IDAI Minta Pemerintah Tetapkan Banjir Sumatera Jadi Bencana Nasional

4 days ago 15

IKATAN Dokter Anak Indonesia (IDAI) meminta pemerintah menetapkan banjir dan longsor yang melanda wilayah Sumatera sebagai bencana nasional. Ketua IDAI Piprim Basarah Yanuarso mengatakan musibah yang terjadi sejak 25 November lalu itu berdampak luar biasa terhadap layanan kesehatan di puluhan Kabupaten dan Kota di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

Piprim mengatakan banyak korban berjatuhan, sementara fasilitas kesehatan juga tidak berjalan maksimal. Di sejumlah wilayah, kata dia, jaringan listrik terputus sehingga alat-alat di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya tidak bisa digunakan. 

Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca

Piprim menyebut para tenaga medis di daerah juga kewalahan menghadapi kondisi serba sulit tersebut. Ia lantas membantah pernyataan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Suharyanto yang menyebut kondisi di lapangan tidak sekacau sebagaimana yang tersebar di media sosial. 

"Kami yakin ini bukan hanya heboh di medsos, tapi memang di alam nyata juga heboh. Dan mudah-mudahan Bapak Menteri bisa juga memasukkannya sebagai bencana nasional," ucap Piprim dalam konferensi pers tanggap darurat bencana Sumatera melalui video telekonferensi pada Senin, 1 Desember 2025.

Meski air bah di beberapa wilayah sudah mulai surut, Piprim mengingatkan bahwa kondisi pasca-banjir, seperti mengungsi, sangat tidak ideal untuk kesehatan, terutama bagi anak-anak. IDAI mencatat penyakit yang paling banyak dialami anak-anak di pengungsian antara lain infeksi saluran napas atas (ISPA), diare, luka, hingga pneumonia.

Wakil Ketua IDAI Cabang Sumatera Utara Eka Airlangga menuturkan, berdasarkan data sementara yang dikumpulkan IDAI di Sumatera Utara bagian Kabupaten Langkat, tercatat ada 92 kasus ISPA, 23 kasus diare, 42 kasus infeksi kulit tinea, dan 4 kasus dermatitis bakteri pada anak. Kemudian di Medan terdapat 43 kasus ISPA, 6 diare, dan 4 kasus tinea pada anak.

"Penyakit ISPA berbasis sanitasi seperti diare, kemudian luka pada kulit, mendominasi kasus di lokasi pengungsian di Sumatera Utara," kata Eka. 

Di Aceh, akses terhadap layanan kesehatan juga tak kalah memprihatinkan. Ketua IDAI Aceh Raihan bercerita sejak banjir melanda Aceh pada 25 November lalu, sejumlah rumah sakit, puskesmas, dan fasilitas kesehatan tingkat utama di Aceh tidak bisa beroperasi normal. Hal itu disebabkan listrik di wilayah itu terputus. 

Raihan berkata mereka hanya bertahan dengan menggunakan genset. Layanan kesehatan baru mulai pulih pada hari ini. "Jadi waktu itu hampir kolaps pelayanan," kata dia. 

Tak hanya itu, di wilayah yang terdampak parah seperti   Aceh Tamiang, Langsa, Aceh Tengah, dan Gayo Luwes, rumah sakit dan fasilitas kesehatan mengalami kekurangan tenaga medis dan obat-obatan. Pada saat bersamaan, Raihan berujar pihaknya juga sulit menyalurkan obat-obatan maupun penambahan tenaga medis. Sebab, akses untuk masuk ke wilayah-wilayah tersebut terputus. "Kami baru bisa masuk pakai bantuan helikopter."

IDAl melaporkan hingga saat ini pengungsi anak di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh, masih menghadapi kekurangan logistik. Sejumlah bantuan mendesak yang dibutuhkan antara lain salep antibiotik, obat dalam bentuk sirup dan tetes (drop), air untuk melarutkan antibiotik, sendok obat, obat diare, obat dermatitis, obat ISPA, obat tetes untuk bayi, obat sirup kombinasi untuk ISPA. Selain itu, pengungsi juga membutukan baju layak pakai, selimut, popok, minyak kayu putih, serta makanan dan camilan untuk anak-anak.

Adapun pemerintah sebelumnya telah menyatakan bahwa banjir di tiga provinsi ini belum masuk kategori bencana nasional. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB Letnan Jenderal TNI Suharyanto menilai tragedi yang menimpa tiga provinsi sekaligus tersebut belum memenuhi standar bencana nasional, baik jumlah korban maupun dari situasi di lapangan. 

Suharyanto mengklaim kondisi di lapangan tidak semencekam sebagaimana yang tersebar di media sosial. “Memang kemarin kelihatannya mencekam karena berseliweran di media sosial,” ucap Suharyanto pada Minggu, 30 November 2025.

Meski begitu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan pemerintah pusat akan membantu penanganan darurat bencana yang terjadi di tiga provinsi di Pulau Sumatera, dengan ada atau tidaknya penetapan status bencana nasional. 

Read Entire Article