6 Tanda Kecanduan AI, Psikolog Ungkap Cara Mencegahnya

3 days ago 3

Liputan6.com, Jakarta - Ketergantungan pada Artificial Intelligence (AI) alias kecerdasan buatan mengalami peningkatan, terutama di kalangan pelajar dan mahasiswa.

Psikolog Melvi Rosilawati dari RS EMC Sentul mengatakan, hal ini dapat dicegah dengan mengetahui dan mengenali perubahan perilaku apa saja yang terjadi pada orang yang sudah teradiksi teknologi AI.

Menurutnya, salah satu faktor yang menjadikan penggunaan AI semakin populer adalah untuk mendapatkan beragam informasi yang dibutuhkan. Dampak negatif ketergantungan tersebut di sisi psikologis, seperti merasa kesepian dan kesendirian karena minimnya interaksi di lingkungan sosial.

“Kondisi ini mendorong mereka semakin melekat pada AI yang dianggap dapat menggantikan peran teman untuk bercerita dan berkeluh kesah dan dinilai tidak akan menghakimi, serta sebagai sarana konseling dan mendapatkan diagnosis mandiri (self-diagnose),” kata Melvi mengutip laman EMC, Rabu (10/12/2025).

Kecanduan pada penggunaan AI ini dapat diawali oleh sikap ketergantungan untuk selalu menggunakannya, sambung Melvi. Beberapa keluhan yang seringkali muncul ketika tidak menggunakannya, yaitu:

  • Kecemasan
  • Stres
  • Kesepian
  • Emosi
  • Lebih sensitif
  • Merasa tidak produktif ketika sedang tidak menggunakannya.

Sementara, perubahan perilaku dan pola berpikir seseorang yang sudah mencapai tahap ketergantungan diantaranya:

  • Kehilangan kendali
  • Cenderung menarik diri dari lingkungan sosial karena dorongan kuat untuk selalu terhubung dengan internet
  • Menghabiskan waktu berlebihan
  • Ketergantungan pada penggunaan AI dalam setiap aktivitas.

Hal di atas dapat berdampak pada kemampuan dalam proses berpikir kritis dan memecahkan masalah, interaksi dan kemampuan membangun relasi dengan orang lain di lingkungan sosial.

Konsultasi ke Psikolog, Bukan ke AI

Jika kondisi ini terus berlangsung dan memengaruhi di dalam kehidupan sehari-hari, maka perlu berhati-hati dan berkonsultasi dengan dokter atau psikolog. Tujuannya, mengetahui apakah ini termasuk kategori gangguan adiksi atau kecanduan pada penggunaan AI.

Ketika menggunakan AI untuk mendiagnosis suatu penyakit, AI akan melakukannya dengan menyaring berbagai data dan mendeteksi pola sehingga membantu untuk mengidentifikasi penyakit, seperti kecemasan, depresi, dan lain-lain.

Lantas, apakah informasi yang diberikan oleh AI ini memiliki tingkat akurasi yang tinggi dan dapat dipercaya?

“Hal ini perlu menjadi pertimbangan, mengingat untuk menegakkan suatu diagnosis dibutuhkan pemeriksaan secara menyeluruh dan tepat, seperti sesi wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, maupun beberapa tes atau pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat membantu menentukan terapi selanjutnya yang akan diberikan oleh dokter ataupun psikolog,” kata Melvi.

Dampak Self-diagnose dengan AI

Beberapa dampak yang seringkali muncul ketika melakukan self-diagnose dengan menggunakan AI adalah ketidaktepatan dalam pengobatan atau penanganan selanjutnya. Sehingga, dapat memicu tingkat stres atau kecemasan yang lebih tinggi setelah mengetahui diagnosis yang diberikan oleh AI.

Untuk mencegah terjadinya self-diagnose menggunakan AI, dapat dimulai dengan meningkatkan kesadaran bahwa AI sebaiknya digunakan sebagai sarana pendukung atau penunjang, bukan pengganti peran utama.

“Dan perlu diingat bahwa relasi pasien dengan dokter/psikolog/tenaga kesehatan merupakan relasi terapeutik, di mana terdapat empati dalam proses interaksi dan komunikasinya. Proses ini tentunya tidak ada dalam proses konseling dan self-diagnose dengan menggunakan AI.”

Cara Cegah Adiksi AI

Berikut adalah beberapa cara pencegahan perilaku adiksi terhadap penggunaan AI yang penting untuk dilakukan, yaitu:

  • Meningkatkan literasi
  • Membatasi penggunaan teknologi AI
  • Memperkuat relasi dengan keluarga sebagai support system
  • Melakukan eksplorasi potensi-potensi dalam diri seperti memunculkan hobi dan aktivitas positif di waktu luang
  • Mulai terbuka pada interaksi dan relasi baru dengan orang lain ataupun dengan komunitas di lingkungan sosial.

Dengan demikian, semakin cepat diketahui dan penanganan dilakukan, maka semakin kecil risiko efek samping dari sifat adiksi itu dapat dicegah, sehingga harapan untuk meningkatkan kesehatan mental dan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang unggul di Indonesia dapat tercapai.

Read Entire Article