loh namanya massal’, silakan,” ujarnya di IPDN, Sumedang, Jawa Barat, Selasa, 24 Juni 2025.

Penobatan Cevi Yusuf Isnendar sebagai Raja Kebudayaan Banjar Kalimantan

Menteri Kebudayaan Fadli Zon menobatkan Cevi Yusuf Isnendar sebagai Raja Kebudayaan Banjar Kalimantan. Penobatan berlangsung di Kraton Majapahit, Jakarta, Selasa, 6 Mei 2025. 

Namun penobatan Cevi itu menuai polemik. Menurut Pangeran Syarif Abdurrahman Bahasyim, yang bergelar Bangsawan Kesultanan Banjar Pangeran Syarif, meminta penobatan itu harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan dan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).

Pria yang akrab disapa Habib Banua ini menjelaskan Fadli Zon menobatkan Cevi Yusuf Isnendar sebagai Raja Kebudayaan Banjar Kalimantan berdasarkan undangan A.M Hendropriyono. Sebagai representasi pemerintah, kata dia, Menteri Kebudayaan harus menjunjung tinggi budaya timur, maka pelantikan Cevi Yusuf Isnendar sebagai Raja Kebudayaan Banjar Kalimantan harus dilakukan secara hati-hati.

“Jika tidak dilakukan maka akan ada kemungkinan pihak yang betul-betul sah yang dirugikan dan berpotensi menimbulkan konflik sosial," kata dia di Banjarmasin pada Kamis, 8 Mei 2025, seperti dikutip dari Antara.

Habib Banua mengatakan peran Hendropriyono, yang pernah dianugerahi gelar kebangsawanan oleh Sultan Haji Khairul Saleh Al Mu’tashim Billah, memprakarsai penobatan Cevi Yusuf Isnendar itu sebagai bentuk pengakuan pribadi. “Bukan pengakuan masyarakat adat ataupun masyarakat Banjar,” ucap Habib Banua.

Dia menambahkan Kesultanan Banjar sebagai budaya Banjar di bawah Sultan Khairul Saleh Al Mutelah berdiri dan telah diakui Raja Nusantara dan NKRI, bahkan Malaysia serta Brunei Darussalam.

Dede Leni Mardianti, Dian Rahma Fika, Ervana Trikarinaputri, Dani Aswara, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Mengapa DPR Anggap Putusan MK soal Pemilu Salahi Konstitusi

Read Entire Article