TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti mengklaim mendapat respons baik dari masyarakat ihwal penerapan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025. Sistem ini menggantikan kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Secara keseluruhan SPMB ini dinilai baik oleh masyarakat dan lebih lancar," kata dia ditemui di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu, 16 Juli 2025.
Dia bercerita mendapat testimoni dari masyarakat Aceh saat melakukan pemantauan di lapangan ihwal pelaksanaan SPMB. "Ada yang memberi istilah menarik, (SPMB) ini seperti pengantin baru jadi masih beradaptasi," ucapnya.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah ini tak menampik bila ada sejumlah masalah dalam implementasi sistem penerimaan siswa yang digagas kementeriannya. Namun, ujar dia, adanya masalah itu sebagai hal yang wajar dalam menjalankan kebijakan.
Mu'ti mengatakan kementeriannya akan mengevaluasi secara keseluruhan pelaksanaan SPMB secara nasional. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah sedang menghimpun data-data, terutama yang menyangkut ihwal permasalahan.
"Kami akan menindaklanjuti dan hasil evaluasinya akan menjadi input untuk perbaikan SPMB pada tahun-tahun mendatang," katanya.
Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Lalu Hadrian Irfani mengungkap adanya sejumlah permasalahan yang terjadi dalam implementasi SPMB tahun ini. Dia mengaku mendapat laporan dari berbagai daerah.
Salah satunya soal penerimaan murid melalui jalur prestasi yang masih terdapat celah untuk dilakukan kecurangan oleh oknum di Nusa Tenggara Barat. Dia mengatakan ada temuan salah satu siswa yang mendapat nilai sempurna di empat mata pelajaran selama lima semester.
"Ada pengkondisian nilai rapor. Di beberapa daerah juga terjadi hal yang sama," ujarnya di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 16 Juli 2025.
Ombudsman RI juga menemukan masalah jalur prestasi dalam SPMB 2025. Misalnya kasus pemalsuan dan tidak adanya transparansi perhitungan nilai prestasi seperti yang terjadi di Depok, Jawa Barat.
Sejumlah persoalan SPMB juga terjadi di tahun perdana pelaksanaannya. Mulai dari praktik titip kursi oleh pejabat, tumpang tindih aturan jalur domisili, hingga masih diberlakukannya tes membaca, menulis, dan berhitung (calistung) untuk masuk SD.
Bentuk kecurangan itu, berdasarkan temuan Ombudsman RI, seperti pungutan liar yang terjadi oleh komite sekolah, baik dengan alasan pembelian seragam dan lain sebagainya.
Ombudsman RI pun menemukan kecurangan untuk jalur domisili. Lembaga itu melaporkan adanya perbedaan tempat tinggal murid dengan tempat anak bersekolah masih ditemukan di beberapa tempat. Misalnya, terdapat murid yang tinggal di Jakarta tapi bersekolah di Bekasi.
Untuk jalur afirmasi di SPMB, Ombudsman menilai pemerintah daerah masih gagap untuk menentukan siapa yang layak mendapatkan jalur afirmasi dan meminggirkan penyandang disabilitas. Adapun seluruh masalah tersebut, Ombudsman menyebut persoalan utamanya disebabkan karena tidak adanya pemetaan dari pemerintah daerah terkait kebutuhan penerimaan murid baru di daerah.