Liputan6.com, Jakarta - Kebutuhan akan infrastruktur digital di Indonesia menunjukkan tren peningkatan yang signifikan. Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memproyeksikan kebutuhan pusat data di Tanah Air akan mencapai 1.200 megawatt (MW) pada tahun 2030.
Angka ini tumbuh pesat, lebih dari 15 persen per tahun sejak 2022, menandakan urgensi pengembangan sektor ini. Data dari Mordor Intelligence juga memperkuat proyeksi pertumbuhan tersebut.
Pendapatan pasar colocation pusat data di Indonesia diperkirakan akan mencapai US$ 675,1 juta atau hampir Rp 11 triliun pada tahun 2025. Bahkan, pada tahun 2030, nilai pasar ini diprediksi melonjak menjadi US$ 1,888 miliar atau sekitar Rp 30,6 triliun, dengan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata (CAGR) 22,84 persen.
Potensi pasar Internet of Things (IoT) juga menjadi pendorong utama pertumbuhan infrastruktur digital.
Asosiasi IoT Indonesia (ASIOTI) memperkirakan nilai pasar IoT di Indonesia akan mencapai Rp 572,7 triliun pada 2025, dengan estimasi adopsi hingga 678 juta perangkat terhubung.
Menyikapi tingginya permintaan akan infrastruktur digital, perusahaan penyedia solusi infrastruktur digital PT Alita Praya Mitra (Alita), menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan perusahaan manufaktur global Pegatron Corporation.
Direktur Utama Alita, Teguh Prasetya, menilai kerja sama ini membuka peluang besar untuk integrasi teknologi, sinergi, dan inovasi yang akan mempercepat transformasi digital di berbagai sektor, mulai dari telekomunikasi, korporasi, pemerintahan, akademisi, hingga masyarakat luas.
"Ini sejalan dengan era digitalisasi yang semakin pesat, didukung teknologi 5G, IoT, dan Kecerdasan Buatan (AI)," ujar Teguh dalam keterangan resminya, Rabu (9/7/2025).