DIREKTUR Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Bahtiar Baharuddin menganggap bahwa sistem pemilihan kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat belum mencatatkan hasil yang menggembirakan. Menurut Bahtiar, hasil pilkada selama ini tak menunjukkan keberhasilan kepala daerah memimpin wilayahnya.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
"Evaluasi juga menunjukkan ternyata sistem (pilkada) langsung ini yang kita dapatkan ada masalah hukum, otonomi daerah tidak berkembang," kata Bahtiar di Hotel Pullman, Jakarta, pada Sabtu, 18 Oktober 2025.
Menurut dia, tanda-tanda daerah yang tak berkembang optimal adalah yang masih mengandalkan dana transfer dari pemerintah pusat. Kementerian Dalam Negeri mencatat bahwa 90 persen dari 546 kota dan kabupaten memiliki kapasitas fiskal yang lemah.
Artinya, pendapatan daerah masih sangat bergantung dari alokasi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Atas dasar hal itu, Bahtiar menilai bahwa daerah-daerah di Indonesia kurang berinisiatif dalam mencari alternatif penerimaan yang akhirnya menghambat perkembangan.
Menanggapi hal itu, Bahtiar berujar bahwa sistem pemilihan kepala daerah tidak ada yang permanen di belahan bumi manapun. Sistem pilkada langsung yang berlaku di Indonesia sejak 2005 hingga sekarang juga berpeluang dievaluasi.
Meski demikian, ia membantah bahwa pemerintah cenderung ingin memutuskan bahwa kepala daerah tidak lagi dipilih langsung oleh masyarakat. "Enggak, belum ada sikap pemerintah. Tapi kan, evaluasi sistem rekrutmen politik sebuah negara demokrasi itu, di manapun bukan hanya Indonesia kan selalu berkembang, berubah sesuai tantangannya," kata dia.
Baik pilkada langsung maupun tidak langsung, Bahtiar menyebut itu hanyalah sebuah sistem yang berujung untuk mendapatkan pemimpin daerah. Apapun sistemnya, dia menekankan bahwa kepala daerah harus memiliki kualifikasi sebagai negarawan yang mampu mempercepat kesejahteraan, keadilan, dan kemajuan daerah.
Lebih lanjut, ia menuturkan bahwa diskusi mengenai rekrutmen politik dalam pilkada tidak bisa dibicarakan parsial. Ia mendorong agar pembahasan tentang desain pilkada dibahas setelah adanya perbaikan dalam permasalahan pemerintah daerah.
Bahtiar pun mengusulkan agar Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah direvisi sebelum nantinya mengubah sistem pilkada. Selain pilkada langsung maupun tak langsung, dia juga menyebut ada opsi pemilihan asimetris.
"Sistem pemilihan asimetris kan menjadi salah satu opsi juga, patut untuk kita diskusikan. Saya kira ini pikiran-pikiran saja sih, belum menjadi pikiran pemerintah. Kita tunggu saja kalau soal pembahasan itu," tutur dia.























:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5355540/original/097533400_1758342203-G0_TgSNW8AADM8o.jpeg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5379757/original/042945100_1760361661-1.jpg)



:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5366183/original/028563300_1759219654-Xiaomi_17_Pro_dan_17_Pro_Max.jpg)



:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5376794/original/076134300_1760056024-2.jpg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5375609/original/083197200_1759973431-WhatsApp_Image_2025-10-08_at_18.16.54.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1989251/original/088669100_1520911734-Manchester-United-Sevilla4.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5354573/original/075950200_1758257804-20250917_142736.jpg)