Liputan6.com, Jakarta - Perkembangan teknologi konstruksi kini merambah ke sektor nuklir, dengan inovasi yang menjanjikan percepatan proses pembangunan secara signifikan.
Amerika Serikat (AS) melalui salah satu proyek terbarunya mulai memanfaatkan kombinasi 3D printing dan kecerdasan buatan (AI) untuk mempercepat konstruksi reaktor.
Langkah ini dianggap sebagai tonggak baru dalam industri energi, di mana efisiensi waktu menjadi prioritas tanpa mengorbankan kualitas.
Mengutip Oak Ridge National Laboratory (ORNL) yang dilaporkan TechRadar, Senin (18/8/2025), sebuah lengan printer 3D digunakan untuk membangun kolom pelindung beton di reaktor nuklir yang berlokasi di East Tennessee.
Pekerjaan tersebut merupakan bagian dari proyek Hermes Low-Power Demonstration Reactor yang mendapat dukungan penuh dari Departemen Energi AS.
Menariknya, ORNL menyebut bahwa sebagian besar konstruksi nuklir dapat diselesaikan hanya dalam 14 hari, jauh lebih cepat dibandingkan metode konvensional yang biasanya memakan waktu beberapa minggu.
Peran Teknologi 3D Printing dan AI
Dengan bantuan printer 3D, cetakan beton berdesain rumit dapat dibuat dengan tingkat presisi tinggi, menghadirkan efisiensi signifikan dalam konstruksi reaktor nuklir.
Keunggulan ini tidak hanya mempercepat pengerjaan, tetapi juga menekan biaya sekaligus memberi fleksibilitas pada rancangan struktur.
Pemanfaatan material serta tenaga kerja lokal menjadi nilai tambah, karena mendukung kemandirian sumber daya.
Di sisi lain, AI bertindak sebagai pendamping teknis yang mengawasi proses sejak tahap perencanaan, memandu desain, hingga produksi komponen yang memiliki bentuk atau fungsi khusus.
Walau potensinya besar, dominasi peran AI mengundang kekhawatiran terkait akurasi keputusan. Pertanyaan utama yang muncul adalah bagaimana menjamin tidak ada kesalahan yang terlewat, dan siapa yang bertanggung jawab memvalidasi hasil kerjanya.
Jawaban atas Kebutuhan Energi Masa Depan
Peningkatan konsumsi listrik yang drastis, terutama dari pusat data dan pengoperasian sistem AI berkapasitas besar, memaksa banyak negara mencari sumber energi yang lebih stabil dan tahan lama.
Tenaga nuklir kembali muncul sebagai kandidat utama, mengingat kemampuannya menyediakan pasokan daya konstan tanpa bergantung pada kondisi cuaca.
Sejumlah analis memprediksi skenario unik, yang mana di masa depan, AI dapat beroperasi menggunakan energi dari reaktor yang sebagian desainnya dibuat dengan bantuan AI itu sendiri.
Meski terdengar futuristis, konsep ini membawa potensi risiko yang belum sepenuhnya terukur. Penggunaan 3D printing untuk membangun komponen inti memang mempercepat proses, namun daya tahannya terhadap puluhan tahun operasi tetap menjadi pertanyaan yang perlu dijawab melalui pengujian mendalam.
Antara Kecepatan dan Keamanan
Kemampuan 3D printing dan AI dalam membangun struktur reaktor dengan presisi tinggi dalam waktu yang singkat menjadi terobosan besar bagi industri nuklir.
Namun, di balik keunggulan ini terdapat tantangan yang tak kalah penting: memastikan setiap komponen mampu bertahan puluhan tahun di bawah kondisi ekstrem.
Reaktor nuklir dirancang untuk beroperasi tanpa henti, sehingga kegagalan sekecil apa pun, baik pada sambungan beton maupun bagian internal, dapat memicu konsekuensi serius.
Inilah sebabnya pengujian kualitas, sertifikasi material, dan pengawasan berlapis menjadi mutlak diperlukan.
Kecepatan konstruksi memang membawa keuntungan signifikan, tetapi keamanan jangka panjang tetap harus menjadi pondasi utama, agar inovasi ini benar-benar memberi manfaat tanpa mengorbankan keselamatan publik (ancaman).