PARTAI NasDem meminta pemerintah pusat mengeluarkan moratorium (penundaan) sementara pembangunan Ibu Kota Nusantara atau IKN di Kalimantan Timur. Wakil Ketua Umum Partai NasDem, yang juga Wakil Ketua DPR, Saan Mustopa mengatakan moratorium IKN dilakukan bila pemerintah belum bisa menetapkan IKN sebagai ibu kota negara dengan mengeluarkan keputusan presiden (keppres).
“Moratorium sementara itu dengan mempertimbangkan kemampuan fiskal dan prioritas nasional,” ujar dia dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, 18 Juli 2025 dipantau via YouTube NasDem.
NasDem juga menyarankan pemerintah bisa mempertimbangkan menetapkan IKN sebagai Ibu Kota Kalimantan Timur. Lalu, pemerintah menegaskan kembali Jakarta sebagai ibu kota negara dan merevisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara.
Menurut Saan, langkah itu juga bisa menghentikan polemik tentang status IKN dan memastikan infrastruktur yang ada tidak mangkrak atau terlantar. “Jakarta dapat tetap dipertahankan sebagai ibu kota negara hingga semua persiapan administrasi, infrastruktur, dan kebijakan mutasi ASN benar-benar matang,” kata dia.
Bila pemerintah ingin segera melanjutkan pembangunan IKN, Saan meminta Presiden Prabowo Subianto segera mengeluarkan keppres tentang pemindahan kementerian/lembaga dan pemindahan aparatur sipil negara (ASN) secara bertahap ke IKN. Pegawai kementerian dan lembaga perlu segera dipindahkan supaya ada aktivitas di IKN.
NasDem menyarankan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka bisa berkantor lebih dahulu di IKN. “Nanti diikuti beberapa kementerian atau lembaga prioritas. Jadi biar di IKN ada aktivitas,” ujar dia.
Respons DPR atas Usul Moratorium Pembangunan IKN
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi II DPR Bahtra Banong mengatakan moratorium pembangunan IKN baru sekadar usulan dari Fraksi Partai NasDem. Bahtra mengatakan usulan tersebut perlu didiskusikan lebih dalam apakah memang perlu untuk menunda pembangunan IKN di tengah keterbatasan fiskal.
“Itu baru sekadar usulan dari teman-teman Partai NasDem. Nanti kami akan kaji usulan tersebut dan kami akan bicarakan lebih lanjut di Komisi II,” kata Bahtra kepada Tempo pada Sabtu, 19 Juli 2025.
Bahtra menegaskan belum ada rencana untuk merevisi Undang-Undang Ibu Kota Nusantara untuk mengakomodasi usulan tersebut.
Dalam kesempatan terpisah, Bahtra mengatakan kajian perlu tidaknya moratorium sementara pembangunan IKN perlu mempertimbangkan pula sejumlah program strategis lainnya dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Seperti ketahanan pangan, Makan Bergizi Gratis, membutuhkan tentu tidak sedikit biaya,” kata politikus Partai Gerindra itu di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, 22 Juli 2025, dikutip dari Antara.
Selain moratorium sementara, dia menyebutkan pihaknya juga akan mengkaji usulan pemindahan ibu kota negara ke IKN perlu dimulai dari wakil presiden dengan berkantor dan menempati gedung yang sudah terbangun di Kalimantan Timur. “Kami harus nanti melihat lebih jauh urgensinya,” kata Bahtra, yang menghargai dan memandang baik usulan yang disampaikan Partai NasDem.
Adapun Wakil Ketua Komisi II DPR Aria Bima mengingatkan pemerintah mengambil sikap tegas ihwal kelanjutan pembangunan IKN. Dia merespons munculnya dua opsi kelanjutan IKN yang diusulkan Partai NasDem, yakni moratorium pembangunan atau penerbitan keputusan presiden (keppres) percepatan pemindahan ibu kota negara.
Menurut politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP ini, polemik pembangunan IKN menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap visi pembangunan nasional. Aria menegaskan keputusan moratorium IKN harus didasarkan oleh kajian teknokratik, bukan sekadar pertimbangan politik.
“Kalau pemerintahan Pak Prabowo Subianto memandang perlu untuk menunda, maka harus dipastikan bahwa prioritas pembangunan tetap berpihak kepada kebutuhan yang paling mendesak, terutama ketika ruang fiskalnya terbatas,” ucap Aria ketika ditemui di kompleks parlemen, Senin, 21 Juli 2025.
Dia menuturkan IKN sejak awal dirancang untuk mengubah pola pembangunan Indonesia yang selama ini terpusat di Pulau Jawa. Dengan pemindahan pusat administratif ke Kalimantan Timur, pemerintah berniat menciptakan keseimbangan baru dalam konteks distribusi ekonomi, yang menyangkut soal infrastruktur dan akses layanan publik. “Supaya tidak jomplang, jangan sampai enggak berimbang,” ujarnya.
Namun, Aria berpandangan keputusan moratorium itu bertentangan dengan semangat pemerataan. “Itu yang harus dipikirkan. Bagaimana semangat pemerataan, semangat keberpihakan terhadap kawasan luar Jawa yang selama ini tertinggal,” kata dia.
Di sisi lain, dia juga melihat penundaan pembangunan ini sebagai bentuk keberpihakan terhadap realitas ekonomi saat ini. Sebab, anggaran pembangunan IKN bisa dialihkan ke proyek-proyek yang semestinya diprioritaskan. “Daripada mengalokasikan anggaran ke sana, saat ini kita butuh anggaran-anggaran yang lebih mendesak seperti pendidikan, energi,” tuturnya.
Dia menegaskan polemik yang berkaitan dengan pembangunan IKN harus dilihat secara mendalam. Mulai dari skema pembiayaan yang ada, hingga transparansi atau akuntabilitas dalam penggunaan dana tersebut. Di tengah keterbatasan anggaran, pemerintah harus memberikan solusi lain yang dapat ditempuh.
Tetapi bila pemerintah menetapkan moratorium, maka mereka harus mengkaji besaran biaya pemeliharaan aset maupun infrastruktur IKN yang sudah dibangun supaya tidak terbengkalai. “Langkah ini penting untuk menjaga keberlanjutan proyek tanpa tentunya membebani fiskal secara berlebihan,” ujar Aria.
Ia pun mengingatkan jangan sampai perubahan arah kepemimpinan saat ini menjadi tarik ulur antarelite yang menjadikan proyek IKN sebagai satu proyek yang samar-samar dan menjadi gunjingan publik.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Adies Kadir menilai usulan moratorium sementara pembangunan IKN di Kalimantan Timur perlu diperhitungkan terlebih dahulu berdasarkan pertumbuhan ekonomi ke depan.
Politikus Partai Golkar itu mengatakan pembangunan IKN sudah masuk ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJMP). Apalagi, kata dia, anggaran yang sudah digelontorkan baik dari negara maupun investasi sudah cukup besar.
“Kita akan mengkaji terlebih dahulu kira-kira untung dan ruginya apabila itu disetop tidak menjadi ibu kota negara, atau itu menjadi Ibu Kota Provinsi Kalimantan Timur,” kata Adies di Jakarta pada Jumat malam, 18 Juli 2025.
Menurut dia, penundaan pembangunan perlu diperhitungkan jika target pertumbuhan ekonomi sebesar delapan persen pada lima tahun ke depan itu terganggu. Selain itu, dia juga akan melihat beban anggaran untuk pembangunan IKN.
“Jadi, kalau ada perubahan, itu kan harus dibicarakan kembali antara pemerintah dan DPR, kemudian juga dilihat untung ruginya seperti apa,” ujarnya.
Hendrik Yaputra, Eka Yudha Saputra, Ervana Trikarinaputri, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Untuk Apa Kemensos Memperpanjang MPLS Sekolah Rakyat