
TUDUHAN selebgram Lisa Mariana terhadap mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (RK), menjadi bukti nyata betapa dahsyatnya dampak fitnah di era media sosial. Narasi pribadi yang dibagikan Lisa di platform digital berkembang liar, memicu opini publik, hingga akhirnya berujung pada proses hukum serius di Bareskrim Polri.
Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri memastikan akan segera menggelar perkara untuk menentukan status hukum Lisa Mariana. Hal itu dilakukan setelah hasil tes DNA Ridwan Kamil dan Lisa Mariana membuktikan RK bukan ayah biologis anak berinisial CA yang diklaim Lisa.
“Tentunya dari penyidik terkait dengan informasi ini kita akan melakukan langkah-langkah untuk memberikan kepastian hukum,” kata Kasubdit I Dittipidsiber Bareskrim Polri Kombes Rizki Agung Prakoso, Rabu (20/8).
Dari Klaim ke Viral, Lalu Masuk Jalur Hukum
Lisa Mariana sebelumnya mengaku hamil usai bertemu RK di Hotel Wyndham Palembang pada Juni 2021. Klaim tersebut lantas disebarkan melalui media sosial, memantik reaksi warganet dan memperburuk reputasi mantan gubernur itu.
Melihat tudingan yang dinilai merusak nama baiknya, Ridwan Kamil kemudian melaporkan Lisa ke Bareskrim pada 11 April 2025 dengan nomor laporan LP/B/174/IV/2025/SPKT/Bareskrim Polri. Kasus pun naik ke tahap penyidikan setelah polisi menemukan unsur pidana dalam unggahan Lisa Mariana.
Tes DNA Jadi Penentu Fakta
Hasil tes DNA memastikan klaim Lisa tidak benar. Polisi menegaskan bahwa tes DNA bukan sekadar prosedur tambahan, melainkan bagian dari rangkaian penyidikan yang menguatkan bukti hukum.
“Pemeriksaan sampel tes DNA ini merupakan bagian dari proses penyidikan. Jadi tidak ada yang mendahului atau mengakhiri, tapi ini adalah bagian,” jelas Rizki.
Ancaman Hukum Berat bagi Penyebar Fitnah Digital
Lisa Mariana terancam dijerat dengan UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pasal-pasal yang dikenakan mencakup pencemaran nama baik dan manipulasi informasi elektronik, dengan ancaman pidana hingga penjara bertahun-tahun.
Kasus ini memperlihatkan bahwa media sosial bukan ruang tanpa hukum. Apa yang diunggah bisa menjadi alat bukti pidana, terlebih jika menyangkut pencemaran nama baik publik figur. (Z-10)