TEMPO.CO, Jakarta – Sekretaris Kabinet Letnan Kolonel Teddy Indra Wijaya mengatakan keanggotan Indonesia di BRICS menunjukkan betapa pentingnya negara ini di dunia internasional. Teddy mengatakan Indonesia disambut baik di organisasi antarpemerintah yang awalnya diinisiasi lima negara yakni Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Masuknya Indonesia dalam keanggotaan BRICS merupakan inisiasi langsung dari Presiden Prabowo di tahun pertamanya menjadi Presiden Republik Indonesia,” kata Teddy melalui keterangan resmi Sekretaris Kabinet pada Senin, 7 Juli 2025.
Pernyataan Teddy itu dibagikan di tengah kunjungan Presiden Prabowo Subianto saat menghadiri hari pertama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS 2025 di Rio de Janeiro, Brasil, pada Ahad, 6 Juli 2025. KTT BRICS itu mengusung tema “Strengthening Global South Cooperation for More Inclusive and Sustainable Governance”.
KTT BRICS itu merupakan yang pertama dihadiri oleh Presiden Prabowo. Ini juga momen pertama kalinya Indonesia menjadi anggota penuh pada tahun 2025. Kini anggota BRICS telah berkembang menjadi sebelas negara resmi. Selain lima negara anggota utama dan Indonesia, sejumlah negara yang juga bergabung dalam blok ekonomi ini adalah Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab, Etiopia, Iran, dan Indonesia. Kesebelas anggota ini merepresentasikan 50 persen jumlah penduduk dunia, dan 35 persen dari GDP global.
Teddy mengatakan Prabowo optimistis dengan keikutsertaan Indonesia dalam BRICS akan memperkuat posisi Indonesia di kancah global. Prabowo, menurut Teddy, juga menekankan pentingnya kerja sama antarnegara melalui forum seperti BRICS untuk mendukung stabilitas dan kemakmuran dunia.
Wacana bergabungnya Indonesia ke BRICS pernah mengapung di periode kedua mantan presiden Joko Widodo. Jokowi pernah menghadiri undangan KTT BRICS di Sandton Convention Centre, Johannesburg, Afrika Selatan, pada 24 Agustus 2023.
Kehadiran Presiden Jokowi di KTT BRICS dalam kapasitas Indonesia yang sedang memegang keketuaan ASEAN, sehingga tidak berkaitan dengan keanggotaan Indonesia di BRICS. Jokowi waktu itu mengatakan, bahwa Indonesia tidak akan tergesa-gesa terkait status keanggotaannya dalam aliansi BRICS.
Jokowi menegaskan bahwa Indonesia masih akan mengkaji dan mempertimbangkan keikutsertaan menjadi anggota aliansi BRICS. “Kita ingin mengkaji terlebih dahulu, mengkalkulasi terlebih dahulu, kita tidak ingin tergesa-gesa,” ujar Jokowi usai menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS ke-15 di Johannesburg, Afrika Selatan.
Peneliti politik internasional dari International Institute for Strategic Studies atau IISS, Fitriani, menyebut bahwa dampak negatif bergabungnya Indonesia ke BRICS, yakni Amerika Serikat akan menganggap Indonesia lebih pro terhadap Rusia dan Cina, mengingat kedua negara tersebut merupakan rival politik dan ekonomi ASt, dan terlebih lagi pembentukan BRICS merupakan upaya untuk meminimalisir dominasi dolar Amerika Serikat terhadap perekonomian dunia.
BRICS dirancang untuk meningkatkan posisi internasional negara-negara anggota dalam menantang dominasi Amerika Serikat dan Eropa Barat. Baru-baru ini, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengancam akan mengenakan tarif tambahan 10 persen kepada negara mana pun yang mendukung "kebijakan anti-Amerika" kelompok BRICS.
"Tidak akan ada pengecualian untuk kebijakan ini," tulis Trump di platform media sosial miliknya, Truth Social, pada Minggu, 6 Juli 2025. Pada 2024, Trump mengancam akan mengenakan tarif 100 persen pada negara-negara Brics jika mereka terus maju dengan mata uang mereka sendiri untuk menyaingi dolar AS.