Liputan6.com, Jakarta - Tumpukan HP dan kabel bekas di laci rumah mungkin sudah menjadi pemandangan biasa pada 2025. Namun, "kuburan sirkuit" ini bukan sekadar tumpukan pasif bagi tren teknologi masa lalu.
Bagi mereka yang bersedia meluangkan upaya, setiap HP bekas dan kabel micro USB usang, menyimpan sejumlah kecil logam dan mineral berharga, termasuk emas.
Mengutip Popular Science, Senin (30/6/2025), para peneliti memperkirakan satu papan sirkuit cetak mengandung sekitar 200–900 miligram emas per kilogram.
Ekstraksi logam mulia dari limbah elektronik ini secara tradisional merupakan proses yang padat karya. Seringkali, metode yang digunakan melibatkan bahan kimia yang sangat beracun seperti sianida dan merkuri--berbahaya bagi individu yang melakukan ekstraksi maupun lingkungan.
Kabar baiknya, para peneliti di Flinders University, Australia, baru-baru ini mengumumkan pengembangan metode baru untuk ekstraksi dan daur ulang emas yang jauh lebih aman dan berpotensi memiliki dampak lingkungan lebih rendah jika diterapkan dalam skala produksi.
Mereka berhasil melarutkan dan mengekstrak emas menggunakan reagen pelindi yang berasal dari asam trikloroisosianurat--senyawa berkelanjutan yang umum digunakan dalam disinfeksi air--tanpa bergantung pada bahan kimia berbahaya.
Para peneliti, yang memublikasikan temuan mereka di jurnal Nature Sustainability minggu ini, mendemonstrasikan keberhasilan proses mereka dalam mengekstrak emas dari sampah elektronik (e-waste), serta dari bijih bekas.
"Secara keseluruhan, penelitian ini memberikan pendekatan yang layak untuk mencapai produksi emas yang lebih ramah lingkungan dari sumber daya primer dan sekunder, meningkatkan keberlanjutan pasokan emas," tulis mereka dalam publikasinya.
Mengapa Emas Ada dalam Perangkat Elektronik?
Emas telah menarik perhatian manusia selama ribuan tahun. Logam ini pernah menjadi sandaran mata uang kerajaan, menghiasi perhiasan mewah, dan bahkan digunakan dalam perawatan gigi.
Saat ini, emas menjadi elemen yang sangat berharga dalam industri elektronik karena konduktivitas listrik alaminya, daya tahan, dan ketahanan yang tinggi terhadap korosi.
Akibatnya, sejumlah kecil emas kemungkinan besar terdapat di sebagian besar perangkat yang ada di meja kerja seorang pekerja kantoran.
Meskipun perusahaan teknologi telah mengambil langkah-langkah untuk mengekstrak dan mendaur ulang emas selama bertahun-tahun, sebagian besar masih berakhir di tempat pembuangan sampah.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan bahwa dunia menghasilkan sekitar 62 juta ton sampah elektronik pada tahun 2022, meningkat 82 persen dari tahun 2010.
Kontaminasi dari zat beracun yang digunakan untuk memisahkan emas dari perangkat bukanlah satu-satunya masalah.
Proses pelindian industri biasanya membutuhkan air dalam jumlah besar, yang semakin memperburuk dampak lingkungannya. Limpasan dari fasilitas tersebut juga dapat mencemari rantai makanan atau satwa liar setempat.
Melarutkan Emas Tanpa Zat Beracun
Para peneliti dari Flinders University mengambil pendekatan berbeda. Pertama, mereka mengembangkan proses menggunakan asam trikloroisosianurat, yang ketika diaktifkan oleh air garam, secara efektif melarutkan emas tanpa memerlukan zat beracun.
Selanjutnya, mereka mengikat emas yang terlarut ke polimer kaya sulfur baru yang mereka rancang sendiri.
Polimer ini direkayasa untuk berfungsi sebagai "kendaraan" untuk secara selektif menangkap emas, bahkan dengan adanya banyak logam lain.
Setelah emas diekstraksi, polimer tersebut dapat "membongkar" dirinya sendiri, kembali ke keadaan monomer dan meninggalkan emas.
Emas yang sepenuhnya terpisah ini kemudian dapat didaur ulang dan digunakan kembali dalam produk baru.
"Tujuannya adalah untuk menyediakan metode pemulihan emas yang efektif, mendukung berbagai kegunaan emas, sambil mengurangi dampak terhadap lingkungan dan kesehatan manusia," kata Profesor Justin Chalker dari Flinders University, salah satu penulis penelitian ini.
Dalam pengujian, para peneliti menunjukkan bahwa proses mereka dapat mengekstrak emas tidak hanya dari sampah elektronik, tetapi juga dari konsentrat bijih dan aliran limbah ilmiah.
Rangkul Industri Pertambangan
Meskipun demikian, besarnya volume sampah elektronik global menjadikannya kandidat paling jelas untuk mendapatkan manfaat dari metode ini.
Para peneliti mengatakan bahwa mereka saat ini bekerja sama dengan perusahaan pertambangan dan daur ulang sampah elektronik untuk menguji proses ini dalam skala lebih besar.
"Kami menyelami gunung sampah elektronik dan keluar dengan sebongkah emas!," kata Harshal Patel, rekan peneliti di Flinders University dan salah satu penulis penelitian ini, dalam sebuah pernyataan.
"Saya berharap penelitian ini menginspirasi solusi berdampak pada tantangan global yang mendesak," ia menambahkan.
Apa yang Bisa Dilakukan dengan Sampah Elektronik Saat Ini?
Meskipun metode baru ini menjanjikan, konsumen elektronik sehari-hari tidak perlu menunggu hingga skala produksinya meningkat untuk mendapatkan manfaat dari daur ulang sampah elektronik.
Sebagian besar kota besar memiliki pusat daur ulang sampah elektronik bersertifikat yang menerima sejumlah besar peralatan elektronik bekas.
Tempat barang bekas lokal, serta beberapa perusahaan swasta, juga akan membayar sejumlah kecil untuk perangkat bekas--terutama yang mengandung sejumlah besar emas, perak, atau tembaga.
Organisasi nirlaba besar seperti Goodwill juga menawarkan layanan daur ulang elektronik. Banyak dari organisasi ini menangani pekerjaan sulit pemisahan komponen dari perangkat bekas, kemudian menjual bagian-bagian individual tersebut ke perusahaan daur ulang industri.