Liputan6.com, Jakarta - Orangtua menghadapi tantangan yang lebih kompleks dalam mengawasi pergaulan anak di era digital ini. Dahulu, kelompok pertemanan remaja hanya sebatas lingkungan sekolah atau sekitar rumah. Kini, pengaruh teman sebaya bisa datang dari mana saja, lewat layer ponsel dan media sosial.
Penelitian baru asal Australia mengingatkan bahwa media sosial memperbesar dampak peer pressure di kalangan anak muda, terutama terkait tren berbahaya seperti vaping.
Tren Vaping: Tekanan Teman Sebaya Makin Nyata
Sebuah studi yang dipublikasikan di Nicotine and Tobacco Research menganalisis data dari 20.800 remaja Amerika antara 2015 hingga 2021. Hasilnya? Anak muda yang punya teman pengguna vape, 15 kali lebih mungkin ikut mencoba.
“Kami menemukan bahwa meskipun proporsi teman yang merokok menurun, memiliki teman yang menggunakan vape tetap umum,” ujar Giang Vu, kandidat PhD di University of Queensland, dalam siaran pers.
Fakta ini memperlihatkan bagaimana media sosial berperan sebagai etalase tren, sekaligus saluran tekanan sosial. Pada 2015, tercatat 31,6% anak muda memiliki teman yang menggunakan vape. Angka ini memang turun menjadi 22,3% pada 2021, namun tetap menjadi sinyal bahaya.
Konten Digital: Vaping Jadi Tren ‘Keren’
Media sosial seringkali menggambarkan vape seolah gaya hidup modern yang ‘lebih sehat’ dibanding merokok konvensional. Sayangnya, narasi ini jauh dari fakta.
“Dalam banyak video, vape digambarkan sebagai tren dan pilihan gaya hidup yang lebih sehat jika dibandingkan dengan merokok, tetapi ini adalah pesan yang berbahaya,” tegas Gary Chung Kai Chan, rekan penulis studi tersebut, dilansir New York Post.
Menurut Chan, perlu regulasi lebih ketat di media sosial agar konten glamorisasi kebiasaan berbahaya tidak mudah dikonsumsi remaja. Ia menekankan pentingnya kebijakan, serta kampanye edukasi yang terarah untuk menekan angka vaping di kalangan anak.