Liputan6.com, Jakarta - NASA tengah berada dalam situasi yang kian mengkhawatirkan setelah lebih dari 2.000 staf senior dilaporkan mengundurkan diri secara sukarela dalam beberapa waktu terakhir.
Fenomena ini terjadi di tengah rencana pemotongan anggaran besar-besaran oleh pemerintahan Presiden Donald Trump.
Diwartakan Engadget, Jumat (11/7/2025), ia mengusulkan pengurangan dana lebih dari USD 6 miliar dalam Rancangan Anggaran 2026 untuk lembaga antariksa tersebut.
Laporan eksklusif dari Politico menyebutkan bahwa sekitar 2.145 pegawai dengan pengalaman tinggi dipastikan akan meninggalkan NASA dalam waktu dekat.
Yang menjadi perhatian utama adalah mayoritas dari staf yang mengundurkan diri memegang peran vital dalam berbagai divisi utama NASA.
Staf NASA itu terlibat dalam penelitian ilmiah, eksplorasi luar angkasa berawak, hingga pengembangan teknologi untuk misi-misi masa depan.
Kepergian dari staf yang mengundurkan diri bukan hanya karyawan biasa, melainkan para insinyur senior, ilmuwan, dan manajer proyek.
Kepergian Insinyur dan Ilmuwan Senior Bisa Lumpuhkan Proyek Strategis
Mereka adalah kumpulan individu yang memiliki spesialisasi tinggi yang telah lama menjadi tulang punggung keberhasilan NASA dalam berbagai program luar angkasa.
Kehilangan mereka berpotensi besar menghambat keberlanjutan proyek jangka panjang, termasuk misi ke Bulan, Mars, dan pembangunan stasiun orbit bulan yang dikenal sebagai Gateway.
Tak hanya itu, tantangan besar juga muncul dari segi kesinambungan teknologi dan transfer pengetahuan antar-generasi.
Ketika tenaga ahli utama mundur dalam waktu bersamaan, regenerasi dalam struktur internal menjadi tidak seimbang.
Kondisi ini membuat banyak pihak khawatir akan penurunan kualitas dan kesiapan NASA dalam melanjutkan program eksplorasi luar angkasa.
Dampak Terasa di Pusat Operasi NASA
Pengunduran diri massal ini tidak hanya terjadi di satu lokasi saja. Sekitar 311 staf dari Kennedy Space Center dan 366 dari Johnson Space Center termasuk dalam daftar yang akan keluar.
Padahal, kedua pusat tersebut memainkan peran krusial dalam operasi NASA.
Kennedy Space Center dikenal sebagai lokasi utama peluncuran roket NASA, sementara Johnson Space Center menjadi pusat pengendalian utama misi luar angkasa berawak.
Proyek Terancam dan Talenta Terbang ke Sektor Swasta
Menurut Politico, dari total staf yang mengundurkan diri, sekitar 1.818 berasal dari sektor inti seperti riset sains dan eksplorasi manusia, sementara sisanya berasal dari divisi pendukung seperti teknologi informasi, manajemen fasilitas, dan keuangan.
Kehilangan ribuan tenaga ahli ini dikhawatirkan akan menghambat persiapan misi NASA untuk mengirim awak ke Bulan pada 2026 mendatang.
Selain itu, proyek ambisius lainnya seperti stasiun orbit bulan "Gateway" juga berada di ujung tanduk.
Pemangkasan ini dapat memperlambat kemajuan dan mengurangi kapasitas lembaga untuk melakukan penelitian serta eksplorasi luar angkasa lebih lanjut.
Persaingan dari Sektor Swasta Semakin Ketat
Di tengah meningkatnya jumlah misi luar angkasa dari perusahaan komersial seperti SpaceX dan Blue Origin, para mantan pegawai NASA ini tidak akan kesulitan mendapatkan pekerjaan baru.
Dengan pengalaman dan keahlian tingkat tinggi, mereka menjadi incaran utama perusahaan swasta yang kini juga berlomba menjelajahi luar angkasa.
Situasi ini memunculkan kekhawatiran baru tentang masa depan NASA, terutama jika lembaga antariksa tersebut terus kehilangan SDM terbaiknya akibat ketidakpastian anggaran.
Masih Bisa Diubah oleh Kongres
Meskipun situasinya sudah memprihatinkan, anggaran tersebut belum bersifat final dan masih menunggu persetujuan dari Kongres AS.
Jika disetujui tanpa perubahan, pemotongan besar ini akan menjadi salah satu yang paling signifikan dalam sejarah modern NASA.
Namun, karena pengunduran diri bersifat sukarela, kerugian pada struktur internal dan pengetahuan kelembagaan sudah sulit untuk sepenuhnya dihindari.