TEMPO.CO, Jakarta -- Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Lalu Hadrian Irfani meminta Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berkonsultasi terlebih dahulu dengan pemerintah pusat jika mengeluarkan kebijakan pendidikan. Lalu Hadrian heran dan menyesalkan sejumlah kebijakan pendidikan yang dibuat Gubernur Dedi karena dinilai tak berkomunikasi dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendidasmen).
Beberapa kebijakan yang dimaksudkan Lalu Hadrian adalah pengiriman anak ke barak militer, mengizinkan sekolah membuka kelas untuk 50 murid, dan yang terakhir masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) yang melibatkan militer dan polisi. “Kalau terus-menerus dibuat kebijakan seperti ini, kesinambungan program pendidikan tidak akan tercapai,” ujar dia di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 16 Juli 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Politikus dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menyebut sejumlah kebijakan Dedi Mulyadi yang berhubungan dengan pendidikan justru menimbulkan masalah. Ia mencontohkan kebijakan satu kelas 50 murid. Dia mengungkapkan sudah banyak laporan dari sekolah yang kesulitan karena kekurangan kursi dan meja untuk belajar.
Lalu Hadrian mendesak Dedi Mulyadi berhenti membuat kebijakan yang terkesan tak dipikirkan dengan matang. “Jangan membuat kebijakan kontroversial, kebijakan jangka pendek. Ini harus ada diskusi khusus antara Dedi Mulyadi dengan Kemendikdasmen,” ujar Lalu Hadrian.
Wakil Ketua Komisi X itu juga menyoroti pelaksanaan MPLS di Jawa Barat yang melibatkan militer dan polisi. Dia berharap pemerintah daerah, khususnya Jawa Barat, tidak terlalu sering melibatkan militer dan polisi untuk urusan pendidikan. “Seolah-olah kita tidak percaya dengan pendidik kita, dengan guru kita,” ujar dia.
Lalu menuturkan militer tak sepenuhnya buruk. Tetapi, menurut dia, untuk dunia sekolah, militer tak perlu dilibatkan. “Bagaimana psikologis putra-putri kita? Dari SMP mau masuk SMA dihadapkan dengan tentara. Jadi mari kita manfaatkan guru-guru kita. Guru kita punya kemampuan, kok, untuk pembelajaran karakter dan budi pekerti,” ujarnya..
Sebelumnya, Sekretaris Daerah Jawa Barat Herman Suryatman mengatakan, MPLS untuk murid tingkat SMA dan sederajat di Jawa Barat akan melibatkan TNI-Polri. Pelibatan itu, kata dia, dilakukan dengan tujuan memberikan motivasi, inspirasi, serta pendampingan kepada para murid. Dia melanjutkan, pelibatan TNI-Polri dalam MPLS ditujukan untuk program pendidikan karakter Gapura Panca Waluya yang menekankan pembentukan karakter murid sehat, baik hati, saleh, cerdas, dan berinisiatif.
Herman mengatakan pelibatan TNI-Polri tersebut merupakan upaya Pemprov Jawa Barat dalam menanamkan nilai-nilai kedisiplinan untuk siswa. Meski melibatkan TNI-Polri, ia memastikan tidak ada unsur militeristik dalam proses MPLS. "Biasa aja, enggak ada khusus TNI dilarang. Kan kolaborasi mah bagus, gotong royong bagus, enggak ada dimensi militeristik, nggak ada," kata Herman kepada Tempo di Stadion Si Jalak Harupat, Kabupaten Bandung, Ahad, 13 Juli 2025.
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Atip Latipul Hayat menegaskan, penyelenggaraan MPLS harus berpedoman pada panduan MPLS Ramah yang telah diterbitkan instansinya. MPLS Ramah akan melibatkan panitia, Dinas Pendidikan, dan Kemendikdasmen untuk menghindari tindakan perpeloncoan. "Tidak ada pelibatan di luar ke tiga unsur tersebut, termasuk TNI-Polri di MPLS," kata Atip kepada Tempo melalui pesan WhatsApp, Ahad, 13 Juli 2025.