Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (APJATEL) meluruskan polemik terkait penataan layanan Over-The-Top (OTT) asing, termasuk layanan panggilan suara berbasis internet seperti WhatsApp Call.
APJATEL menyatakan usulan ini bukan bentuk pembatasan akses publik, melainkan sebuah desakan kepada pemerintah untuk menegakkan regulasi yang telah ada.
Penjelasan ini disampaikan menyusul klarifikasi Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Meutya Hafid, yang sebelumnya memastikan bahwa pemerintah tidak berencana membatasi layanan WhatsApp Call maupun layanan serupa.
Ketua Umum APJATEL, Jerry Mangasas Swandy, menyebut para penyelenggara jaringan telekomunikasi telah melakukan investasi besar dan berkelanjutan dalam membangun infrastruktur digital di seluruh Indonesia.
Namun, lonjakan trafik data yang signifikan dari berbagai layanan OTT asing belum diimbangi dengan kontribusi yang adil terhadap beban infrastruktur yang mereka tanggung.
"Kami tidak pernah mengusulkan pembatasan layanan, apalagi sampai menghalangi akses publik ke internet. Tujuan utama kami adalah menciptakan keadilan dalam pemanfaatan infrastruktur telekomunikasi agar keberlanjutan investasi jaringan tetap terjamin di tengah pesatnya pertumbuhan trafik yang didorong oleh OTT global," Jerry menegaskan dalam keterangannya, Rabu (23/7/2025).
Pihaknya merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (Postelsiar), khususnya Pasal 15 ayat (6) yang memberikan landasan hukum bagi penyelenggara jaringan untuk melakukan pengelolaan trafik demi menjaga kualitas layanan dan kepentingan nasional.
Ketentuan ini juga diperkuat oleh Pasal 11 dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2021.
"Norma hukumnya sudah jelas. Yang kami harapkan adalah implementasi regulasi yang ada secara konsisten. Jangan sampai para penyelenggara jaringan terus menerus menanggung beban yang berat, yang pada akhirnya dapat mengganggu kualitas layanan yang saat ini dinikmati masyarakat," tutur Jerry.
Ia menilai hal ini disebabkan oleh pertumbuhan pesat pelaku OTT asing tanpa adanya kewajiban kontribusi yang proporsional, sehingga pembangunan jaringan menjadi tertinggal.
OTT Asing Dominasi Kapasitas Jaringan Telekomunikasi
Ketua APJATEL menyoroti keberhasilan Korea Selatan dalam menata kontribusi OTT. Pemerintah Korea Selatan telah mewajibkan platform OTT untuk menjaga kualitas layanan kepada masyarakat dan memberikan kontribusi kepada penyelenggara jaringan.
Langkah ini bertujuan agar kapasitas jaringan operator dapat mengakomodasi seluruh trafik OTT. Regulasi ini tertuang dalam amandemen Undang-Undang bisnis telekomunikasi Korea sejak tahun 2020.
"Kita bisa belajar dari keberhasilan Korea Selatan dalam mengatur OTT asing. Contohnya, kasus antara operator telekomunikasi di Korea Selatan melawan Netflix menunjukkan betapa besar perjuangan dan keberpihakan pemerintahnya terhadap industri nasional, hingga akhirnya operator di sana memenangkan proses peradilan dan Netflix diwajibkan membayar kontribusi," Jerry memaparkan.
APJATEL menekankan trafik OTT asing saat ini mendominasi kapasitas jaringan telekomunikasi. Tanpa adanya mekanisme pembagian tanggung jawab yang adil (fair share), hal ini berpotensi melemahkan ketahanan dan ketersediaan jaringan di masa depan.
Jika pemerintah hanya membiarkan OTT mengeksploitasi trafik di Indonesia tanpa memberikan kontribusi, operator telekomunikasi tidak akan mampu mengimbangi penyediaan kapasitas trafik, yang pada akhirnya akan berdampak pada penurunan kualitas layanan OTT itu sendiri.
"Saat ini, operator telekomunikasi berinvestasi besar-besaran untuk membangun jaringan dengan kapasitas tinggi demi melayani trafik OTT yang menuju luar negeri. Karena tingginya kebutuhan masyarakat dan keterbatasan kapasitas, dibutuhkan biaya yang lebih besar," ucapnya.
Perlunya Kontribusi OTT Asing Kepada Operator
Ia menguraikan, di sinilah pentingnya kontribusi OTT kepada operator. Dengan demikian, tidak ada beban biaya tambahan yang dilimpahkan kepada masyarakat. Justru, langkah ini akan memastikan masyarakat tetap dapat menikmati layanan tanpa adanya perubahan, sehingga tercipta solusi yang saling menguntungkan," ucap Jerry.
Ia juga menanggapi pernyataan Menkomdigi yang menyebutkan bahwa isu OTT belum pernah dibahas dalam forum pengambilan kebijakan dan tidak termasuk dalam agenda resmi kementerian.
Menurut APJATEL, pernyataan tersebut kurang tepat, mengingat isu penataan OTT tidak hanya pernah dibahas, tetapi juga telah memiliki regulasi yang mengaturnya.
"Mengenai OTT ini, kami sudah sering berdiskusi dengan Komdigi, bahkan pengaturan OTT ini juga menjadi perhatian Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam). Namun, belum ada tindak lanjut yang jelas dari Komdigi. Jadi, pernyataan Ibu Menteri kurang sesuai dengan fakta," ungkap Jerry.
Penataan Ekosistem OTT Asing Sangat Krusial
APJATEL mengaku membutuhkan kepastian bahwa pelaku global yang mendapatkan keuntungan dari infrastruktur di Indonesia juga turut bertanggung jawab dalam menjaga keberlangsungannya. Prinsip same service, same rules perlu ditegakkan.
APJATEL berpandangan penataan ekosistem OTT asing merupakan bagian krusial dari strategi digital nasional, terutama dalam upaya memperluas jangkauan jaringan ke wilayah tertinggal dan memperkuat transformasi digital di tingkat nasional.
Tanpa adanya keadilan struktural dalam ekosistem digital, keberlanjutan pembangunan infrastruktur telekomunikasi akan menghadapi tantangan yang signifikan.