Koalisi Sipil Desak Prabowo Tetapkan Bencana Sumatera Darurat Nasional

5 days ago 8

BANJIR besar dan longsor yang menimpa tiga provinsi yaitu Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara telah menimbulkan dampak luar biasa, korban jiwa, kerusakan infrastruktur, kerugian harta benda hingga lumpuhnya ekonomi dan sosial masyarakat.

Sebab itu, Koalisi masyarakat sipil Aceh meminta Presiden Prabowo Subianto segera menetapkan status darurat bencana nasional terhadap musibah ini. "Kami mendesak Presiden RI segera menetapkan status darurat bencana nasional atas bencana besar yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat," kata Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian di Banda Aceh pada Ahad, 30 November 2025 seperti dilansir dari Antara.

Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca

Selain MaTA, koalisi masyarakat sipil peduli bencana ini terdiri dari LBH Banda Aceh, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh, Yayasan Keadilan dan Perdamaian Indonesia, dan International Conference on Aceh and Indian Ocean Studies (ICAIOS).

Menurut Alfian, hingga saat ini ribuah warga masih terisolasi, puluhan ribu rumah terendam, dan berbagai fasilitas publik seperti sekolah, rumah sakit, jembatan, serta jalan nasional, baik yang menghubungkan antar-provinsi maupun antar-kabupaten/kota mengalami kerusakan berat. "Di sejumlah wilayah, akses transportasi terputus total sehingga bantuan logistik tidak dapat disalurkan," kata dia.

Selain itu, situasi diperburuk dengan kelangkaan bahan kebutuhan pokok yang menyebabkan masyarakat berada dalam kondisi kelaparan, serta padamnya pasokan listrik dan lumpuhnya jaringan komunikasi, sehingga membuat penanganan darurat semakin terhambat.

Menurut Alfian, situasi itu menunjukkan bahwa kapasitas pemerintah daerah, sudah tidak memadai lagi untuk menangani bencana yang sudah meluas. Apalagi dengan kondisi fiskal yang sangat rendah termasuk kondisi keuangan di pemerintah provinsi, khususnya Aceh. Hal ini membuat penanganan bencana secara berkelanjutan tidak memungkinkan.

Menurut Advokat LBH Banda Aceh Rahmad Maulidin, penetapan status darurat bencana nasional ini punya dasar hukum yang kuat. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahu 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.

Kemudian ada juga PP Nomor 17 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dalam Keadaan Tertentu. Juga, kata Rahmad, pedoman-pedoman lain terkait penetapan status keadaan darurat bencana.

Dari aturan tersebut, kata dia, terdapat beberapa indikator penetapan darurat bencana nasional, yaitu jumlah korban jiwa atau pengungsi dalam skala besar, kerugian material yang signifikan, cakupan wilayah terdampak luas, serta terganggunya fungsi pelayanan publik dan pemerintahan.

Selain indikator tersebut penetapan status darurat bencana nasional ditetapkan setelah provinsi terdampak tidak mampu lagi untuk memobilisasi sumber daya manusia dan logistik penanganan bencana, termasuk evakuasi, penyelamatan, dan pemenuhan kebutuhan dasar.

Khusus untuk Aceh misalnya, kata Rahmad, beberapa kabupaten/kota telah menyatakan secara resmi tidak sanggup dalam menangani bencana ini. Di samping itu fakta di lapangan menunjukkan kondisi evakuasi dan pemenuhan logistik belum maksimal karena kendala akses transportasi dan telekomunikasi.

Sebelumnya Tempo memperoleh dokumen salinan Surat Pernyataan Bupati Aceh Tengah Nomor 360/3654BPBD/2025 tentang Ketidakmampuan Upaya Penanganan Darurat Bencana. Surat itu diteken Bupati Aceh Tengah Haili Yoga pada 27 November 2025.

Dalam surat tersebut, tertera tiga poin. Pertama, menyebut soal penetapan status darurat bencana dan dampak akibat bencana banjir bandang serta tanah longsor yang telah menyebabkan 15 korban jiwa, dan 3.123 kepala keluarga mengungsi.

Pada poin kedua, Bupati Aceh Tengah menyebutkan, mengingat dampak dari bencana yang terjadi dan berpotensi menambah jumlah korban, maka Bupati Aceh Tengah menyatakan ketidakmampuan dalam melaksanakan upaya penanganan darurat bencana sebagaimana mestinya. "Demikian pernyataan ketidakmampuan melaksanakan upaya penanganan darurat bencana untuk dapat dipergunakan seperlunya," tulis poin ketiga dalam warkat tersebut.

Koalisi mendesak Presiden Prabowo segera menetapkan bencana banjir besar di tiga provinsi itu sebagai darurat bencana nasional. Rahmad mengatakan, hal ini sebagai bentuk kehadiran negara dalam pemenuhan hak-hak dasar masyarakat korban dan masyarakat terdampak.

"Selain itu, kami juga mendorong agar Gubernur Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat untuk bersama-sama meminta Presiden Prabowo Subianto menetapkan status darurat bencana nasional," kata Rahmad Maulidin.

Pilihan Editor: Mengapa Banjir Besar Sumatera Belum Menjadi Darurat Nasional

Andi Adam berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Read Entire Article