Liputan6.com, Jakarta - Setelah pemerintah Rusia memblokir WhatsApp Call, kini platform penyedia layanan pesan tersebut menuntut balik untuk mendapatkan keadilan.
Dilansir Gizchina, pemerintah Rusia membatasi panggilan yang terjadi di WhatsApp karena aplikasi ini dicurigai menjadi sarang teroris dan para penipu.
Pembatasan akses ini sebenarnya terjadi karena muncul ketegangan antara pemerintah Rusia dan perusahaan teknologi asing. Dari informasi yang beredar, ketegangan mengalami eskalasi ketika Rusia memulai invasi militer ke Ukraina pada Februari 2022.
Mengutip pernyataan resmi dari Juru Bicara WhatsApp, Jumat (15/8/2025), “Aplikasi layanan kami bersifat privat, terenkripsi ujung ke ujung (end-to-end encrypted), dan menolak upaya pemerintah untuk melanggar hak orang dalam berkomunikasi secara aman.”
Selaras dengan pernyataan sebelumnya, WhatsApp menuding balik pemerintah Rusia karena secara sengaja menghentikan kurang lebih 100 juta warganya dalam mengakses komunikasi yang aman dan pribadi.
Menurutnya, langkah radikal ini mengambil kedaulatan digital dari masyarakat dan sebagai penyedia, mereka harus melindungi keamanan data yang tersimpan.
“Kami akan terus melakukan segala yang kami bisa untuk memastikan komunikasi terenkripsi ujung ke ujung tersedia bagi semua orang di seluruh dunia, termasuk di Rusia,” Juru Bicara WhatsApp menambahkan.
Sekarang imbasnya WhatsApp terancam kehilangan lebih dari 100 juta pengguna dan mendapat label buruk atas tuduhan tidak menyenangkan seperti keterlibatan penggunanya dalam aktivitas terorisme atau pun penipuan.
Selain dua dampak buruk yang dialami WhatsApp, kini layanan penyedia komunikasi digital tersebut terpaksa bersaing melawan MAX (aplikasi penyedia chat yang di dukung penuh oleh pemerintah Rusia dan para politisi elit).
Melihat dari potensial dampak yang terjadi, hanya ada satu jalan keluar bagi layanan satu ini. Mengikuti pembatasan dari pemerintah terhadap beberapa fitur, salah satunya panggilan suara.
Motivasi di Balik Pembatasan
Sebenarnya, hadirnya perang cenderung membuat salah satu kubu penasaran akan isi informasi dari komunikasi pihak musuh, oleh karena itu pembatasan akses terhadap suatu aplikasi komunikasi sering terjadi.
Langkah itu memang terdengar otoriter dan sewenang-wenang, namun ini adalah sebuah tindakan yang harus diambil untuk mencegah dan mendapatkan bocoran lebih luas terkait strategi perang musuh.
Sayangnya, pemaksaan akses terhadap riwayat dan database panggilan maupun pesan oleh pemerintah Rusia bukanlah suatu hal yang dapat dianggap benar.
Implementasi dari kebijakan ini membuat pengguna tidak mendapatkan hak mereka atas kedaulatan digital untuk melindungi informasi data pribadi.
Oleh karena itu, hadirnya permasalahan sengketa data sering memicu polemik karena banyak kepentingan pribadi yang terkait di dalam konflik menjadi landasan dalam membuat keputusan.
Sampai saat ini belum ada kejelasan resmi dari pihak Rusia maupun WhatsApp apakah pembatasan ini sudah dilakukan atau belum, yang jelas beberapa pengguna telah melaporkan gangguan dan pemadaman sementara layanan.
Upaya “Kedaulatan Digital” Rusia
Berbeda dari sudut pandang pengguna dan penyedia layanan, menurut pemerintah Rusia, pembatasan ini bukan sekadar langkah teknis, tetapi menjadi bagian dari strategi Kremlin yang lebih besar untuk memperkuat “kedaulatan digital” di dalam negeri.
Presiden Vladimir Putin telah menyetujui pengembangan aplikasi perpesanan lokal yang akan terintegrasi dengan berbagai layanan pemerintah (MAX).
Tujuan utamanya adalah mengurangi ketergantungan pada platform asing dan mempromosikan penggunaan layanan buatan dalam negeri yang diklaim lebih aman dan patuh hukum.
Wakil Ketua Komite Teknologi Informasi, Anton Gorelkin, menegaskan bahwa platform asing harus membuka entitas hukum di Rusia.
Ia juga menambahkan bahwa mereka perlu bekerja sama dengan badan eksekutif federal Rusia, Roskomnadzor, serta aparat penegak hukum jika ingin layanan mereka dipulihkan sepenuhnya.
Namun, kritikus menilai strategi ini berpotensi memicu migrasi paksa pengguna ke platform lokal melalui perlambatan atau pembatasan fitur pada aplikasi asing.
Kekhawatiran Soal Pengawasan dan Kebebasan Internet
Atas permasalahan pembatasan yang terjadi di Rusia, sejumlah kelompok HAM, termasuk Human Rights Watch, menyoroti bahwa langkah ini memperlihatkan tren peningkatan kontrol pemerintah Rusia terhadap infrastruktur internet nasional.
Dalam laporan terbarunya, mereka menyebut kemampuan pemerintah untuk memblokir atau memperlambat akses situs dan alat pembuka blokir kini semakin canggih.
Meskipun WhatsApp sempat diizinkan beroperasi, kini masa depannya di Rusia tidak bisa dijamin kelengganannya.
Selain itu, banyak juga yang khawatir aplikasi pesan buatan negara akan digunakan untuk memantau percakapan warga secara lebih luas.
Pengguna layanan di Rusia melihat pembatasan panggilan ini hanya sebagai awal dari pengawasan internet yang lebih ketat dan menyeluruh.
Membuat sebuah negara tertutup yang tidak membolehkan warganya mengakses informasi terbaru dari luar negeri.