Liputan6.com, Jakarta Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dokter Piprim Basaran Yanuarso mengingatkan kepada tenaga kesehatan untuk menjadi komunikator yang punya rasa empati. Untuk mendekati masyarakat butuh pendekatan yang manusiawi. Misalnya terkait vaksinasi pada anak.
"Nakes bukan sekadar tenaga klinis yang juru suntik doang, tetapi juga hendaklah menjadi komunikator yang empatik. Masyarakat butuh pendekatan manusiawi, bukan hanya data ilmiah," kata Piprim dalam webinar berjudul "Imunisasi dalam Perspektif Islam untuk Kesejahteraan Masyarakat" di Jakarta.
Piprim mengatakan salah satu sebab penolakan terhadap vaksinasi adalah karena umat Islam takut melanggar syariat. Selain itu, tidak semua daerah punya akses ulama yang paham akan persoalan medis.
Selain itu, penolakan mengenai imunisasi lantaran banyak hoaks seputar vaksin. Contohnya isu kandungan vaksin yang haram atau imunisasi hanyalah proyek untuk mencari untung.
Untuk mengatasinya, kata Piprim, tenaga kesehatan perlu menjelaskan tentang vaksin dan imunisasi dengan bahasa yang mudah dipahami dan sopan.
"Jadi kunci komunikasi efektif adalah yang sederhana, hindari jargon medis. Ceritakan kisah nyata. Testimoni orangtua, atau pakai animasi yang mudah dipahami pasien. Nakes jadi teladan, vaksin anak sendiri," kata Piprim mengutip Antara.
Menurutnya, teknologi akal imitasi (AI) dapat dimanfaatkan untuk hal ini, misalnya untuk membuatkan narasi yang bisa dipahami kelompok tertentu, misalnya dengan bahasa Sunda, bahasa Jawa, bagi yang tidak paham bahasa Indonesia.