Liputan6.com, Jakarta - Romano Floriani Mussolini, cicit dari diktator fasis Italia Benito Mussolini, baru-baru ini resmi bergabung dengan klub promosi Cremonese. Pemain berusia 22 tahun ini didatangkan dengan status pinjaman dari Lazio untuk satu musim penuh. Kepindahan ini menandai babak baru dalam karier sepak bolanya di kancah profesional Italia.
Keputusan Romano Mussolini untuk bergabung dengan Cremonese bukan hanya tentang mencari menit bermain, tetapi juga ambisinya untuk membuktikan kualitasnya sebagai pesepakbola.
Ia bertekad untuk dikenal atas kemampuan di lapangan hijau, bukan semata-mata karena nama besar yang disandangnya. Harapannya adalah fokus pada performa dan kontribusi nyata bagi tim barunya.
Meskipun membawa nama keluarga yang sarat sejarah dan kontroversi, Romano Mussolini menegaskan bahwa hal tersebut tidak pernah menjadi masalah baginya. Ia adalah putra dari politisi Italia Alessandra Mussolini dan Mario Floriani, seorang polisi.
Latar belakang keluarganya kerap menjadi sorotan, namun ia memilih untuk tetap fokus pada jalur karier yang ia pilih.
Perjalanan Karier Sepak Bola Romano Mussolini
Romano Floriani Mussolini adalah produk asli dari akademi muda dua klub raksasa ibu kota, AS Roma dan Lazio. Sejak usia muda, ia telah menunjukkan bakatnya di lapangan hijau, mengasah kemampuan sebagai bek maupun gelandang sisi kanan. Fleksibilitas posisi ini menjadi salah satu aset utamanya dalam menghadapi ketatnya persaingan di sepak bola Italia.
Sebelum berlabuh di Cremonese, Romano Mussolini telah menjalani beberapa masa pinjaman untuk mendapatkan pengalaman bermain. Ia pernah memperkuat Juve Stabia di Serie B, di mana ia berhasil mencetak gol pertamanya pada Desember lalu. Pengalaman ini memberinya kesempatan untuk beradaptasi dengan atmosfer kompetisi profesional yang lebih tinggi.
Selain Juve Stabia, ia juga sempat dipinjamkan ke Pescara pada musim 2023-2024 yang berkompetisi di Serie C. Selama bermain di Juve Stabia, ia memilih untuk menggunakan nama "F. Mussolini" di bagian belakang kostumnya. Pilihan ini menunjukkan keinginannya untuk tetap menghormati identitas keluarganya sambil membangun citra sebagai pemain profesional.
Menyikapi Bayang-bayang Nama Besar dan Kontroversi
Romano Floriani Mussolini secara konsisten menegaskan keinginannya untuk dikenal karena kemampuan bermain sepak bola, bukan karena nama keluarganya yang historis. Dalam konferensi pers perkenalannya, ia menyatakan bahwa nama keluarga tidak pernah menjadi masalah pribadi baginya. Ia berharap publik dapat lebih fokus pada performanya di lapangan.
Pernyataan tersebut mencerminkan ambisinya untuk membangun identitasnya sendiri di dunia sepak bola. Ia percaya bahwa semakin sedikit pembicaraan mengenai latar belakang keluarganya, semakin baik bagi perkembangan kariernya. Fokus utamanya adalah membuktikan nilai dan kontribusinya sebagai seorang atlet profesional.
Salah satu momen yang sempat menimbulkan kontroversi adalah ketika ia mencetak gol pertamanya di Juve Stabia. Saat itu, penyiar stadion memanggil nama depannya berulang kali, dan disusul sorakan nama “Mussolini” dari suporter yang diduga memberi salam fasis. Meskipun Juve Stabia membantah tudingan tersebut, insiden ini menunjukkan tantangan yang ia hadapi.
Menanggapi kontroversi tersebut, Romano Mussolini menyebutnya “tidak ada gunanya” dan meminta publik untuk menilainya berdasarkan performa di lapangan. Ia ingin menunjukkan apa yang bisa ia lakukan dan membuktikan nilainya kepada para penggemar dan pengamat sepak bola. Sikap ini menunjukkan kematangan dan fokusnya pada karier profesional.
Latar Belakang Keluarga dan Perubahan Aturan Nama
Romano Floriani Mussolini lahir dengan dua nama keluarga, Floriani dan Mussolini, sebuah kesepakatan antara kedua orang tuanya. Ibunya, Alessandra Mussolini, menyatakan bahwa pihak berwenang sipil dan gereja Italia menyetujui pengecualian ini pada saat itu. Hal ini memungkinkan Romano untuk memilih urutan nama keluarganya ketika ia dewasa.
Keputusan ini menjadi relevan mengingat perubahan hukum di Italia. Baru pada tahun 2022, pengadilan tertinggi Italia memutuskan bahwa anak-anak akan diberikan nama keluarga ayah dan ibu sejak lahir. Praktik sebelumnya yang hanya memberikan nama keluarga ayah dinyatakan “bertentangan dengan konstitusi”, menandai perubahan signifikan dalam sistem pencatatan sipil di negara tersebut.