Mengapa DPR Anggap Putusan MK soal Pemilu Salahi Konstitusi

1 month ago 30
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

MAHKAMAH Konstitusi memutuskan penyelenggaraan pemilu di tingkat nasional harus dilakukan terpisah dengan penyelenggaraan pemilu tingkat daerah atau kota (pemilu lokal). Dalam Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 itu yang dibacakan pada 26 Juni 2025 itu, MK memutuskan pemilu lokal diselenggarakan paling singkat 2 tahun atau paling lama 2,5 tahun setelah pemilu nasional.

Pemilu nasional adalah pemilu anggota DPR, DPD, dan presiden dan wakil presiden, sementara pemilu lokal terdiri atas pemilu anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta pemilihan kepala dan wakil kepala daerah. Dengan putusan itu, pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai “Pemilu 5 kotak” tidak lagi berlaku untuk Pemilu 2029.

Sejumlah pihak menyoroti putusan MK tersebut. Mereka mengatakan putusan Mahkamah itu menyalahi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Puan Maharani: Putusan MK soal Pemisahan Pemilu Menyalahi Konstitusi

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani, misalnya, mengatakan putusan MK soal pemisahan pemilu nasional dan lokal menyalahi UUD 1945. Dia menuturkan semua fraksi partai politik di DPR mempunyai sikap yang sama bahwa pemilu seharusnya dihelat lima tahun sekali, bila mengacu pada konstitusi.

“Jadi apa yang sudah dilakukan oleh MK, menurut undang-undang, itu menyalahi Undang-Undang Dasar,” kata Puan usai sidang paripurna di DPR pada Selasa, 15 Juli 2025.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu mengatakan semua fraksi partai politik akan menyikapi putusan MK itu sesuai dengan kewenangan mereka.

Ketua Komisi II DPR: Putusan MK Munculkan Turbulensi Konstitusi

Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda menilai putusan MK yang memisahkan penyelenggaraan pemilu nasional dan lokal menyebabkan bukan hanya kegaduhan, tetapi juga kebingungan dalam implementasi.

Dia menyebutkan amar putusan dan pertimbangan hukum putusan MK itu berpotensi mengangkangi konstitusi apabila harus diadopsi oleh DPR dalam revisi UU Pemilu. “Pemisahan pemilu nasional-lokal munculkan turbulensi konstitusi,” kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Sabtu, 12 Juli 2025.

Politikus Partai NasDem itu mengatakan ketentuan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 secara eksplisit menyebutkan pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali. Pasal 22E ayat (2), kata dia, secara eksplisit juga menyatakan pemilu diselenggarakan untuk memilih presiden dan wakilnya, anggota DPR, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Masalahnya, kata dia, MK dalam putusannya memisahkan pelaksanaan pemilu serta memerintahkan pembentuk undang-undang, yakni DPR dan pemerintah, mengatur penyelenggaraan pemilu secara terpisah antara nasional dan lokal. “Pemilu lokal harus dilaksanakan 2 sampai 2,5 tahun setelah pemilu nasional,” ujar Rifqi.

Legislator asal Kalimantan Selatan ini menuturkan penyelenggaraan pemilu lokal yang terpisah berdampak pada masa jabatan kepala daerah dan anggota DPRD hasil pemilu 2024 yang berpotensi diperpanjang.

Opsi perpanjangan masa jabatan tersebut berpotensi mengangkangi konstitusi. Sebab, kata dia, tidak ada aturan hukum yang dapat mengatur perpanjangan masa jabatan anggota DPRD. “Secara pribadi saya tidak ingin melaksanakan putusan ini,” ucapnya.

Gerindra Kritik MK atas Putusan soal Pemisahan Pemilu

Adapun anggota Komisi V DPR Fraksi Gerindra, Supriyanto, mengkritik keras putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilu nasional dan lokal. Dia menilai putusan itu bertentangan dengan konstitusi dan berpotensi merusak siklus demokrasi Indonesia.

Supriyanto menyoroti implikasi jeda waktu imbas putusan Mahkamah itu. Menurut dia, pemilihan anggota DPRD yang tidak lagi berlangsung setiap lima tahun sekali bertentangan dengan Pasal 22E UUD 1945 yang mengatur pemilu lima tahunan untuk memilih presiden, wakil presiden, DPR, DPD, dan DPRD.

“MK seharusnya berfokus pada perannya sebagai pengawal konstitusi, bukan pembentuk norma baru. MK seharusnya menjaga demokrasi, bukan justru membuat keputusan yang membingungkan,” kata Supriyanto dikutip dari keterangan tertulis pada Senin, 7 Juli 2025.

Respons MK atas Kritik terhadap Pemisahan Pemilu

Sementara itu, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menegaskan Mahkamah Konstitusi tidak melanggar Pasal 22E UUD 1945 yang mengatur tentang pemilu. Enny mengatakan Mahkamah telah memberi mandat constitutional engineering atau rekayasa konstitusi kepada DPR dan pemerintah selaku pembuat undang-undang untuk menindaklanjuti putusan soal pemisahan jadwal pemilu nasional dan lokal.

“Tidak ada pelanggaran karena MK juga menegaskan agar pembentuk UU  melakukan constitutional engineering terkait dengan peralihannya, sebagaimana misalnya ketentuan peralihan yang pernah diatur dalam UU pilkada yang lalu untuk kepentingan pilkada serentak,” kata juru bicara MK itu saat dihubungi pada Senin, 7 Juli 2025.

Dia mengatakan rekayasa konstitusi yang dimaksud hanya untuk satu kali pemilihan sebagai konsekuensi masa transisi. 

Enny menjelaskan putusan itu sesungguhnya tidak bisa dipisahkan dari putusan MK sebelumnya. Dia menyinggung Putusan Nomor 55/PUU-XVII/2019 yang telah menegaskan keserentakan pemilu. Dalam putusan itu, Mahkamah menegaskan model keserentakan yang dapat ditentukan oleh pembentuk UU, termasuk salah satu modelnya adalah pemisahan pemilu nasional dan lokal.

Menurut Enny, dengan melihat praktik penyelenggaraan pemilu dan pilkada yang berlangsung pada 2019, 2024, dan sebagai upaya mewujudkan pemilihan yang lebih demokratis ke depan dengan tetap menjaga keserentakan pemilu. “Maka pemisahan pemilu nasional dan pemilu lokal menjadi hal yang konstitusional.”

Ervana Trikarinaputri, Hendrik YaputraAndi Adam Faturahman, Daniel Ahmad Fajri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Syarat bagi Rumah Sakit Asing Bisa Beroperasi di Indonesia

Read Entire Article