Liputan6.com, Jakarta Rumah Sakit Al-Shifa di Gaza, Palestina beroperasi dengan kapasitas minimum dan terpaksa mengurangi layanan untuk menghemat bahan bakar untuk perawatan kritis.
Satu ruang operasi tutup dan sesi dialisis atau cuci darah dikurangi dari tiga menjadi dua hari per minggu per pasien.
“Kami menghadapi kesulitan besar dalam memperoleh bahan bakar yang dibutuhkan untuk menyalakan generator agar rumah sakit tetap beroperasi dan kami telah menutup unit dialisis,” kata Direktur Kompleks Medis Al-Shifa, dr. Mohamad Abu Sulmeyeh, pada 1 Juli 2025, mengutip laman United Nations (UN), Jumat (4/7/2025).
“Kami sekarang menggunakan generator kecil untuk menjaga unit perawatan intensif dan ruang operasi tetap beroperasi, dan ini tentu saja memperburuk kondisi pasien. Pasien dengan gagal ginjal sangat menderita,” tambahnya.
Hal ini diperparah dengan penurunan pasokan yang signifikan bagi pasien masalah jantung dan yang membutuhkan kateterisasi jantung.
Begitu pula pasien kanker di RS tersebut sangat menderita. Tidak ada kemoterapi atau radioterapi. Tidak ada apa pun di sana saat ini. Situasi kesehatan di Jalur Gaza dan sistem kesehatan sangat menderita, jelas Mohamad Abu Sulmeyeh.
Salah satu pasien, Ibrahim, mengatakan bahwa situasi di RS Al-Shifa memang sangat buruk.
“Al-Shifa dalam situasi yang buruk, semoga Tuhan menolong mereka yang berada di dalam, mereka hampir tidak dapat menahan panas di dalam, dan jumlah mereka juga sangat banyak,” ujar Ibrahim.
“Semoga Tuhan menolong para dokter dan menolong mereka, mereka berlarian dari satu pasien ke pasien lain tanpa tahu harus ke mana, ada terlalu banyak orang di dalam untuk ditangani oleh para dokter, dan ada yang sekarat karena kekurangan obat-obatan,” tambahnya.
Ledakan besar terlihat di langit Gaza pada Selasa dini hari, saat serangan udara Israel kembali mengguncang wilayah tersebut.Sehari sebelumnya, setidaknya 74 warga Palestina tewas, termasuk 30 orang di sebuah kafe tepi pantai yang dipenuhi perempuan ...