JARINGAN Reformasi Kebijakan Narkotika atau JRKN mengusulkan opsi pidana mati untuk kasus narkotika dihapuskan melalui Rancangan Undang-Undang atau RUU Penyesuaian Pidana. Menurut perwakilan JRKN, Ma’ruf Bajammal, International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang telah diratifikasi dalam hukum nasional menegaskan bahwa hak hidup seseorang tidak dapat dikurangi.
Berdasarkan kovenan itu, hukuman mati hanya boleh dijatuhkan dengan syarat ketat dan untuk kejahatan paling serius. Selain itu, lembaga-lembaga di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga menyerukan penghapusan hukuman mati. Pengacara publik di Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Masyarakat itu menyebut sudah banyak negara yang menghapuskan pidana mati.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Komite Hak Asasi Manusia PBB, kata Ma’ruf, menafsirkan bahwa tindak pidana narkotika tidak termasuk dalam kategori the most serious crime atau kejahatan paling serius, melainkan masuk kategori particularly serious.
"Artinya apa? Narkotika tidak layak atau tidak sepatutnya dikenakan pidana mati jika kita merujuk pada norma instrumen hukum internasional yang juga kami pandang sebagai norma hukum nasional, karena kita telah meratifikasinya," ucap Ma’ruf dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi III DPR, di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, pada Selasa, 2 Desember 2025.
Ma’ruf memaparkan, mayoritas terpidana mati di Indonesia merupakan terpidana kasus narkotika. Pada 2015 hingga 2016, kata dia, terdapat 18 terpidana yang dieksekusi mati. Seluruh eksekusi mati itu berkaitan dengan kasus narkotika. “Sekitar 63 persen terpidana mati di Indonesia adalah terpidana kasus narkotika,” ujar Ma’ruf.
Tak hanya itu, Ma’ruf juga menjelaskan bahwa banyak warga negara Indonesia yang terancam hukuman mati di luar negeri, yakni mencapai 156 orang. Sebanyak 111 di antaranya merupakan terpidana kasus narkotika.
Lebih jauh, pidana mati juga dinilai membebani sistem pemasyarakatan di Indonesia. Menurut Ma’ruf, banyak terpidana mati kasus narkotika yang baru pertama kali melakukan kejahatan tersebut. Mereka bertindak sebagai kurir dan ditangkap tanpa barang bukti yang banyak. Ia menjelaskan, terpidana mati yang bertindak sebagai kurir juga sering kali merupakan korban tindak pidana perdagangan orang alias TPPO.
Hukuman mati juga dianggapnya tidak sejalan dengan pembaruan pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru. Organisasi sipil ini pun meminta parlemen dan pemerintah mempertimbangkan ulang ketentuan pidana mati dalam pembahasan RUU Penyesuaian Pidana.























:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5355540/original/097533400_1758342203-G0_TgSNW8AADM8o.jpeg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5379757/original/042945100_1760361661-1.jpg)



:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5366183/original/028563300_1759219654-Xiaomi_17_Pro_dan_17_Pro_Max.jpg)



:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5376794/original/076134300_1760056024-2.jpg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5375609/original/083197200_1759973431-WhatsApp_Image_2025-10-08_at_18.16.54.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1989251/original/088669100_1520911734-Manchester-United-Sevilla4.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5354573/original/075950200_1758257804-20250917_142736.jpg)