TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati mengalami serangan doxing setelah akun Instagram Dinas Komunikasi dan Informasi Pemerintah Provinsi Jawa Barat memakai fotonya untuk sebuah video.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Neni mengatakan akun Instagram @neni1783 dan akun tiktok @neninurhayati36 miliknya mendapat serangan doxing sejak 15 Juli 2025. Neni mendapat informasi ternyata fotonya muncul di akun Instagram resmi @DiskominfoJabar dengan kolaborasi akun @jabarprovgoid, @humas_jabar, dan @jabarsaberhoaks yang membahas terkait dengan anggaran belanja media.
Video yang diunggah akun @DiskominfoJabar berisi bantahan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi bahwa pemangkasan anggaran Rp 47 miliar tidak dipakai untuk membayar buzzer. Namun, video itu ditempel dengan foto Neni Nur Hayati.
“Saya tentu sangat menyayangkan langkah pemerintah provinsi Jawa Barat yang memposting foto saya tanpa seizin, menafsirkan secara sepihak, menghakimi dan disebarluaskan melalui akun resmi Diskominfo,” kata Neni dalam keterangan tertulis kepada Tempo, Kamis, 16 Juli 2025.
Setelah fotonya tersebar, Neni pun mendapat serangan kata-kata kasar di akun Instagram-nya. Bahkan sampai ke doxing. Doxing di antaranya dilakukan oleh akun Instagram @izrail_6661, @soeherly, @finaf238. Bahkan, akun Instagram dengan pengguna @mulya.agung1 mengirim kata kasar ke kotak pesan Neni.
Tempo mengirim pesan konfirmasi ke Dedi Mulyadi. Namun, hingga berita ini dibuat, Dedi belum merespons Tempo.
Neni mengatakan pernah membuat konten terkait dengan bahaya buzzer yang dapat mengancam demokrasi dan eksistensi negara di TikTok pada 5 Mei 2025. Namun, Neni mengatakan konten tersebut hanya meneruskan informasi yang disampaikan oleh data Kompas terkait dengan “Buzzer Mengepung Warga”, “Menyelisik Jejak Para Buzzer, dari Kosmetik sampai Politik”, “Buzzer Politik Pemborosan Anggaran dan Alat Propaganda yang Mengancam Demokrasi” serta “Perangkat Teknologi yang Dipakai Buzzer Dijual Bebas”.
Ia mengatakan tujuan video tersebut untuk edukasi publik dan mengingatkan kepada para kepala daerah untuk tidak melakukan pencitraan berlebihan. Ia juga mengimbau kepala daerah melibatkan masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan serta tidak mengerahkan buzzer untuk melakukan penyerangan kepada aktivis yang kritis terhadap kebijakan publik.
“Dalam video tersebut, saya sama sekali tidak menyebut Gubernur Jawa Barat secara khusus, yakni Kang Dedi Mulyadi,” katanya. “Video tersebut general untuk seluruh kepala daerah yang terpilih pada Pemilihan Serentak 2024.”
Neni mengatakan dalam beberapa video memang mengkritik kebijakan Dedi Mulyadi. Tetapi ia juga mengapresiasi Gubernur Jawa Barat itu dalam video lain.
“Saya kira ini adalah hal yang wajar. Saya tidak melakukan penyerangan secara pribadi, sebab yang saya kritisi adalah kebijakannya. Selain Kang Dedi, tentu ada banyak pejabat publik lainnya yang saya juga kritik melalui akun tiktok tersebut,” ujarnya.