Alasan Amphuri Menolak Kebijakan Umrah Mandiri

1 month ago 32

Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah atau AMPHURI menolak penyelenggaraan umrah mandiri yang kini dilegalkan oleh pemerintah. Pelegalan umrah mandiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Sekretaris Jenderal AMPHURI Zaki Zakariya mengatakan kebijakan umrah mandiri yang dilegitimasi hukum ini bisa memberikan efek berantai secara negatif, salah satunya bagi penyelenggara haji. “Ini menimbulkan kegelisahan mendalam di kalangan penyelenggara resmi dan pelaku usaha umrah dan haji di seluruh Indonesia,” ujar Zaki saat dihubungi pada Ahad, 26 Oktober 2025.

Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca

Zaki menilai ada kebijakan itu bisa memicu matinya ekosistem usaha penyelenggara perjalanan ibadah umrah atau PPIU. Menurut dia, banyak PPIU yang dikelola oleh organisasi masyarakat, pondok pesantren, lembaga zakat hingga tokoh pendakwah Islam.

Ia khawatir, begitu umrah mandiri dilegalkan maka sistem yang selama ini berjalan digantikan oleh platform global yang berorientasi profit. Walhasil, ia menilai akan adanya pergeseran nilai spiritual umrah menjadi transaksi komersial semata.

Lambat laun, hal itu akan berdampak pada ekonomi masyarakat. Zaki mencatat, sektor umrah dan haji telah menyediakan jutaan lapangan kerja dengan beragam posisi, mulai dari pemimpin tur, pemandu ibadah, penyedia perlengkapan hingga penginapan dan katering lokal.

“Jika legalisasi Umrah Mandiri benar-benar diterapkan tanpa pembatasan, maka akan terjadi efek domino termasuk ribuan PPIU gulung tikar dan jutaan karyawan kehilangan pekerjaan,” ujar dia.

Selain dampak ekonomi, Zaki juga melihat adanya risiko yang bisa merugikan jemaah. Menurut dia, jemaah yang melakukan umrah mandiri berpotensi untuk tidak mendapat pembinaan manasik, bimbingan fikih hingga perlindungan hukum ketika berada di Tanah Suci.

Dampak yang lebih serius, kata dia, bila terjadi kegagalan pemberangkatan atau keterlambatan penerbitan visa maka jemaah tidak memiliki pihak yang bisa dituntut untuk bertanggung jawab. “(Umrah mandiri) sekilas tampak seolah memberi kebebasan, padahal mengandung risiko besar bagi jamaah,” ujar dia.

Dalam praktiknya, Zaki mengatakan bahwa banyak jemaah yang tidak memahami regulasi di Arab Saudi. Akibatnya, jemaah kerap melanggar manasik atau bahkan terkena sanksi. Sehingga dengan kondisi seperti itu, Zaki meyakini jemaah lebih rentan ketika melaksanakan umrah mandiri alias tanpa pendampingan.

Sebelumnya, Wakil Menteri Haji dan Umrah Dahnil Anzar Simanjuntak menyebut kebijakan umrah mandiri diatur untuk menyesuaikan dengan regulasi Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi. Dahnil mengatakan pelegalan umrah mandiri berangkat dari perubahan-perubahan yang sangat radikal di perkembangan ekosistem ekonomi umrah.

“Indonesia tentu secara regulasi harus kompatibel bahkan harus menyesuaikan regulasi Kerajaan Saudi Arabia sehingga kami kemudian di dalam perubahan undang-undang bersama dengan DPR itu melegalkan umrah mandiri,” kata Dahnil melalui keterangan video yang diterima Tempo pada Sabtu, 25 Oktober 2025.

Menurut Dahnil, bahkan ketika Undang-Undang Haji dan Umrah yang lama tidak mengakomodasi pelaksanaan umrah mandiri, jemaah umrah Indonesia tetap melakukan umrah mandiri lantaran regulasi Kerajaan Arab Saudi membuka peluang itu. “Kami ingin melindungi seluruh jemaah umrah kami, maka kami masukkan di dalam undang-undang untuk memastikan perlindungan terhadap jemaah umrah mandiri,” ujarnya.

Aturan ihwal umrah mandiri termaktub dalam Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Haji dan Umrah. "Perjalanan ibadah umrah dilakukan: a. melalui PPIU (Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah); b. secara mandiri; atau c. melalui Menteri," demikian bunyi beleid itu.

Ervana Trikarinaputri berkontribusi dalam tulisan ini 
Read Entire Article