ORGANISASI advokasi kebijakan publik, Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia atau Rukki, berharap pemerintah membatasi keterlibatan industri tembakau dalam penyusunan kebijakan. Laporan Tobacco Interference Index (TII) atau Indeks Gangguan Industri Tembakau terbaru dari Rukki menilai saat ini industri rokok masih berperan besar dalam pembentukan kebijakan di tanah air.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Menurut Sekretaris Rukki sekaligus salah satu penyusun laporan TII 2025, Mohammad Ainul Maruf, pejabat di Indonesia masih menormalisasi pertemuan-pertemuan strategis dengan pelaku industri tembakau. Maruf menilai interaksi itu memberi legitimasi terhadap penjualan produk tembakau yang seharusnya dibatasi.
Sebaiknya, kata dia, ruang interaksi tersebut dipersempit. Jikapun pemerintah terpaksa bertemu dengan pihak yang mewakili kepentingan industri tembakau, Maruf menyebut mereka perlu memberikan laporan secara terbuka. "Harus menerapkan prinsip transparansi," kata Maruf dalam acara peluncuran TII 2025 Rukki di Setiabudi, Jakarta Selatan pada Selasa, 14 Oktober 2025.
Dalam laporan TII 2025, Rukki memberikan skor 82 dari 100 terhadap campur tangan industri rokok di Indonesia. Skor mendekati 100 menunjukkan tingginya peran industri dalam penentuan kebijakan.
Pemberian nilai itu berdasarkan kuesioner yang dikembangkan oleh Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA). Kuesioner berisi 20 pertanyaan seputar pengaruh industri tembakau dalam penyusunan kebijakan. Rukki mengumpulkan data lewat berbagai domain publik hingga korespondesi resmi milik pemerintah untuk mengisi kuesioner tersebut.
Salah satu indikator yang membuat skor TII 2025 Indonesia tinggi adalah berbagai interaksi pemerintah dengan pelaku bisnis. Rukki menilai banyak interaksi tersebut sebenarnya tidak perlu.
"Berbagai pejabat di Indonesia, mulai dari menteri hingga kepala dinas, terlibat dalam interaksi yang menguntungkan industri tembakau, termasuk kunjungan ke pabrik rokok, peresmian fasilitas produksi, serta dukungan terhadap ekspor dan pengembangan usaha industri tembakau," seperti tertulis dalam laporan TII 2025 dari Rukki.
Menurut Maruf, pemerintah Indonesia saat ini tidak memiliki mekanisme yang mewajibkan pengungkapan terbuka atas interaksi dengan industri tembakau. Selain itu, Rukki juga menyoroti tidak adanya kewajiban pendaftaran bagi entitas, organisasi, atau individu yang mewakili industri tembakau agar aktivitasnya dapat dipantau masyarakat.
Tempo berupaya meminta tanggapan industri tembakau mengenai laporan Rukki tersebut. Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Henry Najoan dan Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wahyudi belum merespons pertanyaan yang Tempo kirim melalui aplikasi perpesanan.























:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5355540/original/097533400_1758342203-G0_TgSNW8AADM8o.jpeg)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5379757/original/042945100_1760361661-1.jpg)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5366183/original/028563300_1759219654-Xiaomi_17_Pro_dan_17_Pro_Max.jpg)



:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5376794/original/076134300_1760056024-2.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5375609/original/083197200_1759973431-WhatsApp_Image_2025-10-08_at_18.16.54.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1989251/original/088669100_1520911734-Manchester-United-Sevilla4.jpg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5354573/original/075950200_1758257804-20250917_142736.jpg)