Kisah Guru SD di Klaten Tolak Gratifikasi saat Pembagian Rapor: Tak Mau Ortu Tekor

1 month ago 29
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

TEMPO.CO, Jakarta - Menjelang pembagian rapor di SDN 1 Tirtomarto, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, sebuah spanduk besar terpajang mencolok di halaman sekolah bertuliskan “Terima rapor enggak perlu tekor”. Spanduk itu memuat pesan agar orang tua tak perlu repot-repot memberi hadiah untuk para guru di momentum terima rapor anak murid.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Spanduk itu juga bukan sekadar formalitas. Bagi Erwin Rahayu Setiawan, guru kelas IV sekaligus wali kelas, pesan itu telah menjadi prinsip hidup. “Seribu rupiah pun tetap gratifikasi kalau merujuk pengertian kamus besar bahasa Indonesia,” kata Erwin, saat dihubungi Rabu, 18 Juni 2025.

Di tengah budaya ‘terima kasih’ yang biasanya dibungkus dalam bentuk makanan, sembako, hingga amplop dari wali murid, Erwin memilih jalan berbeda. Ia kerap mendapati wali murid membawa hasil panen mereka untuk diberikan kepada guru di sekolah, terutama saat penerimaan rapor atau sistem penerimaan murid baru (SPMB).

Erwin saklek jika berurusan dengan gratifikasi. Dia bercerita pernah mendapati kue ulang tahun dari anak muridnya. Kue itu sudah tergeletak di atas meja kerjanya. “Saya tidak tahu, tiba-tiba sudah dipotong dan dibagi. Orang tua bilang itu tanda syukur anaknya ulang tahun,” katanya. Tapi ia tetap menegaskan itu pun tetap gratifikasi.

Alih-alih memarahi, ia memilih edukasi. Ia sampaikan kepada wali murid, “silakan berbagi dengan teman-teman. Tapi ndak perlu memberi kepada guru. Kami memang tugasnya mengajar, bukan menerima imbalan.”

Langkah Erwin tak berdiri sendiri. Beberapa waktu lalu, ia mengikuti bimbingan teknis dari inspektorat daerah tentang gratifikasi di dunia pendidikan. Dari situ, benih kesadaran ia sebar ke sesama guru. “Saya cerita, ternyata bukan cuma di sekolah saya, di tempat lain juga begitu,” ujarnya.

Cerita itu menjalar, lalu direspons Dinas Pendidikan Klaten dengan imbauan resmi agar sekolah memasang spanduk tolak gratifikasi, terutama menjelang pembagian rapor. Di sekolah yang terletak di kampung, kata Erwin, pemberian hasil panen adalah hal biasa. Buah-buahan seperti mangga, kelengkeng, hingga jambu, sering dibawa orang tua murid sebagai bentuk rasa terima kasih.

Mulanya Erwin memang tidak langsung menolak. “Sebenarnya, kalau saya sendiri panen, saya juga bagi-bagi ke murid. Tapi kalau dari wali murid, saya selalu bilang 'kalau bisa jangan dibiasakan'. Ini rawan sehingga jadi kebiasaan tidak sehat.”

Erwin mengakui, penolakan semacam ini kadang membuatnya serba salah. Tapi ia lebih memilih menjaga integritas. “Yang saya takutkan, kalau satu orang tua memberi, yang lain jadi iri. Nanti pikirannya macam-macam. Kita tidak minta, tapi dianggap pilih kasih.”

Dengan memasang spanduk besar di halaman sekolah, Erwin tak perlu lagi merasa tak enak hati ketika harus menjelaskan soal gratifikasi ke wali murid. “Setelah mereka melihat, diharapkan orang tua mengerti,” ujarnya.

Bagi Erwin, gerakan ini bukan semata soal uang atau pemberian barang. Tapi tentang menyelamatkan martabat guru dari potensi konflik kepentingan. “Kalau dari awal sudah diajari memberi, nanti jadi terbiasa. Anak-anak jadi pikir guru bisa dibeli,” katanya.

Ia berharap dengan sosialisasi penolakan gratifikasi di sekolah, orang tua murid jadi lebih ringan dan tidak perlu mengeluarkan 'biaya tambahan'. Apalagi saat momentum terima rapor atau peringatan hari guru tiba. Bahkan, Erwin bilang, sekarang banyak wali murid yang berterima kasih cukup lewat pesan teks atau doa. “Dan itu jauh lebih tulus,” ujarnya.

Read Entire Article