Liputan6.com, Jakarta Usus buntu, atau apendisitis, adalah kondisi peradangan pada usus buntu yang dapat menyebabkan nyeri hebat dan memerlukan penanganan medis segera. Mengenali tanda usus buntu sejak dini sangat penting untuk mencegah komplikasi serius seperti pecahnya usus buntu.
Peradangan ini biasanya dimulai dengan nyeri di sekitar pusar yang kemudian berpindah ke perut kanan bawah, disertai gejala lain seperti mual, muntah, dan demam ringan. Menurut William L. Ryan dalam bukunya Appendicitis: Symptoms, Diagnosis, and Treatments (2011), perpindahan lokasi nyeri ini menjadi karakteristik khas usus buntu karena awal peradangan terjadi di lumen appendix, kemudian menyebar ke peritoneum parietal yang lebih sensitif terhadap nyeri.
Memahami setiap gejala yang muncul adalah kunci untuk deteksi dini dan tindakan yang tepat. Jangan tunda untuk mencari pertolongan medis jika Anda atau orang terdekat mengalami kombinasi tanda-tanda ini.
Berikut Liputan6.com ulas lengkap tentang tanda usus buntu melansir dari berbagai sumber, Rabu (23/7/2025).
Mengenal Tanda Usus Buntu yang Perlu Diwaspadai
Mengenali tanda usus buntu adalah langkah awal yang krusial untuk mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat. Gejala-gejala ini dapat bervariasi pada setiap individu, namun ada beberapa indikator umum yang patut diwaspadai. Berikut adalah beberapa tanda usus buntu yang sering terjadi, sebagaimana dijelaskan oleh berbagai sumber kesehatan.
1. Nyeri Perut Migrasi ke Kanan Bawah
Nyeri perut adalah tanda utama usus buntu. Menurut William L. Ryan dalam bukunya Appendicitis: Symptoms, Diagnosis, and Treatments (2011), nyeri biasanya dimulai di sekitar pusar lalu berpindah ke perut kanan bawah dalam 12–24 jam. Perpindahan nyeri tersebut sering kali disertai ketegangan otot atau kekakuan lokal pada area perut kanan bawah, dan pasien juga merasakan peningkatan intensitas nyeri saat ditekan.
2. Rebound Tenderness & Guarding Otot
Gejala rebound tenderness muncul ketika tekanan pada perut kanan bawah dilepaskan secara tiba-tiba dan menimbulkan nyeri tajam. Tanda ini menunjukkan adanya peradangan pada peritoneum parietal yang melapisi dinding rongga perut, terutama bila appendix sudah menyentuh atau menembus lapisan tersebut. Selain itu, muscle guarding atau kekakuan otot perut juga menjadi tanda yang sering dijumpai, sebagai mekanisme perlindungan tubuh terhadap nyeri lebih lanjut akibat peradangan.
Penderita usus buntu biasanya kehilangan nafsu makan secara mendadak, seringkali sebelum nyeri berpindah ke kanan bawah. Menurut Mayo Clinic (2022), penurunan nafsu makan ini dipicu oleh stimulasi saraf viseral akibat peradangan di saluran pencernaan bawah. Disertai hilangnya nafsu makan, pasien biasanya mengalami mual dan muntah akibat iritasi pada saraf otonom dan gangguan motilitas usus.
4. Demam Ringan
Demam ringan sekitar 37,5°C hingga 38°C adalah respons sistem imun tubuh terhadap infeksi lokal di dalam rongga perut. Laman Verywell Health (2023) menyebutkan bahwa demam ini berusaha membatasi penyebaran bakteri dari appendix yang meradang. Jika infeksi berkembang menjadi peritonitis atau abses, suhu tubuh dapat melonjak lebih tinggi.
5. Gangguan Pencernaan: Diare atau Konstipasi
Sebagian pasien dengan usus buntu mengeluhkan diare atau konstipasi sebagai gejala penyerta, seperti dilaporkan oleh WebMD (2023). Gejala ini muncul akibat inflamasi pada usus besar bagian bawah yang mengganggu peristaltik normal. Konstipasi seringkali terjadi pada fase awal, sementara diare bisa muncul jika iritasi menjalar ke usus besar bagian distal.
6. Nyeri Memburuk dengan Gerakan
Nyeri apendisitis akan semakin parah saat bergerak, batuk, atau tertawa karena pergerakan menyebabkan pergeseran organ di dalam rongga perut, sehingga memperparah iritasi pada peritoneum yang sensitif. BioMed Central (2020) menyebutkan bahwa pasien juga akan menghindari perubahan posisi tiba-tiba, memilih berbaring diam, dan menekuk kaki untuk mengurangi ketegangan otot perut.
7. Presentasi Atypical pada Anak & Lansia
Pada anak-anak usia di bawah lima tahun dan lansia, gejala apendisitis sering tidak khas, seperti disebutkan dalam jurnal Italian Journal of Pediatrics (2017). Anak mungkin hanya menunjukkan gejala seperti rewel, muntah, atau demam ringan, sementara lansia kerap menunjukkan nyeri ringan tanpa demam tinggi. Hal ini disebabkan karena sistem imun yang lebih lemah dan persepsi nyeri yang berbeda, sehingga diagnosis bisa tertunda.
Penyebab Radang Usus Buntu yang Perlu Diwaspadai
Radang usus buntu tidak terjadi begitu saja, melainkan dipicu oleh beberapa faktor utama yang menyebabkan penyumbatan atau infeksi pada organ kecil ini. Memahami penyebabnya dapat membantu dalam upaya pencegahan dan penanganan. Berikut adalah beberapa penyebab umum radang usus buntu yang perlu diwaspadai, berdasarkan berbagai penelitian dan tinjauan medis.
-
Obstruksi atau Penyumbatan Lumen Apendiks
Apendisitis seringkali terjadi saat terdapat obstruksi pada lumen usus buntu. Melansir dari tinjauan pustaka UMP oleh Handaya (2017), penyumbatan dapat disebabkan oleh fecalith (gumpalan tinja yang mengeras), hiperplasia folikel limfoid, tumor, atau parasit. menyebut bahwa fecalith sering menjadi pemicu utama obstruksi, yang menyebabkan tekanan darah menurun dan pertumbuhan bakteri di dalamnya.
-
Pembesaran Kelenjar Getah Bening (Limfoid)
Inflamasi akut pada apendiks juga dapat terjadi karena limfoid hyperplasia, yakni pembesaran kelenjar getah bening di dinding apendiks. Menurut jurnal Cerdika oleh Sri Rahayu et al. (2020), pembesaran ini bisa menutup lumen usus buntu, memicu peradangan dan infeksi.
-
Infeksi Bakteri, Virus, atau Parasit
Selain fecalith dan limfoid, infeksi dari berbagai mikroba—termasuk bakteri, virus, dan parasit—dapat memicu inflamasi. Buku Pathophysiology of Acute Appendicitis menjelaskan bahwa kajian komprehensif tahun 2023 juga menyoroti peran virus seperti adenovirus atau cytomegalovirus sebagai salah satu penyebab apendisitis. Verywell Health juga menyebut infeksi usus umum atau trauma dapat memicu apendisitis, walau kasus trauma tergolong jarang.
-
Faktor Diet Rendah Serat
Pola makan rendah serat (sedikit buah dan sayur) dikaitkan dengan kenaikan risiko apendisitis. Kajian oleh Ardi Putri dkk. (Jambi University, 2020) menunjukkan bahwa konsistensi tinja yang keras akibat kurang serat memperbesar peluang terbentuknya fecalith...