Kedaulatan Algoritma dalam Perang Kognitif

1 month ago 24
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
Kedaulatan Algoritma dalam Perang Kognitif (MI/Duta)

PERANG kognitif adalah bentuk peperangan yang menargetkan pikiran manusia, bukan fisik atau teritorial. Perang ini memanfaatkan informasi, disinformasi, dan teknologi untuk memanipulasi persepsi, memecah belah masyarakat, dan memengaruhi keputusan publik, tanpa satu peluru pun ditembakkan. Yang membuatnya berbahaya ialah kecepatannya: algoritma dan kecerdasan buatan (AI) memungkinkan narasi palsu, termasuk disinformasi, fitnah, dan kebencian (DFK), menyebar lebih cepat daripada klarifikasi, menciptakan kerusakan sosial dalam hitungan jam.

Dalam ranah politik, DFK dapat memicu polarisasi, melemahkan kepercayaan publik terhadap lembaga, dan membunuh karakter seseorang atau suatu lembaga secara sistemik. Dampaknya meluas, tak hanya di politik, tapi juga ekonomi. Algoritma e-commerce, misalnya, bisa dirancang untuk mempromosikan produk dari entitas tertentu dan mengaburkan visibilitas pelaku UMKM lokal.

Dalam jangka panjang, ini menciptakan ketergantungan pada pemain tertentu dan berpotensi mempercepat deindustrialisasi. Pilihan konsumen yang tampak netral ternyata diarahkan secara sistematis oleh sistem yang bekerja untuk kepentingan tertentu.

HEURISTICS DAN ILUSI FREE WILL

Dalam bukunya, Thinking, Fast and Slow, Daniel Kahneman menjelaskan bahwa manusia mengandalkan heuristics, jalan pintas berpikir, untuk membuat keputusan cepat dalam dunia kompleks. Heuristics ini merupakan anugerah bagi manusia sehingga manusia dapat bertahan dan berkembang menjadi unggul dalam proses evolusinya. Namun, meskipun efisien, heuristics juga rawan bias. Misalnya, availability heuristic membuat kita menganggap sesuatu penting hanya karena sering muncul, bukan karena valid.

Dalam konteks digital, heuristics ini menjadi titik masuk utama dalam perang kognitif. Algoritma mempelajari apa yang kita sukai dan takuti, lalu menyajikan konten yang mengonfirmasi keyakinan (confirmation bias), memancing emosi negatif (negativity bias), atau memperkuat identitas kelompok (in-group bias). Kita merasa bebas memilih apa yang kita lihat, baca, dan beli, padahal semua itu adalah hasil kurasi algoritma. Inilah yang disebut ilusi free will.

Dalam realitas digital yang dikendalikan algoritma, kehendak bebas menjadi komoditas yang diprogram. Dan semakin kita percaya bahwa kita berpikir secara mandiri, semakin efektif manipulasi itu bekerja.

ALGORITMA YANG DIPERSENJATAI

Algoritma adalah instruksi otomatis yang menentukan konten yang kita lihat dan respons yang kita berikan. Saat dipersenjatai, algoritma menjadi alat ampuh dalam perang kognitif, mengendalikan opini publik, memecah solidaritas sosial, hingga menggoyang stabilitas negara.

Cathy O’Neil dalam Weapons of Math Destruction menyebut algoritma yang tidak transparan, tidak bisa diaudit, akan berbahaya bila digunakan pada skala besar. Konten yang memicu ketakutan, kemarahan, dan emosi negatif lainnya lebih mudah dikonsumsi karena selaras dengan cara otak manusia berevolusi untuk bertahan hidup. Melalui heuristics (jalan pintas berpikir), otak secara otomatis memberi prioritas pada informasi yang tampak mengancam atau mendesak, sebab dalam lingkungan purba, mengenali bahaya dengan cepat bisa menyelamatkan nyawa.

Di era digital, respons naluriah ini menjadi komoditas. Algoritma tidak peduli apakah suatu informasi benar atau berguna, yang penting ia memicu reaksi. Dan karena kemarahan serta ketakutan adalah emosi yang paling cepat menyalakan engagement, maka konten semacam itu terus didorong ke depan. Hasilnya, lini masa kita perlahan berubah menjadi medan tempur emosional yang disusun untuk membuat kita tetap terpaku, terpecah, dan terpicu.

Di sektor ekonomi, algoritma e-commerce bisa menonjolkan produk dari mitra internal, menekan harga kompetitor, dan meminggirkan pelaku lokal. Ini bukan lagi sekadar kompetisi, tapi bentuk kolonialisasi digital yang merugikan kedaulatan ekonomi nasional.

PERLUNYA KEDAULATAN ALGORITMA

Di berbagai negara, algoritma yang tak transparan dan dibiarkan tak terkendali telah terbukti mempercepat polarisasi politik, memperkuat segregasi sosial, dan menciptakan ekosistem informasi yang rawan dimanipulasi. Salah satu kasus yang paling mencolok ialah penggunaan Facebook dalam konflik etnis di Myanmar pada tahun 2017.

Algoritma platform tersebut memperkuat penyebaran ujaran kebencian terhadap komunitas Rohingya. Hal ini telah dibuktikan oleh investigasi PBB dan Amnesty International. Untuk menjaga ruang digital, selama ini perhatian banyak tertuju pada isu kedaulatan digital dan kedaulatan data. Namun, upaya tersebut realisasinya sangat kompleks. Kedaulatan digital membutuhkan kemandirian di sektor perangkat keras, seperti produksi cip dan jaringan telekomunikasi, yang secara global masih dikuasai oleh segelintir perusahaan.

Di sisi lain, kedaulatan data menghadapi persoalan ireversibilitas: sekali saja data bocor, ia tidak dapat dikembalikan ke pemiliknya, tetapi menjadi aset permanen yang bisa direplikasi, diperdagangkan, dan dimanfaatkan tanpa batas. Sebaliknya, kedaulatan algoritma masih mungkin dikejar oleh negara berkembang seperti Indonesia. Dengan lebih dari 212 juta pengguna internet (DataReportal 2025), Indonesia adalah pasar strategis. Kita tak hanya punya hak, tapi juga daya tawar untuk ikut menetapkan arah teknologi global.

Langkah awal bisa dimulai dengan kebijakan transparansi. Setiap platform teknologi besar yang beroperasi di Indonesia seharusnya bersedia menjelaskan cara kerja algoritmanya, khususnya dalam menentukan konten dan produk yang ditampilkan kepada pengguna.

Di Eropa, misalnya, Digital Services Act mewajibkan perusahaan digital besar membuka sistem rekomendasi mereka kepada publik dan menyediakan akses bagi otoritas independen untuk melakukan audit terhadap algoritma berisiko tinggi. AI Act bahkan melarang penggunaan AI untuk manipulasi psikologis dalam konteks tertentu.

Selain itu, perusahaan teknologi yang beroperasi di Indonesia semestinya memberi ruang bagi pelaku usaha domestik agar tetap kompetitif di platform digital. Hal ini guna menjaga keberagaman dan keadilan dalam ekonomi digital yang makin monopolistik, serta memberikan level playing field bagi segenap pelaku industri digital termasuk UMKM.

Dalam menjaga keamanan dan stabilitas sosial di era digital, industri AI lokal dapat didorong untuk mengembangkan sistem yang mengidentifikasi pola penyebaran informasi bermasalah, seperti konten DFK, yang menyebar cepat tanpa verifikasi.

Selain itu, mereka juga dapat merancang sistem rekomendasi yang adil dan relevan secara budaya sehingga platform digital tidak mendorong interaksi semu, tapi juga memperku...

Read Entire Article