TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Aria Bima mengusulkan agar tindak lanjut pemisahan jadwal pemilihan umum dibahas secara bersama-sama oleh lembaga eksekutif, yudikatif, hingga legislatif. Aria Bima menyarankan agar pertemuan itu dijadwalkan pada hari ulang tahun Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya mengusulkan mumpung kita mau 17 Agustus sebaiknya presiden melakukan langkah-langkah rapat konsultatif antarlembaga tinggi negara menyikapi keputusan-keputusan MK," ujar Aria di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Rabu, 16 Juli 2025.
Menurut Aria, pertemuan itu patut dipertimbangkan untuk meredam polemik putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII. Pasalnya, hingga saat ini fraksi-fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat menunjukkan ketidaksetujuan terhadap putusan tersebut.
Di lain sisi, putusan itu juga disambut baik oleh sejumlah kalangan termasuk Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi. Bila pro dan kontra dibiarkan, Aria menilai itu bukan suatu hal yang bijak.
Oleh karena itu, dia mendorong Ketua DPR Puan Maharani untuk menginisiasi pertemuan itu. "Saya kira Mbak Puan atau presiden mengambil inisiatif melakukan rapat konsultasi keputusan MK dengan DPR mungkin juga dengan Mahkamah Konstitusi sendiri dengan yang lainnya supaya tidak terlalu heboh," kata Wakil Ketua Komisi II DPR itu.
Ia menyatakan saat ini Komisi Bidang Pemerintahan DPR belum memiliki sikap resmi terhadap putusan MK. Alasannya, karena masing-masing fraksi partai politik masih mengkaji. "Komisi II pasti sebagai akibat setelah ada pembicaraan antar partai politik antar pimpinan fraksi di DPR," tutur dia.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan pemerintah masih mengkaji putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pemisahan pemilu nasional dan pemilu lokal. Pemerintah akan melakukan kajian sebelum mengambil tindak lanjut atas putusan MK tersebut. "Kami harus mengkaji, kan, masih ada waktu," ujar Tito saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Rabu, 16 Juli 2025.
Dalam menelaah dampak putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024, Tito menjelaskan, kementerian dan lembaga yang terkait akan terlibat. Ia menyebut di antaranya Kementerian Sekretaris Negara, Kementerian Hukum, hingga Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan. .
MK pada Kamis, 26 Juni 2025, memutus permohonan uji materiil Undang-Undang dalam perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024. MK memutuskan memisahkan pemilu di tingkat nasional dan daerah. Pemilu nasional mencakup pemilu anggota DPR, DPD, dan presiden dan wakil presiden, sementara pemilu lokal terdiri atas pemilu anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta pemilihan kepala dan wakil kepala daerah. Dalam putusan tersebut, pemilu lokal diselenggarakan paling singkat 2 tahun atau paling lama 2,5 tahun setelah pemilu nasional.
Di lain sisi, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani mengatakan putusan MK soal pemisahan pemilu nasional dan lokal menyalahi Undang-Undang Dasar 1945. Dia menuturkan semua fraksi partai politik di DPR mempunyai sikap yang sama bahwa pemilu seharusnya dihelat lima tahun sekali, bila mengacu pada konstitusi.
“Jadi apa yang sudah dilakukan oleh MK, menurut undang-undang, itu menyalahi Undang-Undang Dasar,” kata Puan seusai sidang paripurna di DPR pada Selasa, 15 Juli 2025. Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu mengatakan semua fraksi partai politik akan menyikapi putusan MK itu sesuai dengan kewenangan mereka.