Kaukus Kebebasan Akademik Tolak Gelar Pahlawan untuk Soeharto

1 month ago 11

KAUKUS Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) menolak tegas pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto, mantan Presiden yang berkuasa selama lebih dari tiga dekade (1966–1998).

Nama Soeharto merupakan salah satu dari 40 nama yang diusulkan Kementerian Sosial kepada Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Kehormatan untuk dijadikan pahlawan nasional. Anggota KIKA Herdiansyah Hamzah menyebut pengusulan nama Soeharto jelas merupakan pengkhianatan atas semangat reformasi.

Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca

“Pemberian gelar ini bukan hanya bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan demokrasi, tetapi juga merupakan luka baru bagi korban pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa Orde Baru,” kata Herdiansyah dalam keterangan tertulisnya, 1 November 2025.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman ini mengatakan pemerintahan Orde Baru meninggalkan warisan buruk berupa budaya KKN, pembungkaman kebebasan pers, dan pelemahan institusi demokrasi. Di bawah rezim Soeharto, kekuasaan dijalankan dengan kekerasan negara, pembungkaman kebebasan berpikir, dan praktik korupsi yang sistemik. 

Sejumlah peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa pemerintahan Soeharto antara lain Peristiwa 1965–1966; Penembakan Misterius (Petrus) 1982–1985, Peristiwa Tanjung Priok (1984); Peristiwa Talangsari (Lampung, 1989); Operasi Militer di Aceh (DOM, 1989–1998); Rumoh Geudong dan Pos Sattis (Aceh); Penghilangan Paksa Aktivis (1997–1998), Peristiwa Trisakti, Semanggi I & II (1998–1999); Kerusuhan Mei 1998; dan Pembunuhan Dukun Santet (1998–1999).

Selain pelanggaran HAM, Transparency International (2004) menobatkan Soeharto sebagai pemimpin paling korup di dunia, dengan estimasi penggelapan dana publik sebesar US$ 15–35 miliar.

Menurut Herdiansyah, wacana pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto juga menciptakan kontradiksi moral yang mendalam. Di sisi lain, Marsinah, buruh perempuan yang menjadi simbol perjuangan keadilan dan kebebasan berserikat, serta menjadi korban kekerasan negara pada era Orde Baru, juga diusulkan menjadi pahlawan nasional oleh Kementerian Sosial.

“Menjadikan Soeharto sebagai pahlawan sementara Marsinah adalah korban dari sistem represif yang ia bangun, adalah bentuk ironi sejarah dan penghinaan terhadap perjuangan kemanusiaan,” katanya. 

Bahkan, pada 2023, negara melalui Presiden Joko Widodo secara resmi mengakui terjadinya 12 pelanggaran HAM berat masa lalu, dan sebagian besar di antaranya terjadi di masa Orde Baru di bawah kekuasaan Soeharto. Herdiansyah mengatakan fakta ini menegaskan bahwa Soeharto bukan figur kepahlawanan, melainkan simbol kekerasan negara yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan dan demokrasi yang diperjuangkan sejak reformasi 1998.

“Upaya menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional jelas-jelas merupakan pengkhianatan terbesar terhadap mandat rakyat sejak 1998,” katanya. 

Herdiansyah mengatakan, apabila usulan ini terus dilanjutkan, reformasi berpotensi berakhir di tangan pemerintahan Prabowo, dan pemberian gelar tersebut akan menandai kematian simbolik dari cita-cita reformasi itu sendiri.

“Menjadikan Soeharto pahlawan berarti menghapus jejak kejahatan negara dan melecehkan ingatan para korban,” ujar Herdiansyah. “KIKA berdiri bersama korban, keluarga korban, dan seluruh masyarakat yang memperjuangkan keadilan serta kebebasan akademik.”

Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan Istana sudah menerima daftar nama calon pahlawan nasional yang diusulkan Kementerian Sosial. Salah satunya adalah nama mantan Presiden Soeharto. Usulan nama penerima gelar pahlawan akan dikaji Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan bersama Presiden dan akan diumumkan pada 10 November 2025.

“(Soeharto) termasuk yang diusulkan,” kata Prasetyo di kantor Antara di Jakarta Pusat, 30 Oktober 2025.

Prasetyo mengatakan daftar nama calon penerima gelar pahlawan sedang dipelajari oleh Presiden. Ia mengatakan banyak nama yang diajukan, tetapi tidak mengungkapkan berapa nama yang masuk. “Mohon waktu, nanti kalau sudah waktunya dan Bapak Presiden sudah mengambil keputusan, nanti akan diumumkan. Tidak ada angka-angka yang baku mengatur berapanya.”

Ketua Dewan Gelar yang juga Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan Dewan Gelar akan segera membahas usulan calon pahlawan nasional itu. Ia mengatakan penentuan pahlawan nasional biasanya dilakukan menjelang Hari Pahlawan, pada 10 November setiap tahunnya.

"Jadi, tentu sebelum 10 November kami akan menyampaikan hasil dari sidang Dewan Gelar kepada Presiden,” kata Fadli Zon.

Hendrik Yaputra dan Dian Rahma Fika berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article