Pimpasa, Wajah Baru Ditjen Imigrasi, BangunEkosistem Perlindungan PMI Berbasis Desa

1 week ago 11

INFO NASIONAL – Pagi itu udara lembap menyelimuti halaman balai desa yang berdinding kayu di pinggiran Kabupaten Madiun. Matahari baru naik sepenggalah ketika puluhan warga, laki-laki dan perempuan, berkumpul dengan raut wajah penuh harap. Mereka datang bukan untuk urusan administrasi desa biasanya, melainkan untuk memahami sesuatu yang selama bertahun-tahun terasa jauh dari kehidupan sehari-hari mereka: keimigrasian.

Bagi sebagian besar masyarakat desa, kata imigrasi selama ini identik dengan paspor dan kantor pemerintah yang jauh dari jangkauan. Namun pertemuan di Desa Dalopo hari itu menjadi awal perubahan besar. Warga bertemu langsung dengan Petugas Imigrasi yang hadir untuk memberikan edukasi, memberi pemahaman, dan yang paling penting, melindungi masyarakat agar tidak terjerumus dalam jerat kejahatan lintas negara, seperti penipuan dengan modus keberangkatan kerja, tindak pidana penyelundupan manusia (TPPM), dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Pertemuan itu juga menjadi tonggak sejarah lahirnya Petugas Imigrasi Pembina Desa (Pimpasa) pada Program Desa Binaan Imigrasi, sebuah langkah strategis yang kemudian berkembang pesat dan menjadi wajah baru Direktorat Jenderal Imigrasi di tengah masyarakat.

“Kami melihat kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan perlindungan. Banyak peristiwa yang menunjukkan bahwa desa adalah salah satu titik paling rentan terhadap kejahatan perdagangan orang dan migrasi non-prosedural. Dari situlah gagasan ini tumbuh,” tutur Sandi Andaryadi, Sekretaris Direktorat Jenderal Imigrasi, saat menceritakan kembali latar belakang lahirnya program ini.

Awal Sebuah Perubahan

Ide pembentukan Pimpasa dan Desa Binaan Imigrasi berangkat dari kenyataan banyaknya kasus perdagangan manusia dan penipuan tenaga kerja. Semua itu bermula dari desa-desa, tempat membuncahnya harapan akan kehidupan yang lebih baik yang ironisnya juga tempat di mana minimnya informasi dapat menciptakan celah eksploitasi.

Tidak kurang dari 13.000 kasus PMI ilegal telah melenyapkan miliaran uang negara yang turut menghancurkan segenap harapan ekonomi banyak orang akibat pembiayaan repatriasi, bantuan hukum, serta hilangnya devisa dan pendapatan Negara bukan pajak (PNBP).

Sandi menjelaskan, program ini pertama kali dijalankan pada tahun 2022, dimulai dari Desa Dalopo di Madiun sebagai desa percontohan yang kemudian meluas ke berbagai daerah. Dalam kurun beberapa tahun, perkembangan program ini meningkat signifikan. “Program ini bukan sekadar proyek administratif atau dimunculkan karena memenuhi kewajiban. Ini adalah gerakan perlindungan berbasis komunitas. Kami ingin masyarakat desa punya pengetahuan dan keberanian untuk berkata tidak pada tawaran berbahaya yang mengancam keselamatan mereka,” jelasnya.

Hingga September 2025, tercatat 419 desa telah ditetapkan sebagai Desa Binaan Imigrasi, yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Di desa-desa tersebut telah hadir 180 orang Pimpasa, yang menjadi perpanjangan tangan Direktorat Jenderal Imigrasi dalam edukasi, sosialisasi, serta deteksi dini ancaman keimigrasian.

Pimpasa: Garda Terdepan Pembinaan Masyarakat

Dalam perjalanan program ini, sosok Pimpasa menjadi bagian penting. Mereka datang bukan membawa citra aparat pemerintah yang kaku, melainkan membangun hubungan personal dan kepercayaan.

Sandi menggambarkan Pimpasa sebagai jembatan antara masyarakat desa dan institusi imigrasi. “Tujuan pimpasa adalah meningkatkan literasi masyarakat tentang migrasi aman dan pencegahan migrasi non-prosedural. Masyarakat perlu seseorang yang bisa mereka percaya, seseorang yang hadir di lapangan, yang memahami persoalan nyata dan bukan hanya datang memberikan instruksi. Itulah peran Pimpasa,” tutur Sandi.

Tugas Pimpasa tak hanya berkaitan dengan pencegahan potensi tindak pidana perdagangan orang dan penyelundupan manusia ke luar negeri. Mereka juga mengadakan kelas edukasi keimigrasian di balai desa, mendampingi warga yang ingin mengurus paspor untuk bekerja secara legal, hingga membantu desa memetakan potensi kerawanan sosial.

Dalam berbagai kesempatan, Sandi menerima cerita-cerita dari Pimpasa mengenai betapa banyak warga yang awalnya takut untuk bertanya, namun akhirnya tergerak melapor ketika mencurigai perekrutan tenaga kerja ilegal di lingkungan mereka. “Di sinilah kekuatan program ini, yaitu ketika masyarakat menjadi subjek aktif, bukan objek yang sekadar ditangani,” ungkap Sandi.

Kenyataan Lapangan dan Tantangan yang Menguji

Tak dapat dipungkiri, perjalanan implementasi Pimpasa dalam menangani Desa Binaan Imigrasi tidak selalu mulus. Masih banyak wilayah pedesaan yang menghadapi keterbatasan sumber daya manusia dan keterbatasan akses informasi. Pada awal-awal pelaksanaannya, koordinasi lintas sektor menjadi kendala tersendiri. Tidak semua pihak memahami urgensi persoalan perdagangan orang dan migrasi non-prosedural. Banyak aparat dan masyarakat desa yang awalnya belum sepenuhnya memahami bahaya perdagangan orang dan migrasi non-prosedural persoalan yang sering dianggap sekadar isu luar negeri, padahal sangat membayangi desa-desa kantong migran Indonesia. Namun secara bertahap, kebutuhan untuk bergerak bersama menjadi semakin jelas.

“Di lapangan, kami melalui Pimpasa harus membangun kepercayaan tidak hanya dengan masyarakat, tetapi juga dengan aparat lokal. Setiap orang memegang perannya masing-masing dan kolaborasi ini yang kami butuhkan,” ujarnya.

Edukasi yang Melindungi

Kehadiran Pimpasa dalam program Desa Binaan Imigrasi yang terintegrasi dengan Desa Migran Emas dan Pos Bantuan Hukum diharapkan memfasilitasi masyarakat desa untuk kemampuan melindungi diri mereka sendiri. Pemuda dan pemudi desa yang dahulu tergoda janji pekerjaan instan ke luar negeri kini mendapatkan pemahaman tentang pentingnya prosedur resmi, risiko sindikat perdagangan orang, dan hak-hak mereka sebagai pekerja migran setelah mendapat penjelasan dan edukasi yang baik dari Pimpasa.

Sandi menyampaikan bahwa tujuan terbesar program ini adalah membangun keberdayaan komunitas dan ekosistem desa yang sadar akan kejahatan transnasional TPPO/TPPM. “Kami tidak ingin hanya menghindarkan warga dari ancaman. Kami ingin membuat mereka mampu melindungi diri dan orang-orang di sekitarnya. Desa harus kuat, bukan karena dilindungi, tetapi karena mampu ikut melindungi,” ucapnya.

Pencegahan perdagangan orang dan migrasi ilegal dapat diwujudkan melalui kolaborasi bersama stakeholders terkait. Di satu sisi, Ditjen Imigrasi menggerakkan inisiatif Pimpasa pada Desa Binaan Imigrasi sebagai pembuka ruang edukasi. Di sisi lain, Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dengan program Desa Migran Emas memperluas literasi tentang jalur aman berkarier sebagai pekerja migran, sementara Kementerian Hukum hadir dengan Pos Bantuan Hukum (Posbakum) untuk mendampingi masyarakat dari sisi advokasi hukum. Ketiganya beririsan secara fungsional, memperkuat capacity building dan deteksi dini, menutup celah kejahatan migrasi ilegal dari hulu hingga hilir.

Menjaga Martabat dan Keselamatan Masyarakat

Keberadaan Pimpasa pada Program Desa Binaan Imigrasi sesungguhnya mengubah pola pikir tentang imigrasi itu sendiri. Bukan lagi sekadar gerbang keluar masuk negara, melainkan penjaga martabat dan keselamatan masyarakat hingga ke pelosok.

Di tempat-tempat yang dulu tak pernah tersentuh penyuluhan keimigrasian, kini ada ruang belajar baru. Ada wajah-wajah petugas imigrasi yang duduk bersila bersama warga desa, berbicara dengan bahasa yang sederhana, dan mendengar dengan hati. Ada rasa bangga baru ketika warga menyematkan badge Desa Binaan Imigrasi di balai desa mereka: bukan sebagai simbol birokrasi, tetapi sebagai bukti bahwa negara ada bersama mereka.

Sebuah Janji yang Tak Berhenti di Balai Desa

Sandi Andaryadi menutup dengan pesan yang terasa kuat dan tulus, sebuah pesan yang mencerminkan esensi Pimpasa sebagai wujud nyata kehadiran negara. “Pimpasa dan Desa Binaan Imigrasi adalah cara kami memastikan bahwa tidak ada satu pun warga negara yang berjalan sendirian ketika mereka ingin meraih masa depan yang lebih baik. Negara harus hadir bukan hanya ketika masalah terjadi, tetapi jauh sebelum itu, bahkan di titik pertama harapan dimulai.”

Dia melanjutkan, Desa Binaan Imigasi bersama dengan Desa Migran Emas dan Pos Bantuan Hukum akan bersinergi untuk mewujudkan segala harapan itu. Penguatan Pimpasa dalam ekosistem ini mengiringi langkah Indonesia untuk migrasi aman yang dimulai dari desa. “Di balai desa yang sederhana, tumbuh harapan akan perlindungan, kekuatan dan martabat masyarakat yang utuh dan terjaga,” kata Sandi Andaryadi. (*)

Read Entire Article